Bagian 8

6.5K 838 139
                                    

.

.

.

.

Sebenarnya dulu hubungan ibu dari Jeno dan Renjun bisa dibilang baik walau tak begitu banyak interaksi keduanya. Tapi, semua itu berubah saat Jeno memutuskan mengencani Renjun. Dia jadi sangat memusuhi Renjun, membuat pria berparas cantik itu berada didalam kondisi yang sulit. Berbagai cara dicoba untuk memenangkan hati beliau, namun sayang semuanya sia-sia.

Tapi, malam ini Renjun optimis dia akan berhasil benar-benar meluluhkan hati calon ibu mertua. Makanya dia ingin persiapan makan malam ini harus sesempurna mungkin. Dan Renjun berinisiatif memasak sendiri makanan yang akan disajikan. Jadi begitu selesai pulang kerja dia singgah sebentar di supermarket.

"Um... Ketua sangat menyukai panekuk. Jadi aku akan membuatkanya, kau berdo'a saja ketua menyukainya.... Ya sudah kau kembalilah bekerja... Yang semangat Haechannie" Renjun memutuskan panggilan teleponnya dengan Haechan. 

Memastikan ponselnya sudah aman masuk dalam saku celananya. Renjun kembali berjalan sembari mendorong trolinya. Sesekali matanya mengawasi deretan bahan-bahan makanan yang ada didepan mata. 

Setelah hampir sejam berkeliling supermarket dan keranjangnya hampir penuh, Renjun memutuskan untuk segera bergegas ke kasir. Dia mengantri di kasir yang penuh dengan orang. Bosan menunggu antriannya Renjun memainkan kembali ponselnya. 

"ASTAGA!" Renjun menepuk jidatnya.

Gara-gara membuka pesan Haechan yang ingin ditraktir minum-minum, Renjun jadi teringat belum membeli rum. Hampir saja dia lupa membelinya. Renjun mengamati sekelilingnya, lalu beralih pada trolinya. Jika dia membawa serta trolinya maka Renjun akan kembali dari awal mengantri. 

Terpaksa Renjun meminta bantuan pada bibi baik hati yang mengantri dibelakangnya untuk menitip trolinya sementara dirinya berlari mencari rum.

"Ah itu dia!" Renjun tersenyum senang menemukan banyaknya botol rum yang berjejer.

Tangannya terulur menggapai botol rum.

Slasshhh

Ternyata dia tak bisa menggapainya.

"Astaga mengapa raknya tinggi sekali?" Renjun mengomel, dia mendesah sebelum berjinjit lebih untuk menjadi lebih tinggi.

"Bukannya yang rak tinggi tapi kaunya saja yang pendek" Suara nan berat terdengar tiba-tiba dari balik punggungnya dan botol rum yang ingin diambilnya tiba-tiba saja sudah tidak ada.

Renjun sangat terkejut, berbalik dengan cepat. Berniat mengomel, tidak tahukah Renjun paling tidak suka di sebut pendek.

"KAU MENGHIN-"

Deg

Mungkin karena dirinya tiba-tiba berbalik, begitu berbalik. Dia langsung bertemu pandang dengan orang yang menghinanya.

Ya Tuhan!

Demi apapun wajah keduanya terlalu dekat!

"Cinta itu karena terbiasa, tidak ada namanya cinta pada pandangan pertama itu hanya terjadi pada drama-drama" Renjun dulu masih ingat saat mengolok-olok Haechan yang mengaku jatuh cinta pada Mark. Padahal dia hanya sekali melihatnya!.

"Kau belum terkena karma saja. Nanti sewaktu mengalaminya baru tahu rasa!" 

"Amin" 

Manik mata Renjun terpaku...

Bibirnya seketika kelu...

Tubuhnya mendadak kaku...

Dan waktu serasa berhenti berlalu...

Orang yang dihadapan Renjun menatapnya dengan pandangan bingung.

"Hey!" Orang tersebut melambaikan tangannya kedepan wajah Renjun.

"Ah!" Renjun tersentak.

"Kau kenapa?" Orang tersebut bertanya, Renjun tidak melewatkan ada nada kekhawatiran yang terselip yang terdengar. 

Wajah Renjun memerah, dia dengan cepat mengalihkan pandangannya.

"Tidak apa-apa" Renjun menjawab ketus.

Orang tersebut mengangkat alisnya, dia mengangkat bahunya. Tangannya terulur, dalam genggamannya ada rum yang ingin diambil Renjun tadi.

"Ini, kau ingin mengambil ini kan?" 

Renjun cepat-cepat mengambil rum tersebut.

"Terima kasih" Ucapnya sebelum mengambil langkah seribum berlari meninggalkan orang yang membantunya mengambil rum terheran-heran melihatnya.

"Dasar aneh" Guman orang tersebut.

Sementara itu Renjun berlari kencang, dia berhenti ketika sudah mendekati kasir.

Renjun menyentuh dadanya. 

Itu berdebar dengan sangat kencang!

"Ini pasti karena berlari! Iya ini pasti karena berlari" Renjun mencoba menenangkan dirinya sebelum buru-buru mendekati trolinya.

.

.

Tak

"Aw!" Jaemin melotot marah pada Somi yang seenak jidatnya memukul kepalanya dengan tas Gucci miliknya.

"Wuh ternyata senikmat itu memukul kepala orang pakai tas mahal. Pantas ibu suka melakukannya padaku" Somi malah terpesona akan tasnya yang sehabis memukul kepala Jaemin.

TAKKK

"AW! SAKIT BRENGSEK JAEM!" Gantian Somi yang marah, bagaimana tidak Jaemin memukulnya dengan botol minuman yang masih tersegel.

Jaemin tergelak.

"Sorry-sorry, memukul kepala orang bodoh rupanya seenak itu. Aku jadi paham mengapa ibumu suka melakukannya padamu" Jaemin menjulurkan lidahnya, mengejek Somi.

"B*tch!" Somi memasang wajah kesalnya.

Jaemin memutar kedua bola matanya, dia segera memasang selt belt.

"Mengapa lama sekali sih? Kau tidak tahu apa? Tuan putrimu ini hampir mati dehidrasi"

Somi mengambil botol minuman yang dibelikan Jaemin untuknya. Tadi saat di mall yang ada di matanya hanya gaun, gaun, gaun dan gaun. Barulah di tengah jalan dia merasa kehausan.

"Antriannya panjang sekali, kalau tahu tadi kita beli di cafe saja" Jelas Jaemin sembari mulai perlahan mengemudikan mobilnya keluar dari parkiran supermarket tempatnya membeli minuman untuk Somi.

"Benarkah? Kau tak sibuk menggoda gadis-gadis cantik secara acak bukan?" Somi memicingkan matanya. Jaemin ini playboy dulunya, semua orang kalau bisa dia goda maka dia goda. 

"Tidak, aku malah tadi membantu se-" Jaemin mengatupkan mulutnya.

"Tuh kan" Somi memukul dada Jaemin.

"Jaem! Kau itu gay menyerah sajalah menyebarkan jaring-jaring untuk menangkap para gadis" Gerutu Somi.

Jaemin hanya bisa diam, jika dia bilang dia membantu seorang pria tapi memiliki paras yang sangat cantik tapi aneh bisa-bisa kesenangan si Somi.

Tapi Jaemin merasa sangat familiar akan wajahnya.

"Aku seperti melihatnya, tapi dimana?" Gumannya sangat pelan.

Blue HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang