"Hei, tidakkah kau merasa kota Seoulkarta itu aneh akhir-akhir ini?" tanya seorang opsir perempuan pada rekannya yang sedang fokus mengendarai mobil.
"Tidak ada yang aneh di sana Yena." Opsir yang dipanggil 'Yena' itu merenggut sebal. Padahal, ia sangat yakin kalau firasatnya benar.
"Ayo kita ke sana Seungyoun!"
CKIT!
"AKH! Yak, hati-hati!" protes Yena karena Seungyoun tiba-tiba menghentikan mobil itu di bahu jalan.
Yena menoleh ke sampingㅡberniat ingin kembali protesㅡsebelum ia menyadari jarak wajah mereka yang kini terlalu dekat. Choi Yena kehilangan kata-katanya, ia menatap dengan gugup bagaimana Cho Seungyoun yang menatapnya intens.
"Jangan berlebihan."
Kepala Yena terlempar ke belakang kala dahinya ditoyor begitu saja oleh Seungyoun. Gadis itu mengepalkan tangannya sebal, kalau tidak ingat mereka sedang menjadi partner selama dua bulan lamanya, ia pasti sudah mengajak Cho Seungyoun untuk battle.
"Arghh, sial. Aku sangat yakin soal ini, taruhan denganku." Tantang Yena pada Seungyoun yang kini sudah kembali fokus pada jalan.
Seungyoun terkekeh pelan, menatap Yena sesekali diselingi dengan tawanya yang kian seru itu "Boleh saja, yang kalah harus menanggung makan siang selama masa partner kita." Tawar Seungyouun, alisnya bergerak menggoda Yenaㅡlebih tepatnya menantang.
Mendengar tawaran yang luar biasa itu, membuat Choi Yena dengan segera menjabat tangan Seungyoun sebagai tanda deal mereka.
"Kalau begitu kita pergi ke perbatasan Seoulkarta sekarang."
Yena mengacungkan jari jempolnya pada Seungyoun. Mereka berduapun langsung melesat ke sana. Berhubung tugas mengintai mereka sudah selesai, jadi mereka bisa pergi ke sana dengan alasan patroli luar kotaㅡwalau tidak sepenuhnya pergi ke sana.
Seiring dekatnya mereka dengan perbatasan Seoulkarta, entah mengapa suasana terasa mencekam. Belum lagi, jalanan yang terlalu sepi untuk sebuah kota yang berdekatan dengan ibu kota negara. Sepanjang perjalanan tidak ada sama sekali kendaraan yang berpapasan dengan mereka, hal tersebut tentunya semakin mengundang kecurigaan Yena.
"Memang tempat ini memang sesepi ini?" tanya Yena seraya memerhatikan sekitarㅡsama sekali tidak ada kehidupan.
"Ini belum masuk kotanya asal kau tau." Ujar Seungyounㅡsejujurnya ia juga merasa ada yang aneh di sini.
"Iya aku tau, tapi tetap saja. Ini jalan utama menuju Seoulkarta, tapi kenapa sangat sepi?"
Seungyoun mengangguk setuju, berniat terus maju hingga ke pusat kotanyaㅡnamun tiba-tiba mereka dihalau. Baik Yena maupun Seungyoun mengernyit bingung, sejak kapan kota ini memiliki keamanan yang seketat ini?
Seungyoun mengetuk-ketuk kemudi, maniknya bergerak menatap sekitarㅡterlalu banyak penjagaㅡjika mereka datang tanpa surat perintah hanya akan membuat masalah.
"Selamat siang, ada perlu apa?" seorang pemuda mendekat ke arah mereka.
"Ah kami hanya patroli, tapi sepertinya di sini aman. Kalau begitu kami permisi, selamat bekerja." Balas Seungyoun cepat, ia langsung menutup kaca mobil, lalu bergegas berbalik dari sanaㅡpergi menjauh.
"Apa yang kau lakukan Cho Seungyoun." Protes Yena sebal.
"Dasar bodoh, kau tidak lihat seberapa ketat keamanan di sana? Kalau kita datang tanpa surat perintah hanya akan menghasilkan masalah. Siapa yang kena? Aku juga, bukan hanya kau."
"Lagi pula sepertinya di sana tidak ada masalah. Jadi aku yang memenangkan taruhan ini." Lanjut Seungyoun dengan senyum penuh kemenangan.
Yena ingin mengelak, tapi ia tidak berhasil menemukan bukti. Jadi, biarlah ia membungkam Cho Seungyoun hari iniㅡia tidak akan menyerah begitu saja.
***
BRAK.
Yena meletakkan setumpuk berkas di meja Seungyoun, pemuda Cho itu yang sedang meminum kopinya lantas tersedak. Yena menarik kursi dari mejanyaㅡyang berada tepat di sebelah meja Seungyoun.
"Demi Tuhan, apa-apaan ini Choi Yena?"
"Ini beberapa bukti yang menunjukkan kalau ada yang aneh dengan Seoulkarta!" ujar Yena lantang, membuat rekannya menoleh pada mereka.
Seungyoun dengan segera meminta maaf karena sudah membuat ribut, ia segera membungkam Yena. Karena ini belum pasti, ia tidak mau terjadi kesalahpahaman.
"Kau harus lihat ini." Yena mengambil salah satu dokumen di situ, membukanya dan menunjukkan bagian yang sudah gadis itu tandai dengan pensil warna.
"Biasanya akan ada pemasokan barang tiap minggu untuk toko roti di sini, tapi katanya sudah tiga minggu terakhir ini tidak ada kabar."
Seungyoun mengernyit "Hanya masalah pribadi mungkin."
Yena mendecak sebal, Cho Seungyoun terlalu berpikir positif "Hei, kau belum dengar ya pertandingan taekwondo di sana tiba-tiba ditiadakan tanpa kepastian?" sergap Yena.
Seungyoun terdiam sesaat "Mungkin dana mereka kurang. Ah, itu tidak ada hubungannya Choi Yena. Berhenti curiga dengan hal-hal yang tidak penting. Ah sudahlah, aku mau pulang! ini sudah malam. " Seungyoun bangkit, ia berniat untuk segera pulangㅡsebelum dering telepon yang ia lewati terdengar.
Seungyoun sontak menarik langkah mundur, ia dengan sigap mengangkat panggilan tersebut. Yena hanya menatap pemuda Cho itu datar, opsir perempuan itu memilih untuk menyandar pada kursinya. Namun, kala maniknya bertemu dengan Seungyoun yang masih berbicara di telepon ituㅡia menyadari ada yang aneh.
"Bisa kau jelaskan keadaan di sana?"
Yena mendekat pada Seungyoun yang masih berbicara di telepon. Ia mengernyit saat melihat raut Seungyoun yang sangat serius.
"Baiklah, kami akan pantau keadaan di sana."
Entah mengapa Yena seketika yakin kalau firasatnya benar.
"Terima kasih atas laporannya, bisa sebutkan namamu?" Seungyoun mengambil lembar laporan dan bersiap menulis nama pelapor dibalik telepon itu.
"Lee Midam? Baik, segera beri kami kabar tentang pergerakkan kalian."
Kala Seungyoun menutup teleponnya, ia sudah disambut oleh Choi Yena yang menunggu kejelasan dari Cho Seungyoun yang menerima laporan. Terlebih, saat ia melihat lokasi 'Seoulkarta' di kertas laporan itu.
"Kau benar Choi Yena, kita baru saja dapat laporan. Ayo minta surat perintah."
"Apa kubilang, yak tunggu aku!"
Yena segera bergegas menyusul Seungyoun yang sudah pergi mendahuluinya seraya mengusak surai kasar. Karena mulai hari ini, Seungyoun harus mengeluarkan biaya dua kali lipat untuk makan siang selama dua bulan.
Behind The Scene - FIN.
Buat yang inget waktu mereka mulai keluar, Midam sedikit telat. Ini dia alasannya. Midam ngehubungin polisi untuk standby di sana and that's why ada banyak polisi untuk bantu mereka.
Btw next chapter : Epilog.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restraint Wall✔
FanfictionApa jadinya kalau tiba-tiba populasi di kota menghilang. Meninggalkan mereka yang harus bertahan hidup menghadapi makhluk-makhluk aneh yang tiba-tiba muncul? "Mereka atau ilmuwan gila itu yang menginginkan kita?" "Keduanya." PRODUCE X 101 Cast lain...