17 - Amusement

826 133 15
                                    

"Tidak apa-apa memangnya?" tanya Yaera pada Sihoon yang ingin menghidupkan lagu.

"Tidak apa-apa, asal kau ingat tempat ini kedap suara dan aku tidak akan menghidupkan lagunya sekeras biasanya saat kita latihan." Balas Sihoon yakin, ia sudah menyambungkan speaker dengan handphonenya.

Yaera hanya mengangguk, menunggu Sihoon selesai seraya mengunyah permen karetnya. Gadis itu melirik pada rekan-rekannya. Hangyul sudah dipastikan akan baik-baik saja—kecuali kalau memang sudah ajalnya. Tentunya ia akan pingsan karena kehilangan cukup banyak darah, tapi setidaknya setelah disuntikkan esktrak bunga tadi ia baik-baik saja.

Serius, apa semua orang kekar akan selalu berakhir babak belur di dalam semua situasi?

Mingyu dan Yohan tampak sedang membicarakan hal yang cukup serius, terkadang Sunhee yang memerhatikan jadi begitu penasaran. Tapi harus ia telan mentah-mentah rasa penasaran itu, mungkin saja itu privacy mereka kan?

Midam yang  biasanya terlihat cuek dan sangat membenci Hangyul, kini begitu khawatir pada Hangyul. Terbukti dengan sikap yang ia tunjukkan sejak tadi, bagaimana ia yang terlihat begitu panik saat Hangyul kehilangan kesadarannya tadi. Hingga sekarangpun, Midam masih berada di samping Hangyul.

Wooseok mengulum senyum, hanya ia yang tau sifat Midam. Meski terlihat begitu cuek, pemuda itu diam-diam memerhatikan sekitar. Bahkan Midam suka memerhatikan ketika yang lain berlatih menembak, membawakan mereka minum saat beristirahat.

"Ia akan baik-baik saja," bisik Wooseok pada Midam, tak jarang ia mendapati Midam yang terus menatap Hangyul—memastikan kalau pemuda itu masih bernapas.

Midam terkejut, ia menatap Wooseok yang tengah tersenyum padanya. Kim Wooseok memang selalu paling tau tentang dirinya.

"Baiklah." Midam akhirnya bersandar, menatap pada Yaera dan Sihoon yang entah sedang meributkan apa.

"Kim Sihoon, asal kau ingat. Meski kau seniorku di dunia dance, tapi kemampuan danceku bisa mengimbangimu."

Yunseong menatap datar dua orang yang membahas hal yang tak ia mengerti sama sekali, tapi entah mengapa menyenangkan melihat pergelutan di depannya itu.

"Baiklah Han Yaera, silahkan pilih lagu yang kau mau."

Dengan senang hati Yaera langsung mengambil handphone Sihoon. Memikirkan siatuasi mereka yang sedang dihadapkan dalam bahaya, Yaera lebih memilih untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan. Satu lagu sudah ada di otaknya, tangannya bergerak mencari lagu tersebut. Langsung saja ia play saat sudah menemukannya.

"Bukankah ini?" tanya Sihoon saat ia mendengar intro dari lagu tersebut.

"Iya, lagu yang terakhir yang kita latih sebelum kejadian itu."

Lagu yang menjadi penutup latihan mereka kala itu, lagu yang terakhir kali mereka tarikan sebelum semua ke kacauan ini ada. Sihoon tersenyum, merasa kalau pilihan lagu yang Yaera pilih adalah lagu yang tepat untuk sebuah hiburan.

"Aku berharap tempomu tidak terlalu cepat Sihoon." Kekeh Yaera pelan.

Yaera langsung menyusul Sihoon yang sudah standby di depan kaca. Bruno Mars "Finesse" menjadi pilihan gadis Han itu. Mereka mulai bergerak, masuk ke dalam lagu dengan gerakkan tubuh yang begitu luwes, yang dapat mengundang para penonton berdecak kagum.

Mingyu memperhatikan dengan serius, ia terhibur dengan aksi Sihoon dan Yaera di sana. Begitupun Yohan yang juga tampak menikmati, memang terkadang mereka butuh hiburan seperti ini. Melihat Yaera dan Sihoon yang menikmati hal yang mereka sukai, membuatnya rindu pada taekwondo.

Lantunan lagu semakin mendekati akhir, dan semakin enjoy pula Yaera dan Sihoon melakukan gerakan terbaik mereka. Hingga penghujung lagu mereka pun menyelesaikan tarian itu dengan sempurna. Riuh tepuk tangan terdengar, Sunhee berdecak kagum karena Yaera yang terlihat begitu berbeda saat sudah menari.

Siapa yang akan menyangka kalau gadis random yang suka mengunyah permen karet itu akan terlihat sangat memukau saat sudah masuk ke dalam tempo.

"Kalian benar-benar berhasil membuatku melupakan suasana kota ini seketika." Ujar Wooseok, Yaera hanya dapat mengulum senyum dan terkekeh pelan mendengarnya.

***

Setelah memastikan Hangyul sudah baik-baik saja dan hujan berhenti, mereka melanjutkan perjalanan. Memang ekstrak bunga itu benar-benar bermanfaat. Yunseong menendang kerikil kecil di jalanan tersebut, menunggu yang lain cukup lama jadi ia memilih untuk menghirup udara segar di luar. Cih, udara segar apanya?

"Ayo."

Yohan sudah kembali memimpin perjalanan, tadi yang Hangyul lakukan hanya memeriksa senjatanya—memang sepertinya Lee Hangyul hanya perduli pada senjata. Kenapa tidak sekalian menikah dengan senjata api saja?

"Oh, bukankah ini arah ke mall yang baru di buka itu?" tanya Sunhee pada Yaera.

Yang ditanya mengangguk pelan, "Oh, itu mall punya orang tua Yaera." Kelakar Sihoon. Gadis Han itu langsung saja menginjak kaki Sihoon. Namun hal lainnya, Sunhee terhenti dengan rahang yang hampir jatuh itu.

"Benarkah?! Aku belum pernah ke sana." Sunhee yang sudah ditarik oleh Yunseong langsung saja berlari menyamakan langkah dengan Yaera.

Yaera mengangguk, tampak tidak perduli dengan hal itu. Karena sejak dulu ia tidak pernah tertarik dengan bisnis yang dilakukan orang tuanya.

"Sst!" langkah kaki mereka sontak terhenti saat mendengar suara Yohan, Mingyu yang ada di belakang Yohan langsung menjadi super was was.

Wooseok juga mengedarkan pandangan ke sekitar, malam hari benar-benar menyiksa penglihatannya. Terlebih, langit yang masih mendung itu sama sekali belum menampakkan bulan untuk membantu penerangan alami.

"Dua, tiga, empat..." gumam Hangyul, Yunseong yang mendengar itu mengernyit pelan. Sementara Midam tau dengan jelas apa maksud dari Hangyul.

Ia melihatnya juga, ada empat makhluk dengan bentuk yang berbeda. Makhluk-makhluk itu tidak terlihat menyadari keberadaan mereka di sana.

"Seharusnya jika kita tidak melakukan gerakkan yang gegabah, mereka tidak akan menyadari kita." Bisik Wooseok pelan, membuat rekan-rekannya melangkah dengan begitu pelan dan hati-hati.

Bahkan Mingyu sesekali menahan napasnya, takut-takut suara napasnya itu dapat mengundang perhatian mereka. Yohan juga akhirnya bisa melihat dengan cukup jelas 4 makhluk seperti yang Hangyul hitung tadi, dan benar-benar jantungnya berpacu dengan cepat. Meski mereka dilengkapi senjata untuk membela diri, belum tentu mereka bisa dengan langsung menumbangkan empat makhluk tersebut.

Auman yang cukup kuat terdengar, sembilan orang itu langsung terdiam mematung di tempat. Benar-benar ragu untuk menciptakan sebuah gerakkan kecil. Yaera memberanikan diri menoleh ke belakang, ia mendapati dua makhluk itu yang sedang saling menyerang. Sunhee menegak salivanya melihat hal tersebut, benar-benar brutal. Entah apa yang akan terjadi dengan mereka jika dicabik-cabik seperti itu?

Midam sepertinya menjadi satu-satunya yang belum pernah berurusan dengan makhluk-makhluk itu sebelumnya. Karena, ia terus-terusan untuk mengalihkan pandangan dari makhluk tersebut. Bahkan saat Hangyul yang diserang makhluk itu, Midam benar-benar tak berkutik.

Wooseok tampak ingin menembak salah satu makhluk itu, tapi tentunya dihalau oleh Hangyul. Benar-benar bukan pilihan yang terbaik saat ini.

"Hyung, jangan lakukan itu. Mereka tidak menyadari keberadaan kita sekarang." Bisik Mingyu saat melihat Wooseok yang dihalau oleh Hangyul.

Wooseok mengangguk, dalam hati mengumpat—bisa-bisanya ia ingin bertindak gegabah. Ia bergerak untuk kembali memasukan senjata itu ke dalam tas.

Bruk.

"Sial." Desis Yunseong saat pistol yang ingin Wooseok masukkan ke dalam tasnya malah  terjatuh.

"Lari," lirih Yaera.

"LARI!"





to be continued.

itu visualisasinya di media ya. Flashback dulu:")

Restraint Wall✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang