Rasanya, Dafi seperti disambar petir ketika mendengar kabar bahwa Aldrin kecelakaan dan sekarang sedang terbaring tak berdaya di rumah sakit yang sama dengan dirinya. Padahal, terakhir kali, ia sempat berbalas pesan dengan cowok itu. Lalu, setelah itu ponselnya memang tidak aktif lagi.
Dafi tidak pernah tahu alasannya untuk beberapa hari ini Aldrin tidak pernah aktif dan tidak pernah mengunjunginya. Saat Dafi bertanya pada Rasya pun, cowok itu juga tidak menjawab. Hingga ia mengetahui semuanya dari Bunda. Mulai dari kondisi terakhir Aldrin, sampai kabar bahwa dirinya sudah mendapat donor jantung yang cocok.
Tapi, begitu mendengar bahwa pendonornya adalah sahabatnya sendiri, Dafi sontak membeku. Berbagai macam penolakan terjadi pada tubuhnya. Senyum tidak terlukis di bibirnya sedikit pun, meski kabar itu seharusnya menjadi kabar yang membahagiakan untuknya.
Jantung yang cocok untuk tubuhnya memang selalu Dafi tunggu. Tapi, bukan jantung sahabatnya sendiri. Ia tidak mungkin mengambilnya. Meski kehidupan normal adalah balasannya, Dafi tidak pernah tega.
Ketika ia memasuki ruangan tempat Aldrin dirawat, Dafi tidak bisa berkata-kata lagi. Manik matanya tampak tergenang oleh air mata, hingga kakinya yang terasa begitu lemas. Sampai-sampai, Rasya yang berada di sebelahnya, harus memapahnya.
"Al-drin," gumam Dafi lirih. Kepalanya menggeleng perlahan. "Gue kira, gue cuma mimpi pas dengar kabar kalau lo kecelakaan. Kok ... bisa, sih?"
"Kecelakaan beruntun, Daf. Mobil di depannya nabrak mobil di perempatan jalan dekat kampus gue. Aldrin kayaknya lagi nggak konsentrasi, sampai dia ikut nabrak mobil itu. Setelahnya, ada truk dari kanan jalan yang langsung nabrak mobilnya." Rasya menimpali. Ia mengusap punggung Dafi perlahan.
Napas Dafi mulai terengah. Ia memejamkan matanya dengan tubuh yang hampir limbung. Kepalanya tertunduk dalam, sementara kedua tangannya menyangga tubuhnya sendiri.
"Daf, balik ke kamar, ya. Kondisi lo masih nggak stabil gini. Jangan bandel dulu," ajak Rasya. Lengannya melingkari punggung Dafi, lalu diusapnya lengan cowok itu.
"Kak ...." Dafi memanggil. "Kenapa pendonor untuk gue malah dari sahabat gue sendiri?"
"Kita nggak pernah tahu takdir apa yang udah digarisin Tuhan, Daf. Kalau emang Tuhan udah menentukan kalau Aldrin jadi pendonor buat lo, mau gimana?" jawab Rasya. Dibantunya Dafi untuk kembali ke kamarnya. Suara isakan terdengar, membuat Rasya tanpa sadar ikut merasa sedih.
Rasya sendiri juga tidak paham kenapa harus Aldrin. Masih banyak orang lain yang mau mendonorkan organnya, dan memiliki kecocokan untuk Dafi. Dirinya adalah salah satunya.
"Keluarganya udah setuju, Kak?" Dafi kembali bertanya ketika ia memasuki kamar rawatnya. Perlahan, ia berjalan menuju bed-nya, kemudian dengan bantuan Rasya, Dafi duduk di atasnya dan mulai berbaring.
Rasya menggeleng pelan. "Ayah lagi ngusahain," balasnya. Dinaikkannya selimut hingga sebatas dada Dafi. "Lo sabar, ya. Nggak lama lagi, mungkin lo akan bisa hidup normal kayak anak lainnya."
"Tapi, gue nggak mau, Kak." Dafi menolak. Air mata tampak menggenangi sudut matanya, hingga akhirnya mengalir begitu saja. "Gue nggak mau ngambil jantung sahabat gue sendiri. Aldrin pasti bisa bangun. Gue nggak apa punya kondisi kayak gini, asal gue nggak ngambil hak hidup orang lain."
"Daf, kemungkinan Aldrin buat bangun itu kecil banget." Rasya menarik napas panjang. Ditepuknya puncak kepala Dafi. "Dan Aldrin sendiri yang mendaftarkan dirinya sebagai pendonor. Dia juga pengin lo sembuh, Daf."
Dafi menggeleng cepat. Kedua matanya terpejam. "Gue nggak bisa ..." bisiknya. Ia meraih tangan Rasya dan menggenggamnya dengan erat. Benar-benar erat.
"Tolong kasih tahu Ayah, Kak, gue nggak mau ngelakuin operasi ini." Kedua maniknya yang basah itu menatap Rasya penuh harap. "Gue mohon. Aldrin pasti masih bisa bangun."
●under the stars●
A/n
Hari ini lebaran. Akhirnya. Aku mau minta maaf atas segala yang udah aku lakuin. Mungkin, ada hal buruk yang udah ngebuat kamu marah atau sakit hati, aku mau minta maaf. Jangan lupa maafin dan kirim thr buat aku. Hehe.
WKWKWKWKWKWK
KAMU SEDANG MEMBACA
Under the Stars
General FictionDafi pernah berharap ia diberikan kesempatan sekali lagi. Lalu, Tuhan mengabulkannya. ***** What if .... Note: Tidak terikat pada cerita lainnya.