[16] Awal dari Akhir

79 2 0
                                        

Suasana rumah besar ini begitu menyedihkan dibalik megah dan indahnya harta dunia. Isi dan makna rumah ini mungkin adalah hal buruk yang mengerikan bagi Jeon Jungkook.

"Dasar anak sialan! Aku sungguh malu punya anak sepertimu! Anak siapa kamu hingga lupa diri seperti itu?"

"Oh, appa, aku belajar semua ini dari mu bukan? Aku juga tidak suka darahmu mengalir dalam darahku."

"Jeon jungkook!" Ayah jungkook berdiri dari duduk nya tapi dia kembali terjatuh pada kursinya. Dia memegangi dadanya karena rasa sakit,sesak dan seperti menekan dadanya itu.

Jungkook memutar badanya tanpa memedulikan ayahnya, dia segera lari naik menuju kamarnya. Dia masuk tergesa-gesa lalu segera menutup dan mengunci pintunya. Dia lalu duduk di kasur sambil memandangi pintunya dengan nafas berat, dada yang sesak juga jantung yang berdetak kencang.

Di balik pintu ada sosok yang menggedor-gedor pintu dengan kencang, membuat jungkook semakin ketakutan sampai mengeluarkan keringat dingin sebesar jagung sesegera mungkin jungkook mencengkram kasurnya dengan begitu kencang.

"JEON JUNGKOOK!!!"
"JEON JUNGKOOK BUKA PINTUNYA! KAU MEMBUATKU MARAH!"
"JEON JUNGKOOK SIALAN!"
"JEON JUNGKOOK KAU MAU KUBUNUH?!..."

Teriakan ayahnya itu begitu nyaring ditelinga menusuk hati hingga kalimat terkhirnya dia pergi. Sungguh, kemarahan ayahnya yang seperti psycopath itu membuat jungkook benar-benar terpuruk. Jeon jungkook adalah seorang remaja yang sudah dewasa sebenarnya. Dia banyak menerima segala hal dan pengalaman yang menekannya berfikir lebih juga dia menjalani semuanya sendiri.

Ibu jungkook sudah meninggal saat dirinya berusia 11 tahun, saat itu ibu jungkook sakit parah, tapi sebelum dia meninggal dia menginginkan sebuah pulau kecil di busan, dia sangat menginginkan pulau itu. Walaupun mereka sudah kaya tapi kekayaannya belum lah seberapa dengan saat kini. Tuan dan nyonya jeon menabung dan bekerja keras untuk mendapatkan pulau itu, keinginan ibu jungkook membeli pulau itu bukanlah untuk kesenangan ataupun dirinya sendiri. Dia ingin membangun sebuah sekolah gratis kecil di pulau itu.

Tepat sehari sebelum nyonya jeon meninggal, dia pergi bersama tuan jeon dengan keadaan terbaiknya karena hari itu dia bersama tuan jeon akan mendapatkan pulau yang diimpikan mereka selama ini.

Hati riang, senyum lebar juga ucapan lembut manis yang menggugah semangat terus terngiang dikepala tuan jeon. "Impian kita akan tercapai sayang!" .

Emosi tuan jeon benar-benar naik saat kenyataan ternyata bertolak belakang dengan ekpetasi mereka, impian istrinya hilang sudah, rubuh sudah. Harga pulau ternyata naik tanpa pemberitahuan sama sekali karena menurut si penjual pulau itu banyak diminati turis hingga pemerintah harus menaikkan harganya jika mau dibeli.

Nyonya dan tuan jeon pulang dengan harapan yang pupus.

"Sayang, sudah tak apa hm? Mungkin kita bisa beli tanah saja di seoul. Jangan marah dan cemberut terus begitu aku jadi takut padamu." Ucap nyonya jeon terkekeh pelan sambil menyenderkan kepalanya dibahu tuan jeon yang sedang menyetir.

"Tapi, kita sudah sejauh ini, kita terus bekerja dengan mimpi pulau itu. Aku belum dapat menerimanya. Kamu benar baik-baik saja dengan hal itu?" Jawab tuan jeon.

"Tentu aku baik-baik saja, aku selalu baik-baik saja bila bersamamu kan?" Lagi-lagi nyonya jeon terlihat begitu menyedihkan dengan ucapannya yang membuat risau karena diucapkan dengan bibir yang belakangan ini terus pucat.

"Kamu berjanji padaku akan mewujudkan mimpiku bukan?" Nyonya jeon kembali berucap.

"Tentu saja, apapun itu asal untukmu."

"Kalau begitu lakukan lah pada jungkook nanti, apa saja yang diinginkannya kamu wujudkan yah?"

"Ah apa maksudmu? Tentu saja aku akan mengorbankan apapun untuk kalian berdua" ucap tuan jeon lalu tiba-tiba menepikan mobilnya dan melnjutkan perkataanya. 

Boy With LuvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang