Kepingan Masa Lalu (2)

1.9K 188 5
                                    

"Bundaaa! Bunda, tolongin aku!"

Bunda yang awalnya sedang menunaikan salat asar langsung menolehkan kepalanya. Itu suara Rasya. Anaknya itu tiba-tiba berteriak meminta tolong, padahal seingat Bunda, ia sedang bermain di gazebo belakang rumah bersama Dafi.

Segera saja Bunda melepas mukenanya. Ia berlari menuju gazebo belakang. Detak jantungnya meningkat drastis, takut sesuatu yang buruk terjadi.

Benar saja, ketika Bunda sampai di gazebo, Bunda mendapati Rasya berjongkok di sebelah Dafi yang tergeletak di lantai. Kedua manik madunya terpejam erat. Pucat mewarnai wajahnya. Langsung saja, Bunda menghampiri Rasya dan Dafi. Ia ikut berjongkok di sebelah Rasya.

"Adek! Adek!" Bunda berteriak sambil menggoyangkan tubuh Dafi dengan kuat. Tidak ada respon sama sekali. Sang anak masih terus bergeming.

"Kak, panggil ambulans sekarang! Bilang ada code blue, terus kasih tahu alamatnya!"perintah Bunda cepat. Rasya yang mendengar itu langsung bangkit dan berlari ke dalam rumah. Dalam hati, Bunda sedikit bersyukur saat melihat Rasya yang langsung tanggap mematuhi perintah Bunda. Putranya yang satu itu memang sangat pintar.

Perlahan, Bunda menggeser tubuhnya. Ia memeriksa denyut nadi di leher Dafi. Tidak ada denyutan. Hal itu membuat Bunda makin panik. Segera saja Bunda melihat jalan napas Dafi. Tidak ada sumbatan sema sekali. Bunda membuka kancing baju Dafi satu persatu. Setelah baju Dafi terbuka sempurna, Bunda memulai kompresi pada dada Dafi.

Adek ... Adek ... tolong jangan begini, batin Bunda bersuara.

Pada hitungan ke lima puluh, ia mulai lelah. Napasnya terengah. Tapi, Bunda tidak bisa berhenti. Ini semua demi Dafi. Bunda tidak ingin kehilangan anak kesayangannya secepat ini.

Tidak menunggu waktu lama, suara sirine ambulans terdengar. Kemudian, langkah kecil Rasya terdengar cepat. Bunda tidak sekalipun menghentikan kompresinya, meski ingin rasanya Bunda duduk, memeluk lututnya sendiri, lalu menangis.

"Bunda, Bunda! Om-om ambulansnya lagi ke sini!" Suara Rasya terdengar, membuat Bunda mampu kembali bernapas. Meski masih takut, tapi ia yakin, Dafi akan mendapat penanganan secepat mungkin.

Bunda yakin, putranya itu pasti mampu untuk terus bertahan.

•••

Bunda takut.

Kini, ia duduk di kursi tunggu. Di pangkuan Bunda, Rasya sedang meminum susu vanilanya. Perlahan, Bunda melingkarkan kedua lengannya pada tubuh Rasya. Didekapnya sang putra dengan erat, hingga membuat anak berusia lima tahun itu menyernyit heran.

"Bunda kenapa?" Rasya menggeliat di dalam dekapan Bunda. "Bunda nangis, ya? Bunda jangan nangis."

Bunda menggeleng. Ia menenggelamkan wajahnya di leher Rasya. "Bunda takut, Sayang," lirih Bunda, "Bunda takut Adek ninggalin Bunda."

Rasya sebenarnya tidak pernah paham apa arti kehadiran dirinya dan Dafi bagi Bunda. Tapi, Rasya dapat merasakan kesedihan yang mendalam pada diri Bunda ketika melihat Dafi kembali ambruk karena penyakitnya. Karena respon yang ditunjukkan oleh Bunda, membuat Rasya ikut merasa takut.

