Aku mengamati lapangan olahraga dari deretan kursi penonton, berusaha menemukan sosok pemain lompat galah yang kulihat tempo hari. Sudah terlalu lama aku merindukan dirinya, dan dalam penantian tanpa akhir, bayangnya mulai menghantui kesadaranku.
Bagai sebuah ilusi, keberadaannya begitu samar, nyata hanya di dalam khayalku.
Aku ingin melihat sosoknya, menyaksikan gairah kehidupan terpancar dari segenap keberadaannya. Hasratku bergolak tak terkendali; entah sejak kapan hatiku mulai terpaku pada dirinya seorang.
Senja telah turun, dan semburat merahnya menerangi lapangan olahraga sejauh mata memandang. Perlahan pikiranku melayang ke masa silam. Duniaku saat itu hanyalah rumah sakit tempat ibuku dirawat. Aku tumbuh bersamanya, mendampingi dirinya hingga ajal menjemput.
Kenangan akan Ibu senantiasa terpatri dalam benakku: bau antiseptik bercampur aroma cat minyak, serta rekah senyumnya yang menggugah sukacita. Setiap hari begitu penuh kejutan, untaian masa gemilang di tengah kemelut kehidupan.
Aku tak mengenal kasih seorang ayah.
Sejak awal, aku tidak mengakui keberadaannya.
Selalu sibuk dengan pekerjaan, datang menjenguk hanya saat keadaan memburuk, lelaki seperti itu tak pantas menjadi pendamping ibuku. Ia bukanlah ayah yang baik, terlebih bagian dari keluarga kami.
Pada waktu perhatianku kembali, kegiatan olahraga telah usai. Para pemain mulai meninggalkan lapangan, mengabaikan beberapa yang masih terus berlatih. Aku memandang lapangan tersebut, berusaha menemukan sosoknya. Hari ini pun ia tidak datang, dan penantianku sekali lagi berakhir dalam kesia-siaan.
Langit senja terlihat lebih gelap dari biasanya.
Kelam, bagai suasana hatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession
RomanceLeondre dapat dengan mudah memperoleh apapun, hingga suatu senja di mana ia menemukan belahan jiwa yang menolak menjadi kepunyaannya. Terjerumus dalam jeratan asmara, pemuda itu terus mengejar Kyra, gadis impiannya. Semakin besar penolakan yang ia...