REVISI LIMA

604 55 16
                                    


Scoopy biru itu sampai dihalaman depan lesehan kecil. Putri turun melepaskan almamater, beserta tas yang ia pakai lalu menentengnya di tangan. Putri melirik si supir scopy itu dengan kekehan kecil, setelah puas membujuk agar di antar sampai rumah neneknya, alias sebuah lesehan tingkat yang sekarang sudah tampak ramai dengan pengunjung. Setelah ini ia akan berganti profesi yang tadinya seorang mahasiswi menjadi chef handal di dapur neneknya. Mengangkat gorengan KFC, menyelup nyelup ayam ketepung, sampai membuat ayam KFC nenek gosong apalagi kalau bukan namanya chef handal. Rasanya ia sudah tak sabar berhambur ke dapur dan melakukan tugas itu, walaupun Rafly sering meneriakinya seperti emak-emak beli bawang di pasar. Sungguh, keterlaluan saudara kandungnya itu.

"Ngapain masih disini?" Putri menatap sahabatnya Rara yang sudah mengantarnya selamat sampai rumah. Namun yang ia heran, mengapa si Rara ini tidak pergi juga dari hadapannya.

Gadis mungil itu mendengus, melepas helmnya dan melirik dengan sorotan tajam. "Amit-amit, ya Tuhan." Sembari mengelus dada. "Seharusnya bersyukur udah aku antar, tahu gini bagus aku turunin kamu di jalan raya, Put."

Putri terkikik geli melihat sahabatnya Rara merajuk seperti itu. Ia bukan tak mau bersyukur namun mengganggu Rara adalah nikmat haqiqi yang tak boleh diganggu gugah.

"Eh, si teman ngambek." Cepat-cepat putri mencubit gemas pipi sahabat nya itu. "Es cream rasa vanila, martabak Bang Roni?"

Putri menaikkan kedua alisnya, berharap tawarannya diterima oleh si gadis perajuk seperti Rara. Ia tahu cara paling ampuh mengobati penyakit yang diderita sahabatnya ini, ujung-ujungnya tak jauh dari makanan.

"Enggak minat." Rara memakai helm pink soft nya kembali, menghidupkan mesin motornya lalu melirik putri sebentar.

Putri yang heran tawarannya tak direspon pun, mengeryit memastikan apakah sahabat nya itu amnesia atau sedang putus cinta. Tapi rasa-rasanya tak mungkin, pacar aja milih-milih.

"Tapi kalau nomor handphone Abang ganteng Rafly ada, boleh juga. Aku nggak bakal nolak. Buru-buru ia menancap gas motornya melaju dengan kecepatan tinggi. Rara tahu setelah mengatakan itu ia akan mendapatkan Bogeman di kedua pipinya,aduh pipinya sangat sensitif dengan hal-hal seperti itu.

"Syukur aja, Mas Rafly belum ketemu makhluk astral itu." Putri melirik ke arah motor Scoopy Rara yang sudah tak terlihat lagi. Sesekali ia tersenyum lebar, ada-ada saja tingkah sahabatnya itu. Yang tak pernah konsisten menyukai seseorang.
                               
                               0o0

Putri melebarkan senyumnya, ia berjalan di latar depan dengan bahagia, rambutnya ia biarkan tergerai indah menyapu bagian belakang tubuh dengan bersenandung nyanyian merdu.

Sungguh ia tak mengerti mengapa jantungnya sekarang berdetak lebih kencang saat memori beberapa jam lalu melintas dalam pikiran konyolnya. Ah, ia bingung kalau seperti ini terus-menerus bahaya bisa berimbas pada hubungan dengan kekasih aslinya. Yang kerap ia panggil dengan sebutan Pino,

Putri juga merasakan ada gelagat aneh, sesuatu dengan pemuda itu yang selalu saja siap siaga kalau ia dalam permasalahan. Entah memang disengaja ataupun mungkin suatu kebetulan. Mengingat pemuda itu pentolan kampus, ia malu sendiri mengatakan jika itu suatu rencana. Paling juga ending nya empati ataupun sejenis simpati sesama mahasiswi kampus.

Intinya mulai sekarang ia harus lebih waspada jika bertemu sang pangeran kampus, bisa saja kan pertemuan berikutnya pemuda itu menebar pesona mematikan yang akan berefek negatif untuk kesehatan jasmani dan rohani hatinya. Serasa pelajaran penjaskes kalau mengingat kata-kata itu. Randa, nama pemuda itu. Menyebut namanya saja sudah menciptakan atmosfer berbahaya. bagaimana bila ia mendeklarasikan dirinya sebagai calon, astaga mengapa pula bisa sampai kesana. Dasar pikiran, putri jadi lupa pacar.

CINTA KARENA CINTA ❤️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang