14 - Some Reason

749 149 20
                                    

Wooseok beserta Midam dan Yohan sudah selesai membahas rute pelarian mereka. Padahal sebenarnya lebih dekat dengan jalan lurus saja, tapi sayang sekali mereka harus menghindari kemungkinan terburuk. Memang benar, dari semua jalur itu hanya ada beberapa jalur aman. Dan sayang sekali jalur tersebut benar-benar memutar.

"Yohan?" Midam tak sengaja melihat pemuda Kim itu sedang menonton taekwondo pada layar komputernya.

"A-ah ada apa hyung?" ia buru-buru menutup video yang sempat ia tonton.

Untuk beberapa detik Midam mengernyit bingung, namun ia memilih untuk tidak perduli. Midam butuh Yohan untuk beberapa hal sebenarnya.

"Jadi, yang waktu itu benar-benar ibumu?"

Yohan sedikit tersentak, tidak biasanya Lee Midam penasaran dengan hal-hal seperti itu. Baiklah, untuk mempersingkat waktuㅡYohan lantas mengangguk.

"Kau... hanya ingin menanyakan hal tersebut?" karena begitu penasaran, Yohan akhirnya mengajukan pertanyaannya.

Untuk sejenak Midam terkekeh
pelan, "Tentu saja tidak, aku ingin membahas sesuatu denganmu. Sepertinya kau mungkin tau."

Yohan mengernyit, tapi ia tetap menunggu dengan tenang Midam akan membuka apa pada layar monitor di sana. Kedua pemuda itu hanya diam hingga Midam menemukan topik dari pembahasan mereka kali ini.

"Oke, kau lihat ini?"

Midam menunjuk salah satu layar monitornya, menampakkan wanita paruh baya yang ternyata merupakan ibu Yohan dan Mingyu. Terlihat wanita itu mengamati bertengkar dengan rekannya, Yohan fokus pada layar tersebut terlebih saat ibunya menolak saat di ajak pergi dan meninggalkan tempat tersebut.

"Jujur padaku, ibumu terpaksa bekerja di sana bukan?"

Yohan tertegun, tidak menyangka kalau Midam sampai mengetahui sebegitunya. Ia ingin mengelak, namun sama sekali tidak ada celah karena Midam terus menatapnya dengan begitu menuntut.

"Iya benar,"

Midam menjentikkan jarinya, tak heran karena mereka baik-baik saja selama ini. Karena pasti jika ibu Yohan melaporkannya, mereka mungkin sudah bermain kejar-kejaran sekarang. Midam melirik Yohan yang tampak mengusak surainyaㅡia sepertinya memiliki banyak pikiran. Midam tentunya ingin bertanya, namun harus ia tahan mengingat situasi Yohan yang masih menatapi layar monitor, dimana ada ibunya di sana.

"Yohan." Keduanya menoleh ke arah dimana suara tersebut datang.

Wooseok ada di sana, menatap lembut pada Yohan yang tadi mengusak surainya. Pemuda Kim yang lebih tua itu mendekat, ia mengusap pelan bahu Yohan.

"Apa karena ini kau berhenti taekwondo?" tanya Wooseok lembut.

Ia bisa merasakan pundak Yohan menegang untuk beberapa detik, sebelum berangsur-angsur kembali rileks. Melihat bagaimana adik sepupunya itu menatapnya, Wooseok tidak bisa untuk tidak merengkuh Yohan. Karena ia sejak dulu tau kalau keluarga Yohan dan Mingyu itu tidak harmonis, orang tuanya benar-benar gila kerja. Tapi Wooseok tau, kedua kakak-beradik itu benar-benar menyayangi ibu mereka.

"Aku berhenti taekwondo, karena tidak mau ibu melakukan tugas tersebut." Lirih Yohan pelan, hal tersebut membuat Midam meringis dalam hatiㅡbahkan seseorang seperti Kim Yohan juga harus melakukan pilihan sulit dalam hidupnya.

Midam mungkin memang tidak tau apa-apa, tapi ia tau segala hal tentang Wooseok. Kalau sampai Wooseok memeluk orang tersebut, maka rasa sayangnya terhadap orang itu benar-benar besar dan sang empunya memang butuh sandaran.

Sebenarnya terlihat dengan jelas kalau taekwondo berarti pada hidup Yohan, tapi di dalam hatinya Kim Yohan sangat menyayangi ibunya. Bahkan, ia tega mengorbankan hal yang sangat berarti baginya.

"Tapi hyung, ibu tetap memilih untuk melakukkan tugas itu. Ibu juga pernah ngasih beberapa akses, katanya kalau mau datang boleh saja. Tapi aku benar-benar membenci hal itu. Dulu juga, aku ikut taekwondo karena ibu bilang aku tidak harus mengikutinya dan ayah."

Yohan menumpukan dagunya pada pundak Wooseok, ia membalas pelukan yang kakak sepupunya itu berikan. "Tapi sungguh, aku tidak pernah menyangka kalau harus berhenti melakukan hal itu. Untuk awalnya aku tidak bisa menerimanya, tapi kala mendengar pembicaraan ibu dengan rekan kerjanya itu aku langsung meneguhkan hati. Aku pikir itu juga untuk keselamatan ibu dan ayah. Namun, sayang sekali kalau yang kulakukan itu percuma."

"Tidak Yohan, yang kau lakukan itu tidak percuma. Mungkin memang belum terlihat, tapi pasti ada alasannya di balik semua itu."

BRUK.

"Akh!"

Ketiga pemuda di sana lantas menoleh ke sumber suara, kemudian menemukan Yunseong yang jatuh tertindih Sunhee di sana. Benar-benar posisi yang tidak menguntungkan Yunseong, apalagi tampak dagunya yang membentur lantai dingin tersebut. Si gadis gelagapan, lantas ia langsung bangkit dari atas tubuh Yunseong dan membantu pemuda Hwang itu untuk berdiri.

"Maaf, bukan berniat untuk menguping." Cicit si gadis pelan.

Wooseok lantas melepaskan pelukannya dari Yohan. Berbeda dengan Yohan yang masih diam di tempat, Wooseok sudah terkekeh pelan dan pergi dari sana bersama Midam. Meninggalkan Yohan bersama Sunhee dan Yunseong yang terdiam di depan pintu.

"Jadi itu alasannya kau keluar dari taekwondo secara tiba-tiba?" tanya Yunseong saat ia dan Sunhee sudah mendekat.

Sunhee melirik sekilas pada Yohan, kalau ia tak salah lihat Yohan baru saja menghapus air mata pada ujung matanya. Sunhee paham, ia juga mencintai taekwondo. Pasti sulit melepasnya, apalagi seorang Kim Yohan. Karena memang ia dikenal sangat mahir dalam hal taekwondo, bisa di bilang kalau orang mendengar 'taekwondo' maka yang muncul adalah nama Kim Yohan.

"Pantas saja kau keluar dengan tiba-tiba begitu. Sayang sekali, padahal kau seharusnya bisa ikut pertandingan tahunan ini. Ah, maaf. Aku lupa kalau pertandingan itu sudah tiada." Ujar Sunhee yang dengan santai melihat monitor-monitor tersebut.

Tentu saja pertandingannya ditiadakan. Memang tidak ada pemberitahuan, tapi seharusnya sudah cukup jelas mengingat keadaan sangat-sangat tidak memungkinkan. Memangnya siapa yang akan menonton mereka bertanding? Lebih seram lagi kalau makhluk jadi-jadian itu yang datang dan malah mengacau matras di sana.

Yunseong menyodorkan permen karet yang tadi Yaera beri padanya, mungkin Yohan lebih membutuhkan. Yang disodorkan permen karet menatap Yunseong bingung, keningnya berkerut dan wajahnya benar-benar tampak clueless.

"Mungkin kau butuh? Makanan manis bisa menaikkan mood."

Sunhee menatap Yunseong geli, sejak kapan Yunseong bisa sebegitu berbaik hati seperti itu? Seingatnya, Sunhee tidak pernah melihat Yunseong baik pada orang lainㅡselain dirinya ngomong-ngomong. Menyadari tatapan yang diberikan sang gadis, Yunseong langsung menoleh tapi Sunhee dengan cepat mengedarkan pandangannya pada arah lain.

Melihat Yunseong dan secara tiba-tiba menoleh padanya membuat ia gugup, belum lagi senyuman lembut itu masih terpatri pada wajah Hwang Yunseong. Diam-diam Yunseong tersenyum tipis melihat tingkah Sunhee tadi. Ia menyadarinya, tentu saja. Chae Sunhee biasanya adalah gadis yang tidak perduli dengan sekitar.

"Ngomong-ngomong, Chae Sunhee kau bisa memindahkan yang ini?" tanya Yohan seraya menunjuk layar monitor yang tadi menampilkan kegiatan ibunya.

"Iya, kenapa?"

"Tolong pindahkan ke CCTV 12 di situ, karena itu dekat dengan area yang tak terlihat CCTV. Aku harus mencocokkan beberapa hal."

Sunhee mengangguk, tampak tidak berniat bertanya sama sekali. Karena sudah jelas, kalau yang Yohan lakukan adalah untuk keselamatan mereka nanti.




to be continued.


Bentar lagi selesai nih cerita~

Restraint Wall✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang