[03.09]

603 21 2
                                    

Nicholl membawaku masuk ke dalam ruang kerjanya.

"Mengapa mengundang gadis itu kemari?" tukasku saat ia menutup pintu.

"Pertama kali berpapasan dengannya, kukira aku melihat penampakan," komentar Nicholl.

Pemuda itu menunduk, bersandar pada pintu.

"Mereka begitu serupa, Abigail dan gadismu..."

Kata-katanya terputus.

Nicholl tertawa getir, mengusap wajahnya sambil menghela napas.

"Ada sesuatu yang harus kuperlihatkan padamu," ujarnya kemudian.

Pemuda itu berjalan melewatiku, menghampiri meja kerja di ujung ruangan. Ia mengacak tumpukan arsip, berhenti sejenak ketika beberapa berkas terjatuh.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku.

Pada waktu aku datang mendekat, Nicholl menjatuhkan arsip di tangannya, bergerak menjauh tanpa memandangku sedikit pun.

"Berkasnya masih di ruang tamu," desisnya.

Pemuda itu bergegas meninggalkan ruangan, mengabaikan berkas-berkas yang berserakan di lantai. Aku mengikuti langkahnya dalam diam, tertegun menghadapi kesunyian yang menyambut.

Kyra menghilang, namun aku menemukan kumpulan kertas sketsaku di atas meja kaca.

"Padahal aku sudah tidak membutuhkannya..."

Aku beralih menatap Nicholl, terpaku melihat wajahnya begitu pucat.

Kemudian, aku menyadari keberadaan sebuah arsip di dekat kaki sahabatku. Dari dalamnya terserak beberapa berkas berisi potongan-potongan berita surat kabar.

Aku mengernyitkan dahi, mengamati foto yang terpampang pada salah satu berkas. Foto itu menampilkan seorang anak perempuan di tengah kobaran api. Petugas pemadam berlarian menghampiri dirinya, sementara beberapa yang lain berjuang memadamkan api.

Di atas kolom berita tercetak sebuah tajuk liputan.

DIDUGA BUNUH DIRI

SEORANG BINTANG PAPAN ATAS TEWAS BERSAMA KEKASIH

"Apa maksud semua ini?"

Nicholl meraih arsip tersebut.

"Berita kematian Abigail," tukasnya saat memberikan beberapa berkas padaku.

"Gadismu adalah satu-satunya yang selamat..."

Aku terdiam, tak dapat memercayai penjelasan yang baru saja kudengar.

"Dia pernah menderita gangguan mental," timpal sahabatku. "Lebih baik kau berhenti berurusan—"

"Tidak!" pekikku.

"Tidak tidak tidak..."

"Leon, dengarkan aku!" tandas Nicholl.

"Kau bukanlah seseorang yang sanggup menghadapi gadis seperti dirinya; kedekatan kalian hanya akan merusak hidupmu."

"Tapi aku mencintai Kyra," protesku.

"Apa dia juga mencintaimu?"

Tubuhku membeku.

"Dengan masa lalu seperti itu, gadismu mungkin takkan pernah percaya pada siapapun, terlebih mencintai seseorang," komentar Nicholl.

Aku memandang sahabatku.

"Jadi apa yang harus aku lakukan?"

"Terus-menerus mencintai secara sepihak," desisku. "Kau pikir aku menikmatinya?"

Rasa ini begitu menyiksa, bagai angan gelap yang meresap ke dalam jiwa, mencemar perlahan, hingga segalanya berubah pekat.

Aku meringkuk, melingkupi kepalaku dengan kedua tangan.

Kyra...

Betapa aku mencintai dirimu.

Hatiku akan terpecah ruah karena kekuatan rasa yang berkecamuk dalam kalbu.

~ end of Chapter THREE ~

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang