Sihoon segera melihat keadaan di luar sana kala ia mendengar suara nyaring. Mereka sedang mampir ke studio dance untuk mengambil beberapa barang. Suara nyaring tadi ternyata diakibatkan oleh ledakan, meski jaraknya jauh mereka bisa melihat dari kaca tingkat dua tersebut. Setelahnya diikuti listrik yang padam.
"Ledakan itu yang menyebabkan listrik padam?" Yaera menyusulnya ke depan jendela, menatap kepulan api yang terlihat luar biasa di sana.
"Sepertinya begitu." Balas Sihoon seraya melirik ke arah Yaera yang menatap ke arah luar dengan datar seraya mengunyah permen karet dengan santai.
"Jangan bilang kau ke sini hanya untuk mengambil permen karet."
Gadis itu sontak menggeleng ribut, tentu saja tidak. Kalau masalah permen karet bisa saja ia mengambil di minimarket yang tentunya sekarang sudah terbengkalai. "Aku mengambil ini." Yaera menunjukkan tabung kecil cairan berwarna biru keunguan itu. Ah benar, Sihoon hampir lupa kalau miliknya sudah habis.
"Mau menunggu di sini hingga pagi?" tawar Sihoon, tapi tampaknya gadis itu tidak setuju akan hal itu.
Tanpa mengucapkan apapun, Yaera langsung turun dengan Sihoon yang mengikutinya dari belakang. Keadaan sekitar begitu gelap, memang biasanya di sekitar sini memang gelap tadi tentunya lampu jalan membantu penerangan. Tapi sekarang, gelap total.
"Untuk pertama kalinya, uang tidak berguna." Ujar Yaera tiba-tiba.
Ia terbiasa diberikan kasih sayang dengan uang, karena orang tuanya terlalu sibuk bekerja. Gadis itu tau Sihoon sedang merasa sedih karena orang tuanya menghilang. Tapi berbeda dengan Sihoon, gadis itu tidak merasa sedih atau kehilangan sama sekali. Ia sudah terbiasa tidak melihat orang tuanya, mungkin sekarang ia hanya tidak akan melihat mereka hingga akhir hidupnya. Hanya untuk kurun waktu yang lebih lama.
"Hei kenapa diam? Ayo, jangan bilang kau takut?" Sihoon berujar pada gadis itu yang diam termenung di depan gedung studio mereka.
Yaera langsung menyusul Sihoon yang sudah lebih dulu berjalan. Mereka berjalan beriringan di tengah kegelapan. Dengan penerangan senter yang Sihoon bawa, mereka memberanikan diri untuk terus pergi, tanpa tujuan pasti. Gadis itu berjalan dengan melihat langkah kakinya seraya mengeratkan ransel yang ia bawa. Beruntung ia mengenakan celana panjang dengan sweater, sehingga ia tidak merasa kedinginan.
"H-hei, kau melihat itu?" Sihoon menarik tangan Yaera agar gadis itu berhenti.
Sontak saja yang ditanya langsung mendongak dan menatap apa yang Sihoon maksud. Kakinya langsung bergerak mundur dengan pikiran yang kosong. Ia harus bersyukur karena fungsi motoriknya masih baik-baik saja. Sihoon juga sama, menarik langkah mundur mengikuti si perempuan. Mereka tidak tau makhluk apa yang ada di sebrang sana, keadaan gelap gulita membuat keduanya susah untuk mengenali sesuatu di sana.
Tidak, itu bukan manusia. Sihoon dan Yaera langsung berbalik dan berlari secepat yang mereka bisa. Tentu saja makhluk itu bukan manusia, ia memiliki 4 tangan dan badan yang tinggi, terlebih tangan-tangannya itu bisa memanjang.
"Ewhh! Menjijikaaan!" Yaera merengek seraya berlari, gadis itu membuang permen karetnya dan masih sempat juga untuk mengambil permen karet yang baru.
"Larilah lebih cepat Yaera!" teriak Sihoon, pada akhirnya pemuda itu memperlambat larinya dan menarik Yaera untuk berlari lebih cepat.
Namun takdir berkata lain, makhluk itu berhasil mendapatkan kaki Yaera dengan tangannya yang panjang dan berlendir itu. Yaera berteriak, gadis itu merasakan lengket pada pergelangan kakinya. Tubuhnya terseret mundur menjauhi Sihoon yang kini berusaha untuk menggapai dirinya, ia hampir putus asa karena tak kunjung mendapatkan pertolongan. Hingga akhirnya tubuhnya berhenti terseret, Yaera menoleh ke belakang dengan cemas.
Baginya, saat itu adalah hal yang sangat tidak ingin ia ingat. Di kala makhluk aneh itu membuka mulutnya yang begitu lebar, memerlihatkan gigi-gigi tajam di sekitaran mulutnya dengan suaranya yang aneh makhluk itu semakin menarik kakinya dan berusaha untuk ia masukkan ke dalam mulutnya, kalau saja Sihoon tidak berhasil menggapai Yaera mungkin gadis itu sudah berakhir.
"Jangan lepaskan tanganku Yaera!"
"SIAPA JUGA YANG MAU MELEPASKANNYA, ARGH SIALAN!!" gadis itu menjerit frustrasi berusaha untuk melepaskan diri dari lilitan benda lengket itu.
"Sihoon! Sihoon k-kakiku!"
Sihoon kalang kabut saat makhluk itu hampir saja berhasil memasukkan kaki Yaera ke dalam mulutnya, kalau saja tidak ada seseorang yang menembak pada tangan panjang itu. Yaera berhasil lepas dan jatuh menimpa Sihoon yang sejak tadi menarik gadis itu sekuat tenaga.
"O-oh maaf." Dengan canggung gadis itu bangkit dan membantu Sihoon untuk berdiri.
Yaera mengambil sapu tangan yang ia bawa, dengan segera membersihkan cairan lengket pada pergelangan kakinya. Sangat menjijikan, gadis itu tidak berhenti mengumpat akan hal tersebut.
"Kalian baik-baik saja?"
Sihoon merentangkan lengannya di depan tubuh Yaera, seakan melindungi gadis itu di balik tubuhnya. Melihat ada pemuda asing dengan tinggi yang tidak seberapa, menghampiri mereka dengan senapan laras panjang, Sihoon cukup waspada. Untuk saat ini tentunya mereka berdua belum tau, apakah ia teman atau lawan. Tapi di luar itu, tentunya mereka harus berterima kasih atas pertolongan sebelumya.
"Iya, berkatmu. Terima kasih." Yaera menyingkirkan tangan Sihoon yang semula menghadang tubuhnya untuk mendekat ke arah pemuda asing itu.
"Apa, makhluk itu tidak terpancing dengan suara sekeras tadi?" selidik Sihoon penuh curigaㅡdi saat seperti ini memang sulit untuk melihat orang asing sebagai teman maupun musuh. Mereka saling bertahan hidup sekarang.
"Tidak, selama mereka tidak melihat kita. Kita aman." Ujarnya dengan suara yang begitu berat.
Pemuda asing itu mengusap senapannya lalu mengecupnya, membuat Sihoon dan Yaera menatapnya aneh. Ia tidak perduli, lantas kembali memasukkan peluru baru yang tadi terbuang karena menembak makhluk itu. Ngomong-ngomong, makhluk itu sudah mati karena di tembak ganas oleh pemuda asing itu.
"Kalian butuh perlindungan, taruhan denganku kalian tidak akan bisa bertahan hingga besok pagi."
"Kalau begitu, kami ikut bersamamu!" kata gadis itu cepat. Tentu saja hal itu membuat Sihoon terkejut. Sungguh, kenapa Yaera begitu mudah mempercayai seseorang?
Pemuda itu menyeringai, menatap remeh ke arah gadis itu yang menatapnya penuh harap. "Kau bisa apa? Bisa menggunakan senapan atau pistol?" ejeknya.
"Bisa! Berikan padaku." Sihoon sontak menarik senapan yang sejak tadi di pegang oleh pemuda itu. Meski terkejut, ia hanya membiarkan pemuda itu yang sekarang tampak sedang membidik sesuatu.
Yaera bertepuk tangan heboh kala Sihoon berhasil mengenai mata makhluk aneh ituㅡmeski sudah tergeletak di jalanan, meski masih butuh latihan setidaknya Sihoon bisa untuk menjaga diri dengan satu senapan itu.
"Baiklah, kita pergi bersama. Ngomong-ngomong aku Lee Hangyul."
Mereka akhirnya saling berkenalan, dan sepakat untuk pergi bersama dan bertahan hidup bersama. Sampaiㅡentahlah, mungkin suatu saat mereka akan menemukan jalan keluar dari sini. Tentu saja mereka tidak ingin mati karena makhluk-makhluk aneh ini.
"Ini, kau pegang ini." Ujar Hangyul seraya mengisi peluru pada pada revolver yang ia berikan pada Sihoon.
Yaera sekilas melihat isi tas dari pemuda itu, penuh dengan peluru dan alat tembak lainnya.
To be continued.
Gausah tanya. Aku campur aduk abis episode ini.
:(
KAMU SEDANG MEMBACA
Restraint Wall✔
FanfictionApa jadinya kalau tiba-tiba populasi di kota menghilang. Meninggalkan mereka yang harus bertahan hidup menghadapi makhluk-makhluk aneh yang tiba-tiba muncul? "Mereka atau ilmuwan gila itu yang menginginkan kita?" "Keduanya." PRODUCE X 101 Cast lain...