The Pretty Witch

8K 463 1
                                    

Violet Ballroom adalah salah satu dari berbagai ruangan yang disediakan di Grand Hall, gedung milik keluarga Kenny dan Patrick.

Tentu saja, Grand Hall bukan satu-satunya gedung yang dimiliki keluarga itu. Ada beberapa gedung lain yang dibuat sesuai dengan kebutuhan klien, seperti Bridge Hall yang ukurannya sedikit lebih kecil dibanding Grand Hall, biasanya dipakai buat acara ulang tahun pernikahan, sweet seventeen, dll.

Ada juga Dice Hall yang konsepnya lebih sederhana, biasanya digunakan untuk acara ulang tahun anak-anak, atau company gathering.

Untuk Grand Hall sendiri, gedung ini dibuat khusus untuk acara-acara super megah. Seperti yang sedang berlangsung saat ini.

Acara pernikahan yang sangat eksotis ini membuatku terpana. Aku tidak pernah membayangkan pernikahanku se-spektakuler ini. Kulihat pasangan pengantin yang sedang duduk di atas panggung yang terlihat lelah karena kegiatan sudah berlangsung sejak pagi. Tetapi mereka tetap terlihat bahagia. Siapa yang tidak bahagia saat mereka sudah menemukan pasangan hidupnya?

"Alice, jangan cuma melamun disitu. Bentar lagi sesi toast. Bantuin aku bawa gelas ke atas," seru Erika dengan nada ketus.

Sudah dua bulan aku bekerja sebagai anggota EO di Rainbow, dan hampir tiap minggu ada acara buat diorganisir. Dan selama dua bulan ini juga si Erika bersikap sinis padaku. Tebak gara-gara siapa?

Ya, ini semua gara-gara Kenny. Sejak kejadian dia mengantarku pulang, dimana dia bilang ingin berteman denganku, sampai sekarang dia tetap kekeuh berusaha mendekatkan diri padaku. Ada saja kegilaan yang dilakukannya demi mendapat perhatianku.

Misalnya, waktu dia tahu kalau aku suka warna ungu, dia sengaja memilihkan seragam jas berwarna ungu untukku. Itu biasa, bukan?

Yang tidak biasa adalah ketika dia memutuskan untuk memakai jas serupa. Padahal menurut perkataan Patrick, lelaki itu selalu memakai jas hitam ke setiap acara.

Waktu ditanya sama Patrick, kenapa dia tiba-tiba memakai warna ungu, dia dengan santainya menjawab. "Biar couple-an sama Alice."

Dan masih banyak kalimat-kalimat frontal yang diucapkannya, yang tentu saja tidak pernah kutanggapi. Tetapi meskipun tidak kutanggapi, Kenny tetap menjalankan aksinya. Aku tidak marah, karena kelakuannya masih di dalam batas wajar. Toh dia tidak menyentuhku, jadi dia tidak mengingkari janjinya dan aku tidak perlu berhenti. Lagipula aku sudah mulai menikmati pekerjaan ini.

Dia juga tidak pernah marah atau berteriak di depanku. Pernah sekali, aku telat datang ke meeting, dan dia hanya tersenyum ramah kemudian menyuruh aku duduk bergabung. Padahal kalau orang lain yang telat, dibentak-bentak dan dilarang mengikuti acara itu. Jadi dia tidak mendapat bayaran untuk acara itu, dan harus menunggu acara selanjutnya.

Hal ini tentu saja mengusik Erika, yang notabene tergila-gila pada Kenny. Karena itulah dia selalu bersikap sinis dan memojokkan aku. Karena dia menganggap aku sebagai saingan. Padahal aku sekalipun tidak pernah menanggapi, apalagi menempel-nempel pada Kenny seperti yang dilakukannya.

Setelah membawakan gelas ke atas panggung, dan sesi toast selesai dilangsungkan, aku mengambil gelas dari keluarga mempelai yang beberapa masih ada isinya, karena mereka hanya meneguk sedikit saja.

Aku turun dari panggung sambil membawa nampan berisi gelas, bersama Erika. Lalu saat tiba di tangga dasar, aku merasa badanku tersenggol dengan agak keras. Dalam sekejap, aku terjatuh bersamaan dengan gelas bawaanku yang langsung pecah ketika sampai di lantai.

"Duh gimana sih, kerja yang becus dong. Bawa gelas aja nggak bisa," cetus Erika sambil berjalan meninggalkanku.

Dasar nenek lampir! Udah jelas-jelas dia sengaja menyenggolku buat mempermalukan aku. Sekarang aku terduduk di lantai dengan kepingan kaca dan tumpahan wine di seluruh jasku. Ditambah hampir semua mata menatapku.

Colorful RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang