[02.09]

713 29 0
                                    

Aku menyusuri gerbang kediaman pamanku, menghampiri pintu utamanya. Saat aku melangkah masuk, suara perempuan lirih menyambut.

"Keenan, kaukah itu?"

Bibiku, Livia, keluar dari dalam kamar, mengernyitkan dahi melihat kedatanganku.

"Keenan?" pekiknya. "Di mana Keenan?"

"Katakan di mana suamiku?"

Ia datang mendekat, mencengkeram lenganku dengan kedua tangan.

"Kau tak ingin dia pulang kan?" tandas Livia.

"Sengaja meminta dirinya tidak menemuiku?" timpalnya. "Katakan padaku!"

Wanita itu berteriak, kuat mengguncang bahuku.

Aku hanya tersenyum getir.

Livia penuh kepalsuan, berusaha keras mendapatkan cinta yang tidak terjangkau. Kilau keemasan pada rambutnya adalah hasil pewarnaan, sementara matanya tersamar lensa kontak berwarna biru. Ia melakukan berbagai hal untuk meniru mendiang ibuku, terlalu jauh melangkah hingga kehilangan jati diri.

Aku mendorong tubuhnya menjauh, masuk ke kamar dan mengunci pintu.

"Perempuan sundal! Penyihir! Kau sama seperti ibumu, datang kemari hanya demi perhatian suamiku!"

Bahkan di balik pintu, raungan suaranya masih riuh terdengar.

Aku jatuh tersungkur, melingkupi kepalaku dengan kedua lengan.

Mengapa aku menyusul Keenan?

Sampai kapan aku sanggup bertahan tanpa dirinya?

Perlahan kebencian merasuk ke dalam jiwa, begitu pekat, hingga segalanya gelap gulita.

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang