Bagian 2

6.9K 932 62
                                    

.

.

.

.

"Jadi kapan?"

Gerakkan tangan hendak menyuapi sushi diapit dua sumpit terhenti. Lee Jeno meletakkan sumpitnya kembali dan menatap datar lawan bicaranya. Pertanyaan ini mungkin sudah keseribu kalinya dia dengar. Jeno mengambil gelas berisikan red wine-Pinot Noir- dia menyesapnya mengabaikan tatapan penasaran yang diberikan temannya.

"Jangan mengacuhkanku begitu, aku hanya menyampaikan apa yang ibumu tanyakan padaku. Aku sangat heran, kau yang berkencan tapi dia selalu menanyakan kapan kau menikah padaku" Teman Jeno itu hanya bisa menghela nafas, Jeno teresenyum dangkal disela-sela menyesap wine.

"Dia selalu menanyakan hal itu tapi dia juga sibuk menjodohkanku sana-sini dan mengabaikan perasaan Renjun" Kata Jeno sembari meletakkan kembali gelasnya.

"Maka nikahi Renjun, toh kalian sudah hampir empat tahun berkencan" 

Jeno menatap teman didepannya.

"Padahal kau sudah jelas tau tidak akan semudah itu" 

Haechan membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu tapi dia mengurungkan dan memilih menyuapkan sushi ke dalam mulutnya.

"Aku hanya ingin terlihat memberikanmu solusi" kata Haechan dengan wajah tanpa dosanya.

.

.

.

"Maka nikahi Renjun, toh kalian sudah hampir empat tahun berkencan" 

Walau Jeno terlihat tidak begitu peduli dengan apa yang Haechan katakan tapi perkataan sahabatnya itu benar-benar terngiang-ngiang di kepalanya. Dia dan Huang Renjun memang sudah berekencan hampir empat tahun. Tapi jauh sebelum itu Jeno dan Renjun sudah saling mengenal dari sejak kecil. Renjun sangat mengenal baik Jeno bahkan sampai ke akar-akarnya begitu juga Jeno. Dan itu mungkin alasan Jeno meminta  Renjun berkencan dengannya karena mereka berdua sudah saling memahami. Mereka sudah begitu nyaman dengan kehadiran masing-masing.

Bukankah kata orang cinta hadir karena terbiasa?.

Tunggu!

Jeno menegakkan tubuhnya.

"Cinta ya?" guman Jeno.

Cintakah dia kepada Renjun?

Tok

Tok

Lamunan Jeno buyar ketika mendnegar suara ketukan pada pintu ruangannya.

"Masuk"

Ceklek

Senyum Jeno mengembang melihat siapa yang muncul.

"Apakah aku mengganggumu... Daepyonim?" tanya orang yang baru saja masuk ke ruangan kerja Jeno.

"Jam kerja kantor sudah berakhir bagaimana bisa kau menggangguku Huang-bujang?" 

Renjun tersenyum dan berjalan memutari meja Jeno. Dia berdiri didekat kursi Jeno.

"Lalu mengapa kau masih disini? hmm?" tanya Renjun, Jeno menarik tangan Renjun dan menyebabkan Renjun jatuh kedalam pangkuannya. Jeno melingkarkan tangannya ke tubuh mungil Renjun, memeluk erat kekasihnya.

"Karena sedang ingin saja" Jeno menjawab asal tapi itu kenyataannya.

Renjun balas memeluk tubuh Jeno.

"pasti masalah ibumu lagi ya?" Tanya Renjun.

Jeno tidak menjawab.

Renjun benar-benar mengenalnya sangat baik.

.

.

.

"Makanya aku bilang segeralah menikah... Tau rasa kan dicecar kapan kawin terus" 

Seorang pria yang baru memutuskan panggilan teleponnya menatap nyalang pada perempuan yang tengah menyantap mienya.

"Apa? makanya berhenti mencoba memikat wanita orang wajahmu itu cantik. Cocoknya yang kau pikat itu om-om kesepian berdompet tebal"

"Ya-ya! Aku tampan! cantik darimananya?"

"Kata yang lebih cantik daripada diriku"

"Kau kurang ajar sekali sih Jeon Somi!"

Jeon Somi mencibirkan bibirnya, itu memang kenyataannya sahabat prianya ini benar-benar  memiliki wajah cantik dan manis secara bersamaan. Jika dibandingkan dirinya persentase sahabatnya itu didekati pria-pria lain jauh lebih unggul. Entah sahabatnya itu sadar atau tidak banyak laki-laki yang jatuh dalam pesonanya.

"daripada itu kau kemanakan payungku Na Jaemin?" 

Jaemin yang menyantap mienya hampir tesedak mendengar pertanyaan Somi.

"Ada di apartementku" Jawab Jaemin.

"Padahal dulu aku membelinya kau hina-hina sekarang malah meminjam tanpa izin" Omel Somi.

Jaemin memutar kedua bola matanya bosan.

"Aku kemarin meminjamnya karena harus mengantar seorang pria masuk kedalam mobilnya" 

"Tunggu! aku masih kesal pada pria itu! benar-benar tidak tau terima kasih!" sungut Jaemin dia tidak menyadari Somi mengerutkan keningnya menatapnya curiga.

"Seorang pria?" Tanya Somi, Jaemin mengangguk.

"Apakah dia tampan?" Tanya Somi lagi, Jaemin kembali mengangguk.

"Tapi dia menyebalkan" gerutu Jaemin.

"Sejak kapan kau menjad begitui baik hati terhadap pria Na Jaemin?" Jaemin mendongakkan kepalanya menatap Somi.

Somi menggelengkan-gelengkan kepalanya.

"Memang ya ada dua tipe pria tampan didunia kalau tidak sudah memiliki pasangan ya belok"

"Heeii aku normal! kau lupa bahkan mimpi basah pertamaku itu denganmu!"

Dhuak

Jeon Somi memukul kepala Jaemin dengan buku menu didekatnya. Pipinya memerah.

"Dasar bodoh!" Rutuk Somi.

Blue HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang