Dua puluh menit sebelumnya.."Ir.Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Ahmad Subarjo, Abdul Kahar...."
".......Perikebangsaan, Perikemanusiaan, Perikerakyatan....."
"......Tanggal dua september seribu sembilan ratus empat puluh satu...."
Jam pelajaran kedua- kelas XI-1 Ipa diisi dengan pelajaran sejarah yang sedang dijadwalkan dengan ujian lisan. Kelas yang biasa benuansa beku itu seketika mendadak berubah ramai karena dipenuhi oleh suara-suara manusia yang saling bertabrakan sehingga menciptakan irama absurd yang memecah keheningan seketika.
Setiap siswa dan siswinya sibuk menghafalkan materi dengan caranya masing-masing. Ada yang menutup telinganya rapat-rapat, lalu memejamkan matanya untuk menghafalkan seluruh materi yang ada dibuku. Ada juga yang menggunakan metode suara sekeras toa agar suaranya mampu didengar dan dengan mudah dihafal. Seperti halnya, Haikal. Orang yang duduk semeja dengan Aiden itu berulang kali menyebutkan sederet kata dari dalam bukunya dengan suara nyaring.
"Giyugun, Ga- ku-kotai, Fujinkai, Heiho, terussss...." Haikal mengetuk-ngetuk kepalanya dengan bollpoin sembari menyandarkan tubuhnya ke dinding. "Hah! Bangsat! gue lupaa..." Cowok itu berteriak nyaring seraya membanting bollpoinnya ke atas meja dengan keras, setelah mengingat-ingat sekuat mungkin dan hasilnya tetap nihil. Buyar seketika.
"Widihhh! Kesambet apaan lo,tumben serius banget.." Orang yang duduk di depan meja Haikal, Bimo, seketika menyahut.
"Sekali-kali lah. Udah ketujuh kalinya gue remed terus pelajaran Sejarah. Sampe habis 7 buku."
Bimo tertawa. Bahunya berguncang sembari menunjukan giginya yang seputih iklan pasta gigi. Cowok itu menepuk-nepuk pundak Haikal dengan keras, hingga membuat Haikal memelotot tajam.
Pelajaran Sejarah yang dipegang Ibu Upi memang selalu yang paling mendebarkan bagi siswa dan siswinya. Terutama jika ulangan. Karena,begitu hasil ulangan dibagikan dan nilainya tidak memenuhi standar rata-rata, maka dipastikan bahwa itu adalah bencana besar bagi sebagian para siswa. Biasanya, para siswanya akan mendapat tugas merangkum paling sedikit seratus halaman dalam waktu tiga hari atau paling telat satu minggu. Kebayang kan, encok tuh tangan.
Haikal menoleh kearah teman semejanya yang justru masih bergeming tenang dengan ponsel di tangannya. "Lo ga belajar, Bro?"
"Males."
Haikal menghela nafasnya dan seketika membenarkan posisi duduknya. "Gue heran deh sama lo. Kok bisa-bisanya, ya, lo dapet nilai seratus di pelajaran sejarah yang materinya, Masyallah kaya buku kenangan mantan."
Aiden tidak menjawab. Cowok itu membiarkan teman sebangkunya menyerocos seolah seperti Beo dirumahnya.
"Tips-nya apaan si, Bro? Gue pengen, sumpah, sekali aja ngga remedial sejarah. Frustasi gue!"
Bimo tiba-tiba menjentikan jarinya. "Gue tahu, dia pake SKS, kan?"
"Hah?! Apaan tuh SKS?"
"Sistem Kebut Sejam." Bimo tertawa lagi. Bahunya kembali berguncang, dan seketika Haikal pun ikut tertawa. Karena menurut Haikal, tertawanya Bimo itu kaya spongebob kesetrum. Lurus,datar tanpa jeda dengan bahu yang bergoyang-goyang layaknya tersengat listrik yang bisa mengundang gelak tawa di sekelilingnya.
Sayangnya, suasana joke itu tidak mempengaruhi teman semeja Haikal, yang justru masih tetap kokoh dengan kondisinya yang beku. Tangannya sibuk berkutit dengan ponselnya yang tengah menampilan layar beranda sosial medianya yang antri notifikasi beruntun. Jumlah followernya mendadak naik drastis setelah ia memutuskan membuat akun sosial media dua hari yang lalu. Cowok itu memperhatikan monitor layarnya yang terus bergerak-gerak dengan pesan yang masuk berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori Untuk Shella
Jugendliteratur[ON GOING] ⚠️WARNING!!: [CERITA INI MENGANDUNG BAPER BERKEPANJANGAN DAN PENUH TEKA TEKI PENASARAN] Ada banyak kisah yang sudah tertidur jauh-jauh hari itu mendadak jadi terbangun lagi. Menghadirkan kembali sesuatu yang sudah dikubur dalam-dala...