11

52 7 0
                                    

"Rupanya, lara telah memilihku menjadi tempat tinggal paling nyaman, dalam diam goresan hati kian berdarah. Wahai semesta, apa setiap rasa masih di sana?"

Bismillahirrahmanirrahim ....

Nanar mataku melihat cermin di depan. Jantungku berdebar hebat. Menahan tumpukan emosi yang kian meluap. Semesta terasa gelap. Baju apa yang kupakai, entahlah. Baju yang katanya dimimpikan setiap wanita, termasuk aku.

Tetapi hari ini, aku benar-benar tak sudi memakainya. Tak sudi. Ingin sekali aku merobeknya, membuangnya ke tempat sampah lalu kubakar habis dan abunya pun tak akan aku mau melihatnya.

Katanya, hari ini, adalah hari terindah bagi mereka yang telah menemukan muara perjalanan kisah kasihnya. Ada warna pelangi yang bertaburan, serta senyum-senyum tulus kebahagiaan menyertai. Sepertinya dunia hanya milik mereka saja.

Alunan suara-suara musik nasyid terus berusaha membuat hatiku tak membeku. Namun kalah, bagiku suara-suara itu hanyalah ejekkan yang sedari tadi menertawaiku.

"apa, kau menikahi lelaki tua itu, hahaha."

Kata-kata itu semakin terngiang-ngiang meramaikan telingaku yang berusaha tuli dan tak mau peduli. Namun teriakan itu kian nyata.

{"Lalu apa salahku di masa lalu, sehingga aku berjodoh dengan lelaki tua itu?"}

Habis sudah air mataku yang telah berusaha kutahan, namun tak kuasa. Butiran embun-embun hangat itu memaksa jatuh tanpa terasa.

{"Apakah abi bahagia?"}

Mana ada, anaknya terluka kemudian orang tuanya bahagia. Buktinya, abi baik-baik saja menikmati suasana yang mungkin telah cukup lama ia nantikan.

Selesai sudah aku didandani, nyaris seperti ondel-ondel yang sedang mencari rezeki. Pipiku dibedakki dengan tebal, bibirku, subhanallah ....

"Terkadang aku tak mau melihat cermin, sebab cermin selalu bercerita tentang kebenaran siapa aku hari ini"

Dari balik celah pintu kamar, aku mencoba mengamati keadaan di luar. Ada yang sibuk mengatur meja para tamu, menghidangkan jamuan, dan sebagian lagi sibuk dengan tugasnya masing-masing, entahlah aku tak mau peduli.

Ingin sekali aku pergi keluar dan memporak-porandakan semua meja, kursi, hidangan yang sudah tersaji dan semuanya akan aku hancurkan dalam sekejap.

Di mana lelaki tua itu, apakah dia sudah datang. Zidan Ardiansyah.

{"apakah aku masih bisa menyelamatkan diri dan kabur dari acara yang menyebalkan ini?"}

Yang benar saja, Langit Ananda. Lihatlah sekelilingmu. Ada banyak orang yang ikut menjaga keamanan pesta yang tak kau inginkan ini, huh!

Hening seketika, musik nasyid yang sedari tadi mengalun dihentikan. Jemari kecil jam dinding di kamarku menunjuk tepat ke angka 8:00 wib. Itu berarti sebentar lagi Zidan Ardiansyah akan segera mengucapkan ijab kabul. Dia akan berjanji di hadapan abi, ummi juga di hadapan Tuhan, Allah SWT.

Andai masih ada nenek di sini. Pasti dia tak akan membiarkan hal ini terjadi. Beliau satu-satunya orang yang paling mengerti hatiku, hatikku yang sedang amat membutuhkannya.

Aku terus menerawang, hari ini adalah batas dari pintu bahagia menuju pintu penjara. Bagiku ini lelucon yang begitu menyakitkan.

"Nek,"

"Langit, jambu-jambunya sudah pada mateng dan manis-manis"

"Manis, sepertiku ya, Nek,"

Aku terjatuh
Dalam jurang nestapa
Riuh
Semua tak bisa
Menolongku
Jembatan, tiang
Runtuh
Aku tertunduk
Pasrah dalam pangkuan sajadah
Rindu

"Sah"
"Sah"
"Sah"

Dadaku kian sesak, bergejolak, sudahlah.

_____

Assalamualaykum ....
Semoga kakak-kakak pembaca selalu diberikan kesehatan. Aamiin.

Note: mohon maaf masih ada kesalahan dalam teknik penulisan, karena masih dalam tahap belajar🙏 Terima kasih sudah support 😍😘











AIR MATA LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang