[03.03]

591 30 0
                                    

Aku berjalan di bawah terik matahari, memandang birunya langit. Dalam kesendirian anganku melayang, kembali ke sesi melukis bersama gadis yang kucintai. Kerinduan terhadap dirinya perlahan menyeruak keluar, terasa begitu menyesakkan.

Di tengah lalu-lalang area pertokoan, pandanganku terpaku pada seorang gadis. Rambutnya yang panjang terurai mengalun lembut dalam hembusan angin, berkilau kemerahan seperti rambut Kyra.

Aku tertawa getir.

Mendambakan kehadiran seseorang hingga mulai berkhayal...

Betapa menyedihkan!

"Tuan Kearn?"

Langkahku terhenti.

Sosok yang kulihat sesaat lalu kini berdiri di hadapanku, gadis yang tak lain adalah Kyra.

Untuk waktu yang lama, aku hanya terdiam, meredam gejolak rasa yang berkecamuk dalam kalbu.

"Halo~"

Gadis itu melambaikan tangan di depan wajahku.

Aku melangkah mundur, tertegun ketika menyadari penampilannya sangat berbeda.

"Menantikan seseorang?" tanyaku.

Ia mengangguk pelan, memperlihatkan seulas senyum yang menyiratkan kepedihan.

"Kyra!"

Seorang pria dalam seragam koki datang menghampiriku dari ujung jalan.

Gadis itu kembali tersenyum; mata birunya berkilau penuh sukacita.

"Aku harus pergi," tandasnya.

"Sampai nanti!"

Kyra berjalan melewati diriku, menyambut pria yang tidak kukenal dengan keceriaan yang belum pernah kulihat. Saat mereka bercengkerama, detik-detik berlalu lambat, perlahan menggugah kegelisahan.

Terdapat perasaan mendalam di balik kedekatan mereka, samar namun begitu mengusik.

Ketika pria itu mendekap gadis yang kucintai, amarahku meluap, bergolak tak terkendali, membakar diriku.

Aku menggigit bibir, meredam angkara yang mengoyak nurani.

Perasaanku terhadap Kyra bagai pekat kegelapan yang merengkuh jiwa, merasuk dalam, hingga aku tak dapat melihat apapun selain dirinya. Tidak ada jalan keluar dari kegelapan ini, semakin besar rasa cintaku, semakin jauh aku terperosok.

Pada waktu perhatianku kembali, gadis itu telah berdiri di hadapanku, menyapa dengan senyuman santun.

"Masih di sini?"

Pandangan kami bertemu.

Kemudian, senyumnya memudar.

"Kau berdarah..."

Aku memejamkan mata saat Kyra menyeka bercak darah di sudut bibirku.

Selama aku tidak mengatakan apapun,

Selama hasrat ini belum mencemar tubuhnya;

Selama kepercayaan yang susah payah dibangun masih sanggup kupertahankan,

Aku takkan kehilangan dirinya.

Rasa ini perlahan mengikis jiwa, membunuhku sedikit demi sedikit.

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang