♛❸DP: 16|Problem

1K 169 9
                                    

Sejak semalam kecanggungan meningkat di rumah Reagan. Sepertinya hanya Adit yang dapat berbicara leluasa. Namun ia juga tak ingin bicara banyak, masih cukup kecewa dengan sikap kedua adiknya.

Meski begitu, kegiatan rutin seperti sarapan, makan siang tetap dilakoni bersama. Kini mereka berempat sudah ada di dapur untuk makan siang. hari ini Adit tidak masuk kantor karena takut ada kejadian aneh lagi.

Masih dalam suasana canggung, Daniel dan Sean hanya mampu menatap Valerie yang kini berdiri di samping Adit. Gadis itu tengah mengambilkan makanan.

Setelah Valerie selesai dengan Adit, ia tak ada niatan untuk melirik ke arah Sean ataupun Daniel. Selepasnya tanpa pamit, ia beranjak dari sana. Adit tak masalah untuk itu, dia paham.

Entah ada apa, tiba-tiba saja Valerie menatap ke arah Sean dulu sebelum pergi. Sean yang sudah menatapnya dari tadi, otomatis membuat pandangan mereka bertemu. Sean dapat melihat raut luka yang sangat kental di wajah gadis itu, dan Sean sadar betul bahwa ia adalah penyebabnya.

"Valerie..." Sean berseru saat Valerie hendak berbalik.

Valerie bergeming, ia akan melanjutkan jalannya lagi.

Sean ikut berdiri dan bergegas untuk menyusul. Ia menahan tangan Valerie agar gadis itu tak pergi, "Saya ingin bicara."

"Lepas!" Valerie benar-benar tak ingin bicara apapun untuk saat ini, terutama dengan Sean.

"Saya mohon..." lirih pria itu merasa sakit. Ia terluka jika begini, "sebentar saja." kali ini tangan Sean lebih kuat menarik pergelangan tangan Valerie.

"Saya tidak mau!" tolak Valerie lagi mencoba melepaskan.

Valerie tak ingin terjerat kembali akan rasa sakit karena harapan. Ia harus berusaha menghapus perasaannya terhadap Sean, dan hal tersebut akan terjadi bila Valerie mengurangi interaksi dengan laki-laki itu. Sakit sebenarnya, namun ini yang paling tepat.

Hubungan yang mereka jalani hanya akan menjadi jarum tenun yang menusuk. Sean tak mencintainya, sebagaimana harapan besar yang Valerie usung selama ini. Pria itu hanya menjadikannya mainan.

"Sean sakit!"

"Sean, berhenti!!" Adit berujar tegas. Ia ikut berdiri, lalu melepaskan tangan Sean dari tangan Valerie dengan kasar. Dirasa cukup untuk memberikan kedua adiknya waktu menyakiti Valerie lagi.

Setelah dibantu Adit untuk melepaskan cekalan kuat oleh tangan Sean, Valerie berlari dari dapur. Ia ingin segera memasuki kamarnya, mengunci diri di dalam.

"Valerie."

Rupanya Sean tak menyerah. Ia juga ikut mengejar Valerie. Rasanya Sean benar-benar perlu waktu untuk menjelaskan sesuatu nan membuat kekasihnya marah.

Valerie mencoba menutup pintu, namun Sean menahannya. Alhasil keduanya saling memaksakan kehendak masing-masing. Tentu Valerie kalah kuat. Tanpa minta izin, Sean sudah ikut masuk ke dalam.

"Valerie, tolong dengarkan saya."

Valerie berusaha tak menghiraukan Sean yang ingin bicara dengannya. Ia berjalan ke arah lemari lalu mengambil koper.

"Valerie, dengarkan saya!" Sean masih tak ingin menyerah agar dapat bicara dengan gadis itu.

"Saya ingin berhenti menjadi orang bodoh, Sean!" bentak Valerie kasar, ia kembali melanjutkan pergerakannya.

"Semua tak seperti yang kamu pikirkan." Sean terus mengikuti langkah Valerie.

Valerie mencoba abai. Ia memasukkan barang-barangnya ke dalam koper dengan buru-buru.

3 Devil Prince (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang