Aku duduk di sebuah taman terkenal di negara ini, kursi yang berdiri tepat di bawah pohon besar membuat daun-daun bermain ria tepat di hadapanku. Sesekali angin menampar keras wajah seakan menyadarkan aku yang tengah berada di dalam lamunan panjang. Kini aku tengah terbiasa bermain dengan luka dan mengorek tumpukan kenangan. Musim gugur tahun ini cukup membuat aku ingat dengan kenangan pahit tiga tahun silam, entah bagaimana kabarnya saat ini, tapi aku sangat yakin, kamu pasti bahagia dan tengah melupakan siapa aku.
Sebenarnya disini banyak sekali tempat yang lebih indah dibandingkan dengan tempat yang aku kunjungi setahun silam, tapi aku tetap tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa disana lah aku menemukan titik kebahagiaan.
Sederhana, tempat itu tidak begitu ramai dan indah, disini taman kota penuh dengan warna, seisi jalan dihiasi daun yang jatuh berguguran. Dulu, ketika aku bercerita ingin melihat daun berguguran, kau lah yang menggoyangkan pohon agar satu per satu daun itu berguguran, sungguh indah tawaku dulu, mungkin kau ingat jika melihat bekas luka di kakimu karena jatuh, itu pun jika masih ada.
Sudah, jangan melihat kembali luka itu, cukup aku saja yang selalu melihat luka, kau jangan. Aku tak ingin kau merasa sakit kembali.
Beberapa kali bahkan beribu kali aku selalu tepis cerita pilu tentang kita, namun tetap saja lembaran kenangan itu tetap terbuka lebar dalam hati, kini aku tersadar bahwa semakin kita berusaha keras untuk melupakan, semakin sulit pula kita akan melepas itu semua.
Aku membebaskan seribu rasa untuk pergi dan pulang. Aku lelah, biarkan ego yang menguasai diri sejenak. Setelah itu, aku akan berusaha kembali untuk melupakanmu.
Rasa ini terlalu indah untuk aku biarkan jatuh lagi setelah aku susun rapi, boleh kau mengganggapnya ini cinta, terserah. Namun itulah kenyataan, bahwa apa yang aku rasakan tidak seperti yang kau tahu.
Begitu sulit melupakan rasa sayang dengan cara apapun kepadamu, karena kamu tak menyadari sebuah luka itu. Mungkin susunan perjalanan cintaku ini akan menjadi saksi bisu lelehnya aku saat ini.
Aku merasa tidak diadili oleh Tuhan yang mengatur hatiku. Mengapa bisa dengan cepat aku mencintainya dan butuh waktu lama untuk melupakan, inilah keadilan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Mengulang Waktu
RomancePernahkah merasakan ketika sebuah kecewa datang, lalu kau menutup pintu hati begitu rapat agar kau bisa menyembuhkan luka itu dengan caramu sendiri? Setelah itu dirinya mengetuk pintu dengan halus, membersihkan sirpihan luka yang berserakan tak tent...