Selama ini, Rasya sudah bersama dengan Dafi sejak di dalam kandungan. Meski setelah dilahirkan keduanya harus terpisah. Dafi harus dirawat lebih lama di NICU dibanding dirinya. Selebihnya, Rasya selalu hidup bersama Dafi. Bermain bersama, meski kadang berselisih paham.

"Adek nggak bakal ke mana-mana." Rasya mencetus. Bunda kembali mengangkat kepalanya. "Adek itu kuat, Bun. Adek nggak bakal ke mana-mana. Adek udah janji sama aku, kalau Adek nggak bakal ninggalin aku, Bunda, sama Ayah. Bunda nggak usah nangis, yah."

Bunda lantas tersenyum. Memang seharusnya Bunda tidak meneteskan air matanya di hadapan putranya. Ia harus bisa tetap kuat.

"Iya, Sayang," balas Bunda singkat.

"Nanti, kalau aku udah gede, aku mau nyembuhin Adek," cetus Rasya tiba-tiba. Ia mengangkat tangannya dengan kepala yang menengadah. Senyum sehangat mentari tampak di bibirnya. "Aku pengin bareng-bareng terus sama Adek."

Bunda kembali mendekap Rasya, lalu menggoyangkannya ke kanan dan ke kiri. Mendengar ucapan Rasya malah membuat Bunda gemas sendiri. Ucapannya sangat serius, Bunda jadi merasa bahwa suatu hari nanti, Rasya mampu untuk mewujudkan keinginannya.

"Bunda tunggu, ya, Nak."

•••

Ketika keadaan Dafi sudah membaik, ia langsung dipindahkan ke ruang rawat anak khusus jantung. Kedua matanya mengerjap, sebal sendiri karena tangannya tidak bisa digerakkannya dengan bebas karena ada jarum infus di punggung tangan kirinya. Dafi menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Bundaaa!" Dafi berteriak, yang langsung saja menciptakan kehebohan tersendiri di ruangan ini. "Bundaaa! Bundaaa! Siniii!"

Bunda yang awalnya sedang tidur di sofa langsung bangkit ketika mendengar teriakan sang putra. Wajah Bunda tampak panik. "Ada apa, Nak?" Bunda bertanya cepat.

"Tangan aku jangan diginiin, Bun!" Dafi ingin menarik infusnya sendiri, tapi tubuhnya juga terlalu lemah. "Lepasin! Lepasiiin!"

"Adek, sebentar aja, ya, Dek." Bunda berucap. Ia menahan pergerakan tubuh Dafi. Dikhawatirkan, keadaannya yang baru saja membaik malah kembali memburuk.

"Sakit, Bunda ...." Dafi mulai terisak. Tangannya terangkat, berusaha memeluk Bunda. "Bundaaa, sakit ...."

Hati Bunda seolah teriris. Suara isakan Dafi yang terdengar lirih membuat Bunda seperti ikut merasakan rasa sakitnya. Bunda meraih tangan Dafi, lalu menggenggamnya dengan erat. Ia ingin memeluk anak itu, tapi ada banyak alat yang terpasang di tubuhnya.

"Maafin Bunda, ya, Sayang," lirih Bunda. Ia mengecup punggung tangan Dafi agak lama. "Maaf karena nggak melahirkan kamu dengan sempurna."

"Bunda, aku mau pulang," rengek Dafi sekali lagi.

Bunda mengusap surai kecokelatan Dafi. Senyum menenangkannya terbit. "Sabar sebentar, ya, Sayang. Nggak lama lagi, Bunda bakal bawa Adek pulang. Sampai keadaan Adek membaik, ya, Dek."

Suara Bunda menenangkan, membuat perlahan-lahan rengekan Dafi menyurut. Manik mata bulatnya yang berkaca-kaca tampak menatap Bunda dalam-dalam.

"Janji, ya."

"Iya, Bunda janji."

☆☆☆

A/n

Baru sampai rumah setelah dari TMII buat gladi resik acara besok dan muter-muter di tengah kegelapan TMII buat nyari jalan. Jadi, sori kalau ga optimal, Guys :")

Hope you guys like it!

Under the StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang