Huh lega sekali rasanya bisa merebahkan diri di kasur, semenjak kemarin aku tidak bisa tidur karena kata-kata Ibu Dewi, paginya aku mengurus kepentingan pindahanku ke rumah ayah siangnya aku menempuh perjalanan sampai kesini sorenya langsung jalan-jalan dan malamnya, kau tahu sendiri sepertinya badanku terasa remuk.
Setelah sampai di villa aku langsung memasuki kamar tanpa mengetuknya dan ternyata kamar dalam keadaan sepi, entah kemana perginya si toa tersebut aku kemudian mandi dengan kecepatan kilat dan langsung merebahkan diri di ranjang empuk ini tentu saja setelah menunaikan ibadah.
Baru rasanya beberapa menit terpejam aku langsung reflek terbangun karena merasakan udara dingin yang menghunus kulitku dan aku yakin udara tersebut bukan berasal dari AC, aku langsung melangkahkan kakiku sambil menahan kantuk untuk menutup jendela yang merupakan sumber dari udara dingin muncul.
Ketika baru saja aku mengunci jendela, aku langsung terhenyak lantaran aku sendirilah yang mengunci jendela ini sebelum tidur tapi mengapa tiba-tiba jendela ini bisa terbuka? Apa jangan-jangan ada maling yang mencoba memasuki villa? Sepertinya aku harus mengeceknya sendiri diluar sembari memastikan jendela dan semua pintu terkunci, aku tidak khawatir dengan Seli karena masing-masing kami mendapat kunci cadangan.
Baru saja aku melangkahkan kakiku, Tiba-tiba lampu padam sehingga akupun urung melangkah ke luar dan membelokan langkahku kearah nakas untuk mencari handphone ku, ketika aku sudah mendapatkan barang yang aku cari, langsung saja aku menggeser-geser layar untuk menyalakan senter, kemudian melangkahkan kakiku keluar kamar dan lagi-lagi, baru saja aku memegang handle pintu tiba-tiba senter di handphone ku langsung mati lantaran handphone ku kehabisan daya. Arrrggghhh... Lengkap sudah kesialan ku malam ini.
Tapi aku rasa salah, ternyata kesialan ku malam ini belum berakhir ketika aku baru mengantongi handphone ku yang mati total akibat kehabisan daya. Aku mendengar sayup-sayup suara isakan tangis anak kecil dan semakin lama isakan tersebut berubah menjadi jeritan histeris.
Reflek akupun berbalik arah menuju ranjang dan kembali menyelimuti seluruh tubuhku tak peduli kakiku yang sakit akibat terhantuk kaki ranjang. Ketika suara jeritan itu mulai merda, aku kembali melangkahkan kakiku menuju keluar kamar, aku menjulurkan kedua tanganku kedepan untuk mencari handle pintu, namun bukannya menemukannya didepan, justru aku mendapati nya di samping tubuhku yang artinya pintu tersebut sudah terbuka lebar, tunggu TERBUKA LEBAR? Mengapa bisa padahal aku belum menggerakkan handle pintu itu barang seinci pun. Oh, sial sepertinya aku mulai membenci kegelapan!.
Jantungku berdebar hebat, kedua kakiku aku paksakan untuk berjalan walaupun sudah gemetar, dan mataku terus aku buka selebar mungkin agar bisa memperoleh cahaya barang sedikit walaupun hasilnya nihil. Ketika aku sampai di tangga aku melangkah menuruni tangga dengan sangat pelan dengan kedua tanganku memegang pegangan tangga, entah sudah berapa kali aku mengucapkan sial karena sekarang kedua tanganku memegang benda dingin, lengket, dan berlendir yang sepertinya menempel di pegangan tangga.
Aku sedikit terisak ketika sampai diruang tamu, sangat bohong jika aku tidak takut pada situasi ini. Kembali aku melangkah untuk meraih handle pintu utama dan seketika itu jantungku kembali berdebar semakin cepat, nafasku tercekat, kepalaku pening, dan tubuhku kehilangan seluruh tenaga sehingga langsung meluruh ke lantai lantaran tepat di belakangku terdengar suara benda metal jatuh, bukan hanya satu atau dua melainkan seperti puluhan benda metal yang jatuh.
Belum selesai sampai disitu, pandanganku sekarang teralihkan pada sosok anak kecil yang sedang duduk dikursi roda dengan membawa lilin kecil yang membelakangiku di antara sofa ruang tamu, selintas ia terlihat seperti sedang meringis menahan sakit, dengan tubuh yang sudah bergetar hebat disertai cucuran air mata yang mengalir deras aku mencoba mendekati anak kecil tersebut dengan langkah yang sangat pelan dan tanpa menimbulkan suara, semakin mendekati anak tersebut semakin jelas pula suara rintihan anak tersebut, ketika langkahku tinggal semeter lagi, tiba-tiba anak kecil tersebut berbalik dan menjerit sejadi-jadinya sehingga tubuhku terhuyung ke belakang sampai ada seseorang yang menangkap ku sebelum tubuhku terjatuh di lantai keramik yang keras.
🍂🍂🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
Twin Brothers For Cold Girls (Completed)
Roman pour AdolescentsNamaku Marsha. Ya, hanya Marsha, tanpa ada embel-embel nama panjang ataupun nama keluarga dibelakangnya. Seorang gadis cantik namun irit bicara, dihidupnya yang hanya berwarna hitam dan putih, sampai ada seorang laki-laki yang mengaku sebagai kembar...