Give It A Shot

6.7K 394 0
                                    

Aku melirik Kenny disampingku. Sejak tadi ia menyetir sambil senyum-senyum tidak jelas. Aku sampai sebal melihatnya.

"Jangan besar kepala ya, saya minta diantar sama kamu soalnya saya lagi ada masalah sama adik kamu," ujarku datar.

Kenny hanya menggumam sambil tetap tersenyum. Apa yang dipikirkan oleh lelaki itu?

Tiba-tiba aku sadar kalau aku sudah masuk kandang singa. Aku dengan bodohnya mengatakan kalau ingin diantar oleh Kenny yang tidak begitu kukenal, hanya karena tidak ingin satu mobil dengan Patrick. Wanita macam apa aku ini?

Aku teringat kata-kata Patrick tadi.

"Yang harus kamu jauhin itu dia, bukan aku."

Aku menggeleng pelan, berusaha menghilangkan pikiran tentang perkataan Patrick. Pikiran itu hanya meluapkan emosiku.

"Memangnya kamu ada masalah apa sama Patrick?"

Aku menoleh sekilas, lalu menghela napas. Aku malas menceritakan masalah ini padanya, terlebih lagi karena dialah penyebab kami bertengkar. "Nggak kenapa-kenapa."

"Dia marah karena aku mendekatimu?"

Mataku melebar mendengar tebakan Kenny. "Kau tau dari mana?"

Kenny tertawa kecil. "Adikku memang sering begitu. Bukan cuma kamu yang dimarahin, aku juga biasanya ditegur. Katanya 'jangan sakiti temanku'."

"Terus?"

"Aku nggak pernah menghiraukannya," sahutnya tenang. "Terus kenapa kamu marah?" tanyanya lagi.

"Siapa bilang aku marah?"

"Kalau kamu nggak marah, nggak mungkin kamu naik mobilku dengan sukarela."

Ah iya, benar. Kenapa pria ini pintar sekali sih. "Bukan urusanmu," sahutku ketus. Kenny hanya tertawa melihatku.

Tiba-tiba ponsel Kenny berbunyi. Ia meraih ponselnya dari dalam saku, lalu setelah membaca nama yang tertera di layar, raut wajahnya berubah.

"Halo? Ada apa, Len?" sahutnya ketika ponselnya sudah menempel di telinga kanannya.

Aku mengangkat alis. Elena?

"Oh, besok? Nggak kok, aku nggak sibuk... Dekorasi ya... Baiklah, aku akan kesana besok. Oh? Jadi dimana? Oke kalo gitu... Dah."

Kenny memutus sambungan lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku. Sementara aku masih terus menatapnya, penasaran.

"Siapa?"

"Elena," jawabnya singkat.

"Kenapa?"

"Dia mau bahas tentang dekorasi. Terus katanya besok rumah mertuanya mau dipakai buat arisan, jadi dia minta ketemuan di restoran dekat rumahnya."

Aku manggut-manggut sambil menggumam pelan. "Hanya berdua?"

Alis Kenny terangkat. "Kamu cemburu?" tanyanya sambil melirikku dengan senyum usilnya.

Aku mendengus, lalu membuang muka. Sepertinya aku salah bertanya.

"Sepertinya sih begitu. Kau mau menemaniku?"

Aku menoleh cepat. Sebenarnya tidak terpikir sama sekali olehku bahwa aku ingin menemaninya. Tapi kenapa aku tidak menolak? Karena bukannya melihat tatapan Kenny yang usil dan menggoda, tetapi ia lagi-lagi menerawang.

Tanpa berkata apa-apa, aku bisa mengerti kalau pria itu tidak ingin atau tidak sanggup berduaan dengan mantan kekasihnya.

"Kau mau kutemani?"

Colorful RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang