Resentment

6.6K 421 2
                                    

Sabtu sore. Sudah beberapa hari berlalu sejak aku pergi bersama Kenny senin kemarin. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi. Penyebabnya adalah aku sedang mengikuti ujian tengah semester. Semester kedua memang lebih berat untuk kami, lebih banyak bahan materi dan tugas proyek.

Karena itu aku meminta ijin pada Kenny untuk tidak mengikuti acara dalam minggu ini maupun minggu depan sampai ujianku berakhir.

Lagipula acara-acara dalam minggu ke depan hanya acara sederhana seperti ulang tahun anak-anak dan acara pernikahan sederhana, jadi tidak membutuhkan banyak kerja. Karena itulah Kenny mengijinkan aku untuk tidak mengikuti acara-acara itu karena dia mengerti aku harus serius belajar.

Meskipun aku mulai menikmati pekerjaan itu, dan bayarannya juga lumayan tinggi, tapi tujuan awalku adalah untuk belajar dan lulus kuliah. Jadi aku harus tetap mengutamakan nilaiku.

Di samping itu, ini juga alasan bagus bagiku untuk menghindari Patrick dan Meli. Kenapa? Karena Patrick terus-terusan berusaha mengajakku bicara berdua karena katanya kita harus membahas masalah ini, dan Meli... Meli tidak berbuat apa-apa. Tapi aku hanya tidak bisa berada di dekatnya tanpa merasa bersalah karena telah menyembunyikan hal ini padanya.

Karena itu aku selalu beralasan mau belajar dan mengurung diri dalam kamar, menon-aktifkan ponselku, dan belajar terus-menerus.

Tapi sekarang aku sedang dilanda kebosanan. Aku sudah belajar sejak pagi dan aku sudah menguasai semua materi untuk ujian hari senin. Aku tidak tahu harus berbuat apa.

Gina juga sedang pergi kencan dengan cowok bernama Dio, cowok ganteng yang dikenalnya dari kegiatan ekskul basket yang diikutinya.

Tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku segera meraih dan membaca nama yang tertara di layar. Meli.

Apa aku harus mengangkatnya? Atau kubiarkan saja?

Akhirnya aku mendekatkan ponsel ke telingaku. "Halo, Mel?"

"Alice, lo lagi ngapain?" tanya suara di ujung sana.

"Nggak ngapa-ngapain nih, bosenn.. Lo ngapain Mel?" Aku membalikkan badanku lalu menopang dagu di atas kasur.

Meli bergumam singkat, lalu menjawab. "Gue hari ini ada kerjaan jadi pager ayu. Lo mau ikut?"

Alisku terangkat. Hmm, bisa juga tuh.

"Kebetulan lagi kurang nih yang mau jadi pager ayu, pada sibuk belajar semua."

"Lah elo nggak belajar?" tanyaku.

"Ha? Apa tu?" Meli pura-pura tidak mengerti. "Hahaha. Lagian gue bisa belajar besok kok, besok kan hari minggu."

Aku berpikir sejenak. Aku ingin sih, tapi itu berarti aku harus bertemu Patrick. Dan tidak lupa Kenny.

Kenny? Memangnya kenapa kalau aku bertemu dengan dia?

"Lo mau belajar ya, Lice?" tanya Meli lagi.

"Nggak kok, gue malah udah selesai belajar dari tadi," sahutku.

"Berarti lo mau ikut?"

"Hmm, iya deh. Lagian gue juga nganggur kok."

"Oke deh, nanti gue bilangin ke Patrick. Ntar dijemput Patrick jam lima ya."

Aku menelan ludah. "Lo nggak dijemput, Mel?"

"Lah iya, tapi kan pasti jemput lo dulu biar ga muter-muter. Biasanya juga kayak gitu kan. Gimana sih lo ini?"

Aku tertawa kecil. Namun dalam hatiku ada sedikit rasa panik. Aku tidak siap untuk harus berduaan dengan Patrick. Apa yang akan dikatakannya? Dan apa yang harus kukatakan?

Colorful RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang