Bagian 33

2.9K 357 24
                                    

"Yo, apa kabar?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yo, apa kabar?"

Dafi tersenyum lebar. "Bukannya seharusnya gue yang nanya gitu?" Dafi berujar. Kedua tungkainya menghampiri Aldrin yang masih terbaring di atas bed. "Gila, keadaan lo menyedihkan juga, Drin."

Aldrin tertawa pelan, benar-benar pelan. Sesekali ia meringis karena salah satu sisi tubuhnya harus dilubangi untuk dimasukkan selang. Namanya water seal drainage, suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada. Belum lagi, kedua tangan dan kedua kakinya cedera. Ditambah dengan kepalanya. Lengkap sudah.

"Lo pneumothorax?" tanya Dafi penasaran.

Aldrin menjentikkan jarinya. "Benar! Seratus buat Dafi!" balasnya heboh. Meski sesekali ia diam sejenak. Nyatanya, sisi tubuhnya yang dilubangi benar-benar terasa menyakitkan. "Ini pertama kalinya gue ngerasain tindakan invasif kayak gini. Gila, sakit juga. Lo pernah, Daf?"

"Penumothorax? Gue nggak aneh-aneh kayak lo, Drin," jawab Dafi asal. Tubuhnya ia dudukkan di kursi. "Boleh nggak kalau gue jadiin lo bahan percobaan? Ganti balutan WSD." Tangannya hendak meraih selang water sail drainage tersebut, tapi Aldrin seolah menghalanginya. Agak sulit karena kedua tangannya cedera.

"Ngaco! Lo belum punya surat tanda registrasi!" tolak Aldrin cepat.

"Jahatnya. Gue lulus, loh, pas ujian kemarin." Dafi berucap sambil memegang dadanya, seolah benar-benar tersakiti. "Ujian di lab, sih. Pake manekin."

Aldrin bergidik ngeri. Tangannya mencoba mendorong tubuh Dafi, berusaha untuk menjauhkannya dari selang WSD yang masih terpasang di sisi tubuhnya, hingga ke paru-parunya. "Gue kangen bercanda sama lo, Daf. Tapi kalau lo mau jadiin gue bahan percobaan, gue nggak mau," cetus Aldrin.

Dafi tertawa pelan. Tidak lama, karena kemudian ia mendesah pelan. "Gue nggak bisa kangen sama lo," ucap Dafi, jujur, "lo selalu bikin gue sakit hati kalau lo udah ngomong."

"Oh, iya. Itu salah satu keahlian gue kayaknya." Aldrin mengedikkan bahunya acuh tak acuh. "Lo lihat, tangan gue kanan kiri patah, kaki gue juga. Jadi, gue bakal ngegunain mulut gue doang. Gue bakal berusaha nahan ucapan gue, gue janji."

Dafi menyipitkan matanya, tampak tidak percaya dengan ucapan Aldrin. Kalau dipikir-pikir, cowok bermanik hitam legam itu sudah berulang kali mengucapkan hal yang sama, namun tetap saja, Aldrin melakukannya. Mana bisa Dafi percaya dengan janji Aldrin?

"Hm, oke. Gue percaya," ujar Dafi pada akhirnya, "so, tujuan gue ke sini bukan cuma mau ngeliat kondisi lo yang menyedihkan. Karena gue udah liat pas lo belum sadar kemarin. Mati batang otak, eh? Hebat juga lo bisa sadar."

"Lo 'kan tahu kehebatan seorang Aldrinara itu gimana." Aldrin berusaha untuk menyombongkan dirinya sendiri. Tapi sayang, tubuhnya terlalu lemah. Rasanya menyakitkan. Sangat menyakitkan. "Oke, belum waktunya gue menyombongkan diri. Tunggu aja sebentar lagi. Kalau kondisi gue udah membaik, gue bakal mulai menebar kesombongan lagi."

Under the StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang