THIRTEENTH - Sebuah Misi Baru

324 21 14
                                    

"Shel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Shel....kalo gue beneran orang berengsek itu....apa lo bakal tetep mau sama gue?"

Suara cowok itu terdengar tercekat. Matanya yang nyalang itu mendadak menjadi sendu. Sayu, seolah manandakan bahwa banyak sekali beban yang dia tanggung untuk mengeluarkan kalimat itu. Ada kesakitan tersendiri, yang berusaha menyeruap ke dalam hatinya ketika dia dengan susah payah mengatakannya. Mungkin bagi sebagian orang, termasuk Shella, sederet kata itu cukup membingungkan untuk dicerna. Karena sisi dari Aiden sendiri yang memang sudah sangat terikat kuat dengan hal-hal yang mungkin sangat bertolak belakang dengan melankolis. Jadi bisa dikatakan sangat jarang sekali melihat sisi kesenduan muncul di lekuk wajahnya.

"Maksud lo?"

"Bisa ngga sih ngga usah nanya balik pas gue nanya?" tanya balik Aiden dengan suara yang sedikit meninggi. "Ngga jadi. Ngga penting."

"Yaudah," jawab Shella.

Tangan mungil cewek itu masih tetap melaksanakan tugasnya. Mengurusi luka yang tergambar di area telapak tangan Aiden dengan penuh hati-hati, kemudian membalutkannya dengan kasa perban dengan telaten. Di sela-sela detik itu, Shella mendadak tersenyum jahil, lalu mengambil pulpen dari dalam tas nya.

"Mau ngapain lo?" tanya Aiden yang langsung menarik mundur tangannya begitu tahu cewek di depannya itu mulai ingin melakukan sesuatu di telapak tangannya.

"Udah mending lo diem aja," sahut Shella yang lantas menuliskan sesuatu di telapak tangan Aiden.

Keheningan mulai terselip diantara mereka. Terlebih lagi ketika dua orang itu telah memutuskan untuk tidak berbicara satu sama lain. Dengan jarak yang minim, mereka seolah sama-sama terkesima. Aiden melihat sosok di depannya itu secara jelas. Dia memperhatikan lekukan wajah gadis itu. Mencari-cari titik yang menjadi faktor mengapa harus dia yang membuka kembali portal yang telah dirinya tutup rapat-rapat itu.

"Dengerin gue ya, kalo lo luka atau apa, langsung diobatin, kalo ngga- itu bisa infeksi," ucap Shella sembari melempar tatapan tegas ke arah cowok di depannya begitu dia selesai menyelesaikan aktivitasnya.

"Siapa lo berani ngatur gue? Norak banget ngurusin kaya begituan."

"Kalo lo ngga peduli sama diri lo sendiri yaudah. Kenapa ngga sekalian lo potong nih tangan?"

"Ngga usah ngebacotin gue. Gue lebih tahu dari pada lo."

Shella tidak menjawab. Cewek itu hanya melempar tatapan sebalnya dengan sekilas kemudian mengalihkannya ke arah sinar matahari yang menyoroti wajahnya. Semburat jingga yang berasal dari bola api raksasa itu kini mulai menguasai seluruh penjuru langit. Menyelimuti seluruh sudut yang dilaluinya termasuk wajah gadis itu sendiri. Posisinya yang tepat menghadap ke arah barat itu membuat dirinya kini berbenturan dengan cahaya senja secara langsung. Dia menyaksikan bagaimana ketika langit bertransformasi dengan indah.

Cewek itu mengeluarkan ponselnya dari dalam tas nya kemudian mengarahkan kamera ponselnya itu ke arah posisi matahari.

"Mau ngapain lo?" tanya Aiden.

Memori Untuk ShellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang