prolog

5.2K 415 6
                                    






# jodoh #









Rasty melirik kedua orang tuanya bingung, pasalnya sedari kemarin kedua orang tuanya itu terus-terusan menanyakan hal yang sama, mulai dari...

"Kamu belum ada calon?"

"Umurmu sudah dua puluh lima, ga ada niat buat menikah?"

Atau...

"Kamu ga belok kan de?"

Astaga, Rasty menghela nafasnya kasar, berapa kali ia harus memberi tahu kedua orang tuanya?

Yang pertama, dia memang belum punya seseorang yang mengajaknya untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius, di jaman yang seperti ini sulit mencari pendamping yang benar-benar tulus, dan bertanggung jawab terhadap kita, Rasty sebenarnya sudah bertemu beberapa pria yang memenuhi kriterianya, akan tetapi orang tersebut justru sudah memiliki seorang kekasih, baik ini namanya...Rasty gugur sebelum turun berperang.

Yang kedua, setiap orang pasti punya keinginan untuk menikah, Rasty ingin menikah dan ingin tahu bagaimana rasanya menjalani bahtera rumah tangga, tapi tunggu, tidak sekarang, mengapa? Tolong kembali ke option di atas, bagaimana caranya Rasty berumah tangga kalau calon saja tidak punya?

Dan yang terakhir, Rasty straight! Dia masih waras untuk tidak memilih sesama jenis, tidak sama sekali.

"Ayah, Ibuk, aku ini sudah besar, niat untuk menikah pun pasti ada, tapi enggak sekarang, aku masih mau fokus ke karirku, lagipula bagaimana mau menikah kalau calon saja ga ada? Aku tau yang terbaik buat diriku, jadi ibuk sama ayah ga perlu khawatir."

Kini kedua orang tuanya saling melirik satu sama lain.

Mereka bingung, anak bungsunya ini tidak kunjung menikah ataupun sekedar membawa pasangan ke rumah, umurnya sudah 25, wajar kalau resah jika saja nanti anaknya jadi perawan tua, oleh sebab itu cara inilah yang bisa ditempuh mereka berdua.

Tok...

Tok...

Tok...

"Assalamualaikum."

"Waailikumussalam."

Kedua orang tua Rasty menoleh lantas tersenyum sumringah, beda dengan Rasty yang menatap orang-orang dengan setelan batik tersebut bingung.

Entahlah Rasty tidak tahu mereka, yang jelas pasti mereka merupakan rekan kerja ayah ataupun ibunya.

Namun apa yang ia duga ternyata salah ketika salah seorang wanita yang paling tua diantara mereka menghampiri dirinya seraya berucap.

"Jadi ini cucu menantuku? Cantik sekali."

Deg.

Rasty membulatkan matanya, kini ia melirik kedua orang tuanya, dan kedua orang tuanya hanya bisa tersenyum kikuk.

Ibunya kemudian menarik Rasty darisana menuju kamar.

Sesampainya di kamar Rasty menangis dan menatap ibunya sinis.

"Ini maksudnya apa buk? Rasty mau dijodohin seperti mbak Krystal, Iya?"

Serunya seraya menangis tersedu sedu, ibunya berusaha meraih tangan Rasty, akan tetapi dihempaskan olehnya.

Ibunya cuma merasa takut jika saja Rasty tidak kunjung menikah di umurnya yang sudah pantas itu.

"Ibuk tega sama aku, aku kan sudah bilang, aku ga siap menikah sekarang, aku bukannya ga mau menikah, tapi aku cuma perlu waktu yang tepat, kenapa sih susah sekali buat kalian mengerti anak sendiri!?"

Rasty bahkan tidak perduli jika saja orang-orang diluar sana mendengarnya.

Yang ia inginkan sekarang hanya kabur dari rumahnya, Rasty lelah dengan kedua orang tuanya yang selalu memaksakan kehendaknya, ketika Rasty ingin jadi seorang Arsitek dulu ia dilarang, dan oke ia menuruti permintaan kedua orang tuanya yang ingin ia menjadi seorang Dokter, Rasty ingin ini itu pun selalu dilarang, lantas tidak bolehkah Rasty melawan untuk sekali saja?

"Ibuk dan ayah melakukan ini demi kebaikan kamu, demi masa depanmu, dia berasal dari keluarga baik-baik, dia dari keluarga terpandang, dia seorang Perwira tinggi, dia baik dan bertanggung jawab, ibuk percayakan kamu pada dia karena apa? Karena ibuk yakin dia bisa mengayomi kamu."

Rasty mengusap wajahnya gusar.
"Tapi Rasty ga kenal dia, ibuk! Rasty ga mau menikah dengan dia."

Rasty kehilangan kesabarannya, baik untuk menit pertama ia bisa menunda gejolak emosi yang ada di dalam dirinya tetapi maaf, untuk sekarang ia sudah lepas akan kendalinya sendiri.

Ibunya kini memegang bahu putrinya dengan erat dan menatap mata putrinya itu sendu.
"Ade, mbak mu sudah tidak bisa punya keturunan, ibuk dan ayah ingin menimang cucu, umur kami sudah semakin renta sekarang, mau ya? Demi ibuk dan ayahmu. "

Rasty menangis kembali, ibunya memeluk putrinya erat.
"Tapi aku takut buk, aku takut dia ga sayang sama aku."

Ibunya tersenyum dan menghapus air mata putrinya lembut, mengecup kening putrinya lama lantas kembali memeluk putri bungsunya itu dengan dekapan yang teramat erat.

"Ibuk tau yang terbaik untuk kamu de, dia itu orang yang baik dan bertanggung jawab, calon suamimu itu bukan orang sembarangan."

Rasty mencoba menenangkan pikirannya yang sempat kacau, perjodohan adalah hal konyol yang pernah ia temui, dan sekarang ia benar-benar menjadi korban dari hal yang ia katakan konyol tersebut.

Disamping itu, apa yang ibunya barusan katakan itu terlebih ada benarnya, kakaknya Krystal tidak bisa mempunyai keturunan karena rahimnya yang diangkat karena suatu penyakit yang dideritanya tempo lalu, dan memang benar seperti ucapan ibunya barusan, cuma ia yang sekarang jadi harapan satu-satunya.

Tapi, Rasty tidak siap untuk mengandung kelak, ia bahkan tidak siap untuk membina rumah tangga, ia takut, ia akan jadi seperti kakaknya yang ditinggal oleh suaminya sendiri.

Apakah Rasty harus mengiyakan perjodohan konyol ini demi orang tuanya atau tidak?

Dan dengan terpaksa Rasty harus mengiyakannya juga kali ini, jika saja nanti bahtera rumah tangganya tidak seindah orang lain, Rasty mungkin hanya bisa pasrah, terlebih ia sama sekali belum pernah bertemu orang yang digadang-gadang akan jadi calonnya tersebut, astaga ralat sebentar lagi juga bertemu kan ada di depan.

Rasty menghapus air matanya, ia menghembuskan nafasnya sejenak lalu menatap wanita paruh baya yang ada di depannya dengan senyuman tipis yang ia paksakan.

"Kalau ibuk mau begitu, baik Rasty mau."

- to be continue -

Jodoh | Lee Jinhyuk ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang