Eris memawa mobinya keladang dandedelion, diparkirkan disamping jalan raya, segera dia menghampiriku. Terkejutnya bukan main saat melihatku, 'Yui tadi siang berbeda jauh dengan Yui sore ini'
Mungkin ini yang dia pikirkan.
"Yaampun! Kau ini kenapa?"
"...."
"Kenapa kamu potong rambutmu yang indah itu?"
"..."
"Hey!"
Aku menunduk, dan menahan tangis
Eris memegang bahuku. Dia seperi teman dekat.
"Kau bisa cerita padaku"
Aku menggelengkan kepalaku
"Aku belum kenal kamu"
"Ayo kita akrabin diri"
"...."
"Aku mau jujur duluan ya"
Ucapnya tiba-tiba
"Aku sebenarnya anak orang kaya, aku kabur dan berkerja sebagai supir taxi agar orang tuaku sulit mencariku, 3minggu aku belum pulang.
.... *Dia menjeda.
"Dokter clarisa juga dokter keluargaku"
"Sudah kuduga, aku mencurigaimu semenjak pagi tadi"
"Kita bertemu tadi siang-_"
"Oh iya, sejak pertama bertemu"
Aku mengoreksi kalimatku
"Sekarang giliran kamu"
"Kenapa kamu ga pulang?"
Tanyaku mengalihkannya
"Umm ntahlah"
"Kenapa kabur"
"Orang tuaku membenci ku bermain basket, aku ingin ikut event basket sekolah, tapi malah dihancurkan. Jadi aku marah dan kabur"
"Hanya karna itu?"
Senyumku memimcing
"Kamu kurang bersyukur!"
"Lho??"
"Pulanglah!"
"Kamu belum cerita"
"Aku bukan pendongeng! Cepat pulang"
"Baiklah, tapi kurapihkan dulu ya rambutmu"
Eris berlari kemobilnya membawa sisir.
Dia menyisir rambutku, mengelusnya ,sesekali ia mainkan^^ dia mulai memotong rambutku, menaruhnya perlahan, sampai rambutku benar-benar rapih dan pendek.
"Nah sudah"
Dia menyerahkan potongan terakhir.
"Tadi kamu keren pas rambutnya berantakan, cuman kamu manis kalo rambutnya rapi. Jangan geer"
"Ngga, makasih ya^^
Eris duduk disampingku
"Didekat jalan begini, aku gaktau ada ladang seindah ini"
Ucapnya menatap semua daerah ladang.
"Ya.. ini tempat favoritku semenjak kecil, tadinya ingin dijadikan lahan kebun sayur, namun aku suka bunganya dan meminta kebun ini. Karna sejak saat itu Dandelion tubuh dengan cepat"
Jelasku padanya
"Yaah sekarang kamu mulai terbuka, tapi dandelion itu kan rumput liar"
"Ngga, mereka ngga liar, mereka indah!"
Aku tidak terima
"Ya maaf"
Ucapnya.
"Aku punya saudari kembar, Yuki namanya. Dia tunarungu"
Aku bersimpuh pada lututku
"Tunarungu? Pasti dia diabaikan orang tuamu"
"Salah 180°"
Jawabku cepat.
.
.
.
Dia terdiam beberapa saat.
"Yui, tempat ini cocok untuk berdiam diri"
Aku ngga jawab, cuman diem beberapa saat
"Eris, bolehkah aku minta sesuatu"
Tanyaku
"Apa?"
Dia penasaran
"Pulanglah Er.. kamu jangan kerja kaya gini. Gakpantes, ini permintaanku Er. Pulang kerumahmu, orang tuamu"
Ucapku
"Tapi.."
"Kamu harus pulang, mereka pasti khawatir padamu. Mengapa kamu nekat kabur dari rumah dengan alasan yang tidak masuk akal. Mereka benci kamu main basket pasti beralasan kan?"
Kataku panjang lebar.
Eris terdiam seperti memikirkan jawabannya
"Kamu benar Yui, aku.. pernah cedera parah sekali dan ya semenjak saat itu mereka.."
Aku mulai menangis, dan memalingkan wajahku
'Eris bodoh!! Jika aku jadi kamu maka aku akan amat senang diperhatikan seperti itu, ini malah kabur ngga bersyukur banget. Yaah takdir memang beda-beda, seperti sedang bermain. Namun aku ngga suka permain dari takdir'
Tuturku geram dalam hati.
"Yui??"
Eris menyadari isak ku
"Jangan nangis dong! Aduh maaf deh, iya iya aku pulang kerumah dan ngga jadi supir lagi! Yui jangan nangis gitu"
Dia merasa bersalah
.
.
"Iya pulang sana"
Aku bangkit dan berjalan kerumah
"Kamu ngga akan musuhin aku kan?''
"Buat apa aku berteman sama
kamu?"
Aku menengok kebelakang. Dia terdiam menunduk dan berjalan pergi
"Nanti aku sms"
Kataku berjalan lurus.
"Benarkah?? Baiklah!"
Teriaknya girang.
.
.
"Yui, ayo makan aku beliin kamu ini"
Yuki mengajak ku makan, dan menyodorkan makanan favoritku.
Aku menggunakan isyaratku dengan salah
"Aku gak ngerti"
Dia membalas dengan isyarat juga
"Ya soalnya aku gakmau berkomunikasi sama kamu"
Ucapku perlahan agar dia mengerti. Segera aku meninggalkannya.
.
.
Yuki terdiam. Aku mengunci kamarku dan merebahkan diri dikasur, segera aku mengambil ponsel dan aku sms Eris.
Kami semakin dekat dan juga akrab. Pertemuanku waktu itu ngga terputus malah berlanjut. Aku juga cerita kalo aku suka menulis surat, namun ngga aku kasih tau suratnya buat apa. Hari-hari berlalu Eris sudah pulang kerumahnya dan itu adalah kabar bagus, setiap detik, menit, jam, hari kuhabiskan untuk berkomunikasi dengannya. Tak jarang kita bertemu. Namun aku belum membuka aibku padanya. Dan aku merasa sudah waktunya Eris tau semua.
"Er.. ketemu yu"
Aku sms dia
"Yu.. dimana?"
"Ladangku"
"Baik, aku segera kesana ya"
Beberapa saat kemudian, sekitar 45menit Eris sms aku lagi.
"Aku sudah diladang"
"Ya. Aku kesana sekarang"
Aku keluar kamar
"Yui kamu pucat, kamu sakit?"
Ibu bertanya padaku saat sedang menutup kamarku. Aku tertunduk
"Salah liat kali bu"
Aku menunduk dan kembali kekamar. Segera kupoleskan bedak dari dokter clarisa. Bedaknya sedikit lagi. Aku berjalan keluar, ibu melihatku aneh
'baru sekarang aja nyadar'
Fikirku dan berjalan mantap. Yuki sedang pergi kesekolah khusus. itu waktu yang baik untukku.
.
.
"Er maaf lama"
"Gapapa, nih mamah aku suruh bawain ini buat kamu"
Dia menyodorkan rantang pelastik berwarna ungu. Isinya makanan enak. Seperti masakan ibu
"Makasih"
Aku menerimanya.
"Kenapa nih? Ngajak ketemu?"
"Aku ingin cerita sama kamu"
"Ummm gakusah deh, aku aja yang cerita"
Katanya.
"Ehh?"
"Yui ingin mati bukan? Karna perlakuan orang tuamu yang ngga adil, Yui malah bersyukur kedatangan penyakit tumor otak. Dan membiarkannya membunih Yui"
Eris terdiam beberapa saat. Kok dia tau sih?
"Kamu pasti penasaran sama aku, Yui ingat dulu aku mengantarmu kedokter clari, dan mengajaknya ngobrol sebentar? Yang kutanyakan dan diobrolkan itu kamu, awalnya dia nolak namun aku paksa... *Menjeda
Yui memarahiku waktu itu hanya karena aku ngga pulang, sedangkan Yui malah seperti ini. Kenapa Yui ngga bisa memaafkan mereka dan bertahan hidup?"
Aku mulai menangis, Eris sudah tau sejak lama?? Kenapa aku gaktau.
"Eris aku..
Sudah lelah, aku mohon bantu aku, waktuku ngga banyak, hanya beberapa minggu lagi dan aku melalukannya dengan sempurna, Eris orang tuaku membenciku, asal kamu tau itu."
"Benci? Mana ada! Mereka menyangimu tau?!"
Eris menahan emosinya
"Kumohon tolonglah bantu aku"
"Ngga sudi aku bantu orang yang kucintai untuk mati! Yui jangan menyerah kumohon! Aku mohon tetapah hidup dan tunggu aku, aku mohon Yui, aku akan membahagiakan kamu"
Eris menangis, aku ternganga tidak percaya mendengarnya blak blakan.
"Aku.."
Tidak tau aku harus jawab apa
"Aku gakmau nemenin kamu untuk masa-masa terakhir. Yui tetaplah hidup"
"Aku ngga bisa.. hiks, aku udah gak tahan Er, aku nggak mau dramaku hancur gitu aja"
"Aku gaksudi aku ketemu Yui, aku gak sudi kalo kamu bakal ninggalin aku selamanya, kenapa kamu jahat sama aku Yui? Kenapa?"
"Er.. kamu gaktau bebanku"
"Aku gaktau makanya aku minta kamu bagi ke aku semua, aku yang bakal bahagiain kamu!"
"Er kalo kamu cinta sama aku, maka bantu aku"
Eris terdiam, dia tidak tau lagi harus jawab apa.
"Yui jadilah pacarku, seenggaknya aku memilikimu untuk sesaat"
Dia menembakku, namun tidak melihatku. Dia menangis dan menangis
'maaf jika egois, aku udah lelah, maafkan aku Er, kamu ngga seharusnya menangis untuk aku, maaf kamu harusnya gak tau soal aku. Maaf aku malah bertemu kamu, maaf Er'
.
.
"Iya"
Jawabku
Kami berpacaran dan saling mengasihi, Eris sering menemaniku kontrol kedokter, dia juga bertemu ibu, namun aku berlagak benci pada ibu. Sekarang semua orang cuek, Yuki dan Eris pernah bertemu dan mengobrol, aku menjahati Yuki terus gak berhenti, Eris ngga bisa ngapa-ngapain karna emang dia udah tau, Eris sering nangis kalo liat aku nulis surat, kadang kupeluk Eris, katanya pelukanku itu obat penenangnya, saat berpelukan tak jarang Eris mengucapkan kalimat seperti membujuku "dimana lagi aku bisa merasakan nyamannya pelukan ini selain dari Yui" kalimat itu sering ia katakan jika sedang kupeluk.
Aku mencintainya dan dia juga, namun kecemburuanku terhadap keluarga ku membuatku pasrah dan tidak berjuang. Eris adalah korbanku. Aku menjahati kalian semua.
MaafBerlanjut:3
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion Garden
Kısa HikayeAku melakukan hal jahad agar kalian tidak menangis ketika aku pergi nanti~ karna aku tidak bisa melihat kalian menangis