♛❸DP: 8|Lost and Sorry

1.9K 271 7
                                    

Secercah cahaya menembus transparansi gorden yang menjuntai jendela. Seiring naiknya sang surya, sebanyak itu pula rasa terik yang diajaknya, sehingga hal tersebut mampu membuat sesosok lelaki yang tadinya masih terkapar tak sadar di sofa, menggeliat pelan. Kelopak matanya bergerak, memicing berusaha membuat si kembar terbuka, meski agak kesulitan lantaran retinanya yang beradaptasi dengan terpaan terang cahaya matahari.

Semakin banyak kesadaran yang terkumpul, sebanyak itu pula Sean merasakan hantaman yang berdenyut di kepala. Membuat bibir pria yang masih terbaring itu meringis. Ternyata ia betulan mabuk parah semalam.

Sean memijat pelipisnya sendiri. Memejamkan mata, dan secara tidak sengaja ia mendapati potongan-potongan ingatan soal yang semalam. Tidak terlalu tersusun dan jelas, namun Sean mampu meyakini satu hal jika ia melihat Valerie menangis. Masalah kalung, ciuman, ah dan pertengkarannya dengan Daniel. Oh tidak, sepertinya Sean harus minta maaf.

Tubuhnya bergerak, perlahan-lahan bangun dan bangkit. Tanpa alas kaki, Sean berjalan menaiki tangga. Ia harus bertemu dan meminta maaf pada gadis yang mungkin saja sakit hati akibat perbuatannya nan mungkin secara sadar atau tidak.

"Valerie?"

Ia berhasil membuka kamar Valerie, namun Sean tak menemukan keberadaan empunya di dalam. Tungkai panjangnya lalu bergerak ke kamar mandi, dengan bibir yang terus-terusan menyerukan nama si pemilik kamar. Harapan akan segera menemukan, tapi tidak juga.

Kamar, taman, dan sekarang Sean berada di dapur. Dilihatnya kalung yang semalam ia pasang di leher gadis itu tergeletak di meja makan. Memorian lancang ketika ia kembali mencuri ciuman Valerie lagi, membuat dada Sean berdenyut, apalagi mengingat bagaimana reaksi sedih Valerie akibat tindakannya. Ya Tuhan, harusnya ia tak tumbang semalam.

Merasakan penyesalan, Sean disadarkan oleh kedatangan seorang lagi ke arah dapur. Masih dengan tampang baru bangun tidur, Daniel membuka kulkas. Sean juga ingat bagaimana Daniel yang bahkan lebih binal semalam, baik ucapan maupun tindakannya. Buku kuku-kukunya memutih, dengan penuh amarah, Sean berjalan ke arah sang adik, menarik kerah baju Daniel dari belakang.

"Mana Valerie?"

Melepaskan tangan Sean dengan kasar, Daniel memperbaiki tampang dan penampilannya. "Valerie? Ya mana aku tahu!"

Gelagatnya, tak ada penyesalan yang terlampir di wajah Daniel setelah apa yang ia lakukan semalam. Membuat Sean semakin geram, sehingga menarik kerah kemeja Daniel sekali lagi, namun kali ini di bagian depan. Harusnya Daniel menyesal karena sudah menyakiti perasaan Valerie.

"Kamu biang masalah! Valerie tak ada di rumah! Dia pergi karena kamu, Bajingan!"

Paling anti baginya bila ia dibentak apalagi dikatai dengan umpatan. Amarah Daniel tersulut ketika Sean berteriak. Tanpa mau kalah, didorongnya tubuh sang kakak dengan kekuatan yang tak main-main.

"Di mana masalahmu?! Kenapa kau jadi menyalahkanku?!"

Amarah Sean makin memuncak. "Semalam kamu merendahkannya, Sialan!"

"Hei! Kau yang lebih membuatnya merasa rendah!" bela Daniel tak ingin kalah.

Di pikiran Sean, perbuatan Daniel yang berusaha memaksa Valerie untuk mengikuti nafsunya adalah hal yang sangat salah. Sedangkan di pikiran Daniel, ketika Sean mencium Valerie adalah hal yang tidak terlupakan. Mereka saling menuduh dengan tegangan emosi yang meningkat. Berteriak seolah tak memiliki volume suara yang rendah untuk menyelesaikan masalah ini.

3 Devil Prince (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang