Raka dan Nina menyusul Zahra di rumah sakit setelah membawa Rina dan anak buahnya ke kantor polisi untuk melapor. Setelah di periksa Rina ternyata memiliki gangguan jiwa.
Nina menunggu Zahra di periksa sangat lama, dia pergi dari hadapan Raka dan Zain. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa Zahra menjalani kehidupan yang sangat berat seperti ini.
Tanpa sadar Nina air mata Nina mengalir dan untungnya sekitar koridor rumah sakit sepi. Nina menutup mukanya sampai seseorang menyentuh bahunya yang.
"Shen! Kamu nggak papa kan?"tanya Raka yang tadi menyusul Nina.
"Kenapa.. kenapa.. Zahra harus seperti ini! Kenapa dia selalu mengalami seperti ini?! Aku sebagai sahabatnya harus bagaimana! Aku nggak..." Raka langsung mendekap tubuh Nina di pelukannya. Nina terisak mengingat Zahra selalu seperti di kelilingi pelakor dalam hidupnya.
"Shen, hidup itu seperti ini! Kalau nggak ada masalah bukan hidup namanya. Dia punya Zain, Zain pasti melindungi Zahra. Percaya sama aku!" ucap Raka membuat Nina sedikit tenang.
Aroma maskulin dari tubuh Raka membuat Nina nyaman, tanpa sadar mereka berpelukan cukup lama. Tangan Raka juga mengusap rambut panjang Nina yang indah.
"Shen, ternyata kamu enak di peluk ya!" ucap Raka membuat Nina sadar.
Nina langsung mendorong tubuh Raka dengan kuat, tatapan Nina langsung tajam bak pisau yang sudah diasah.
Zain hanya bisa menatap pintu ruangan di mana Zahra masih diperiksa, dia merutuki dirinya sendiri. Tidak waspada dengan tatapan tajam dari Rina kala itu.
Dokter keluar dari ruangan Zahra, Zain segera mengampirinya dan bertanya bagaimana kondisi Zahra. "Dok, bagaimana keadaan istri saya?"
"Kondisinya lemah tapi sudah lebih baik dari pada sebelumnya,"ucap Dokter itu membuat Zain bernapas lega, "Dann..."
"Dan, kenapa dok?"
"Untung saja kandungan ibu Zahra kuat, dan tidak terjadi apa-apa dengan janinnya ibu Zahra.!"ucap dokter itu membuat Zain terkejut.
"Istri saya hamil dok?" Dokter itu mengangguk.
"Berapa minggu dok?"
"Dua minggu lebih, sekarang bapak harus ekstra menjaga ibu Zahra nanti saya buatkan resep obat untuk kandungan ibu Zahra,"ucap dokter itu.
"Terimakasih dok! Boleh saya menemuinya?"
"Tentu saja silahkan," Zain langsung membuka pintu dan melihat Zahra yang terbaring lemah. Zain berjalan mendekat dan mengusap rambut Zahra lembut.
Pintu ruangan terbuka menampakan Nina yang ikut masuk di susul oleh Raka. Nina melihat keadaan Zahra dengan cemas.
Perlahan-lahan mata Zahra terbuka, dia tampak lemas dan terlihat pucat. Nina tak kuasa melihat Zahra seperti ini, butiran bening pun keluar dari pipi Nina.
"A-aku dimana?"tanya Zahra. Zain mengusap puncak kepala Zahra dengan lembut.
"Sstt.. jangan banyak bicara, kamu harus istirahat. Semuanya akan baik-baik saja,"ucap Zain. Zahra menoleh ke arah lain dan melihat Nina menitihkan air matanya.
"N-nina, kenapa jadi cengeng? Nina itu.. nggak.. pernah, nangis. Ke-kenapa dia jadi cengeng?"tanya Zahra.
"Dia kesakitan karena aku gigit, makanya nangis."ucap Raka dengan nada datarnya, Zahra tersenyum sementara Nina langsung mengusap pipinya dan menendang tulang kering Raka.
"Sakit tau!"ucap Raka. Nina tidak membalasnya dan mengabaikan ucapan Raka.
"Sebaiknya kalian pulang, sudah malam. Aku akan jaga Zahra dengan baik kok,"ucap Zain.
"Tap..."
"Baiklah, besok kita jenguk lagi. Zahra istirahat yang baik, biar cepat keluar."ucap Raka memotong ucapan Nina.
"Makasih, kalian berdua udah bantuin aku."kata Zain, Raka langsung menarik tangan Nina untuk segera keluar.
***
Beberapa hari berlalu, setelah kejadian itu. Zahra keluar dari rumah sakit dengan kondisi yang cukup membaik. Zain juga lupa untuk memberitahu Zahra bahwa dia sedang hamil karena sibuk merawat Zahra.
"Zain, kenapa akhir-akhir ini tenggorokanku nggak enak ya? Terus aku sering mual-mual gitu, kamu nggak di kasih tau dokter tentang penyakit lainnya?"tanya Zahra saat mereka baru masuk ke dalam rumah.
Zain menepuk jidatnya, "aku lupa kasih tahu kamu sesuatu,"
"Sesuatu apa?"
"Aku punya kabar bagus banget,"
"Apaan sih? Jangan bikin aku tambah penasaran dong!"kata Zahra kesal.
"Kamu.. hamil,"kata Zain dengan senyum mengembang dan terlihat bahagia.
"Kamu serius?" tanya Zahra tak percaya, dia langsung melihat perutnya yang rata dan memandangnya dengan senyum bahagia.
Zahra langsung memeluk erat Zain, "terimakasih,"bisik Zahra saat memeluk Zain.
"Harusnya aku yang terimakasih, kamu milih aku dan memberikan kebahagian ini."ucap Zain, dia melepas pelukanya dan menatap wajah Zahra lekat.
"Aku akan selalu menjaga kalain berdua,"ucap Zain, Zahra tersenyum senang.
"Bagaimana dengan Rina?"tanya Zahra.
"Dia menderita gangguan jiwa dan masuk ke rumah sakit jiwa. Sudah tidak perlu di pikirkan. Sekarang kamu fokus sama anggota baru keluarga kita saja,"
Zahra mengangguk mengerti, Zain menangkup pipi Zahra dengan lembut memandang mata Zahra lekat-lekat. Zain mendekatkan wajahnya dan seketika bibir mereka menyatu, Zain mengeucup bibir Zahra dengan lembut. Setelah itu melepasnya dan memeluknya dengan erat.
Baginya sebuah keluarga seperti ini saja, sederhana dan hangat. Tempat yang di jadikannya pulang setelah kerja dan tujuan untuk bekerja yaitu sebuah keluarga.
"Zain, apa kamu bahagia dengan pernikaan kita?"tanya Zahra.
"Tentu saja, aku sangat bahagia."
"Kenapa?"
"Karena Cinta, cinta yang tumbuh saat aku melihat kamu pertama kalinya. Cinta yang tumbuh saat melihat senyuman kamu. Karena Cinta sudah cukup untuk membuatku bahagia."ucap Zain lalu mengecup kening Zahra cukup lama.
***
TAMAT
😝😝😝
Kalau mau extra part?
Aku tunggu komenannya ya 😆Terima kasih sudah membaca "Because Love"
Atau sekedar mampirBaca karyaku yang lainnya
🌾🌾9 Juni 2019🌾🌾
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Love [END]
Romance❌WARNING❌ Hanya cerita sederhana, yang mungkin ditulis banyak author 🌾Dilarang plagiat cerita ini, awas dosa. 🌾Cerita asli dari pemikiran sendiri. Zahra Chanissa, saat dia lebih memprioritaskan karirnya, pacar yang dia sayangi dan sudah mengisi p...