ELEVENTH - Di tengah Kubu

405 20 20
                                    

Aiden berjalan menyusuri koridor dengan langkah cepat. Dia kembali menuju rooftop. Dengan tatapan penuh ketegangan, dilihatnya sahabatnya- Haikal- yang masih setia berada di sana dengan kondisi luka lebam dan bercak darah di sekujur wajah dan juga baju seragamnya. Haikal duduk dengan tenang di atas kursi dan sesekali ia meringis kesakitan begitu berusaha membersihkan cairan kental bewarna merah dari lekuk wajahnya.

Melihat kondisi sahabatnya yang terbilang cukup nelangsa itu membuat tangan Aiden terkepal kuat-kuat. Antara sebuah penyesalan dan emosi aneh yang kini bercampur aduk di dalam pikirannya sekarang. Cowok itu berdiri mematung sejenak. Tanpa disadari Haikal, Aiden sudah berada di sampingnya. Dia menghela nafas dengan kuat seraya mengatupkan rahangnya keras-keras.

"Sekarang lo ceritain ke gue, gimana tuh cewek bisa ada di sana!"

Haikal menoleh kaget. Dia menatap koleganya itu dengan spontan dan langsung menghentikan seluruh aktivitasnya begitu mengetahui Aiden sudah berdiri di sampingnya.

Haikal mengatur posisinya sejenak. Dia menghadapkan tubuhnya dengan posisi lurus ke arah cowok di depannya itu.

"Gue baru tahu tadi pagi. Awalnya gue ngga tahu siapa tuh cewek. Tapi Bimo kenal, tuh cewek sering dia liat sama temennya di ipa 3," Haikal menghentikan pembicarannya sejenak untuk menghela nafas, "Gue sadar kalo dia anak sini dan situasi yang mulai bahaya karena dia dikenali Glen. Jadi, gue langsung lapor ke elo."

"Ada alasan, kenapa dia ngelakuin ini?"

Haikal menggeleng. "Belum ada yang tahu maksud tindakan Glen."

Haikal terdiam lagi. Dia memperhatikan Aiden sejenak. Baju cowok itu terlihat urakan. Rambutnya basah karena keringat yang juga membasahi pelipisnya. Sedang tangan kanan cowok itu masih berlumuran darah. Benar-benar suatu kondisi suram yang kembali dia temui setelah sekian lama menghilang. "Lo aman sekarang?"

Aiden tidak menjawab. Dia hanya menatap sahabatnya itu dengan datar tanpa suara selama beberapa detik.

"Gue minta sama lo, awasin pergerakan dia. Tuh cewek biar gue yang urus," ucap Aiden lalu tanpa mempedulikan penjelasan lebih lanjut dari Haikal, dia berbalik dan berjalan pergi.

"Den, gue saranin lo jauhin tuh cewek!"

Dengan spontan, ucapan Haikal langsung menghentikan langkah Aiden. Cowok itu berbalik, menatap Haikal dengan wajah datar dan tatapan tajamnya.

"Dia bahaya buat lo. Lo sadar, dia bisa aja ngebuka semuanya kalo lo masih terus sama tuh cewek."

Dengan langkah cepat, Aiden langsung berbalik mendekati Bimo lagi "Jaga omongan lo! Gue-" cowok itu menurunkan volume suaranya. "Ngga akan ngebiarin dia sama kaya yang dulu."

Aiden hening. Tatapan mata tajamnya masih setia mengarah ke arah manik mata Haikal.

"Dengerin gue! Sekarang- tuh cewek prioritas utama, inget lo!" ucapnya sekali lagi, kemudian melangkah pergi meninggalkan Haikal.

*****

Matahari mulai beranjak naik. Menuntaskan segala tugasnya kepada bumi dengan penuh euphoria. Sang surya itu bahkan sudah mendekati tempat peristirahatannya di ufuk barat. Kemudian dengan senang hati, berkamuflase menjadi jingga. Itu merupakan bentuk salam perpisahan untuk bumi sebelum ia akhirnya benar-benar tenggelam.

Sore ini, matahari masih tampak bersemangat. Mengikuti arah jarum jam yang berputar sampai mencapai titik di angka setengah empat sore, sang cakrawala itu masih nampak segar bugar, meskipun beberapa jam lagi, senja akan menyuruhnya untuk tertidur,

Memori Untuk ShellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang