Confession

7.1K 464 3
                                    

Suara klakson mobil Patrick terdengar dari luar. Aku mengamati pantulan diriku di cermin sekali lagi, memastikan aku sudah rapi. Aku memakai tanktop merah dengan kardigan biru tua dan celana pendek jeans. Aku mengambil tasku dan keluar dari kamar.

Setelah naik di mobil, Patrick menatapku dengan tatapan aneh. "Kenapa? Ada yang salah dengan gue?" tanyaku sambil menunduk menatap pakaianku.

Patrick mengerjap lalu menyalakan mesin. "Nggak pa-pa, lo cantik."

"Makasih, lo orang ke seratus dua puluh enam yang bilang kayak gitu," ujarku asal sambil mengibaskan rambutku ke belakang bahu.

Patrick tertawa keras. "Baru kali ini gue liat cewek yang nggak malu-malu kucing pas dipuji, tapi malah dienak-enakin."

"Gue sih apa adanya, kalo dibilangin cantik ya makasih, kalo dibilang jelek ya pasti gue suruh ke dokter mata tu orang."

Lagi-lagi Patrick tertawa mendengar candaanku. Sepanjang perjalanan kami banyak tertawa sambil bercanda.

Empat puluh menit kemudian, kami sampai di sebuah Mall dan setelah memarkirkan mobilnya, kami turun dan masuk ke dalam Department Store.

Aku baru menyadari kalau dia memakai kaos lengan panjang bergaris merah-hitam yang lengannya ditarik sampai sikunya dan celana coklat selutut. Dia terlihat tampan seperti biasanya.

"Lo udah tau mau beliin Kenny apa?" tanyaku pada Patrick yang berjalan di sampingku.

Patrick menggeleng. "Menurut lo enaknya gue kasih apa ya?"

Aku mengangkat bahu. "Meneketehe. Yang punya kakak kan elo, gue mana tau dia suka apa."

"Dia sih sukanya cewek."

Aku mendorong bahu Patrick pelan. Bukan itu maksudku, meskipun memang benar yang dikatakan adiknya itu. "Gimana kalo dasi? Gue liat selama ini di setiap acara dia selalu pake dasi itu-itu terus."

"Ah, itu... Dia emang sengaja nggak mau ganti-ganti dasi." Patrick tampak gugup.

Aku mengerutkan kening. "Kenapa?"

"Ceritanya panjang. Nanti aja gue ceritain. Sekarang bantuin gue dulu. Kayaknya gue beliin kemeja aja deh."

Kami berjalan menuju bagian kemeja pria. Setelah memilih-milih, Patrick tidak bisa memutuskan antara kemeja lengan pendek kotak-kotak putih-biru, dan kemeja lengan panjang merah polos. "Bagusan mana, Lice?"

Aku menimbang-nimbang, membayangkan yang mana lebih cocok dikenakan oleh Kenny. Pikiran itu tidak membantuku, karena sepertinya Kenny cocok memakai baju apapun dan tidak akan mengurangi kadar ketampanannya. Akhirnya aku memilih sesuai preferensiku.

"Kayaknya bagusan yang ini," ujarku sambil menunjuk kemeja lengan panjang merah tadi. Patrick mengangguk lalu menyerahkan pada pegawai toko untuk dibuatkan nota.

Setelah Patrick membayar di kasir, kami berjalan keluar dari Department Store itu. "Kita mampir disitu dulu yuk, gue haus nih," ajak Patrick sambil menunjuk outlet Starbucks di pojok Mall. Aku mengangguk mengiyakan, lalu berjalan ke tempat itu.

Langkahku terhenti ketika melihat sosok perempuan dengan dandanan menor dan pakaian minim berjalan dari arah yang berlawanan.

Oh, damn. Itu si nenek lampir Erika. Aku mendengus. Kenapa diantara semua orang, aku harus ketemu cewek ganas itu. Aku masih dendam karena kemarin dia sudah mempermalukanku didepan banyak orang.

Erika tampak kaget melihat aku dan Patrick. Alisnya terangkat. "Kalian... Pacaran?"

Ugh, you wish. Kalau aku pacaran sama Patrick pasti dia senang karena Kenny kembali jadi miliknya seorang. Meskipun sekarang, Kenny tetap miliknya, karena aku sama sekali tidak berminat untuk memilikinya. Atau milik semua cewek yang mengincarnya. Err, you know what I mean lah.

Colorful RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang