Terima kasih, sudah berada di sisiku.
🍂🍂Arsyfa duduk termenung, masih memikirkan Dedi, ayahnya. Di bawah pohon dekat gedung fakultasnya, ada bangku panjang. Di sanalah ia duduk bermenung. Dirasakannya sebuah tangan menepuk pundaknya dua kali. Itu Rika, yang duduk di sebelahnya. Ia memang sudah mengabari Rika agar temannya itu menemuinya di sana.
"Gue udah dengar tentang ayah lo dari Billy. Gue tau, ini pasti berat buat lo. Fa, kalo lo mau curhat sama gue, silakan! Dengan senang hati gue bakalan dengerin keluh kesah lo. Jangan pikir lo gak punya siapa-siapa. Lo punya gue, Billy, dan Athif?" ketika menyebut nama Athif, Rika nampak ragu. "Lo udah baikan sama Athif?"
"Makasih, lo udah mau temenan sama gue. Soal Athif ... iya, gue udah baikan dan balikan sama dia." Arsyfa tersenyum simpul.
"Wah, bagus kalo begitu. Gimana nih ceritanya kalian bisa baikan?" tanya Rika penasaran.
"Kepo lo." Arsyfa mempoutkan bibirnya. "Eh, lo sama Billy gimana? Ada kemajuan, gak?"
"Kepo lo." Rika mempoutkan bibirnya, meniru apa yang dilakukan Arsyfa.
Arsyfa terkekeh.
"Arsyfa!"
Arsyfa dan Rika mengalihkan perhatian ke arah sumber suara. Didapatinya Cindy yang berjalan ke arah keduanya.
Cindy menundukkan kepalanya, lalu langsung membuka suara, "Gue minta maaf, Fa. Demi seorang cowok, gue rela pertemanan kita renggang. Gue bodoh banget, 'kan? Sekali lagi gue minta maaf."
"Cih, sekarang udah sadar nih?" sinis Rika.
"Iya, gue maafin kok," balas Arsyfa tulus.
"Omong-omong, kalian masih nerima gak gue jadi teman kalian?" tanya Cindy ragu-ragu.
"Kenapa kami harus nerima lo jadi teman kami?" tanya Rika. "Bukankah lo emang teman kami?"
"Iya, lo 'kan memang teman kami." Arsyfa setuju dengan ucapan Rika.
"Makasih," ucap Cindy senang.
Setidaknya hati Arsyfa menghangat, ketika ayahnya ditahan di jeruji besi, Tuhan menghadirkan kembali dua orang yang sempat menjauh dari hidupnya, yaitu Cindy dan Athif. Semalam, tepatnya kala ia melihat sendiri ayahnya di kantor polisi. Ia pikir dirinya akan tinggal sendirian. Ia pikir tidak ada siapa pun yang akan ada di sisinya. Nyatanya, ia salah. Walau tidak banyak, namun ada segelintir orang yang memberinya kasih yang begitu besar.
"Yasudah, ayo ke kelas!" ajak Rika.
"Ayo!"
"Ayo!"
Ketiganya berlalu sembari menggandeng tangan.
***
Arsyfa memasuki mobil Athif yang masih terparkir di parkiran khusus fakultas Athif.
"Athif, tangan lo udah gak papa? Tante Raihan 'kan belum ngizinin lo nyetir?"
Athif menggeleng, "Tangan gue udah sembuh kok. Jadi, gak usah khawatir."
Arsyfa hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Sedetik kemudian, ia mendekatkan wajahnya ke arah Athif. Ia mengendus-endus pada Athif, membuat cowoknya itu heran. Setelah itu kembali menjauhkan wajahnya dari Athif.
"Lo ngerokok?"
"Ha?" Athif sok tidak mengerti.
"Gue gak suka lo ngerokok."
"Nanti siang kita makan di mana?" Athif bertanya untuk mengalihkan pembicaraan.
"Athif!" seru Arsyfa. "Jangan alihin pembicaraan."
"Sekarang kita mau ke mana?" tanya Athif lagi. Benar-benar mengalihkan pembicaraan.
Arsyfa mendengus kesal. "Terserah lo aja mau ke mana."
"Oke."
Kendaraan roda empat itu pun melaju menjauhi parkir dan bergabung dengan kendaraan lainnya di jalan raya.
Sesampainya di tempat tujuan Athif, cowok itu menepikan mobilnya. Kini mereka sudah berada di pantai. Namun, Athif tidak juga keluar dari mobil karena ia bisa melihat deburan ombak dari dalam mobil.
"Kita gak usah keluar ya. Soalnya di luar panas."
Arsyfa mengangguk setuju. Matanya tertuju pada deburan ombak yang terlihat saling kejar-kejaran. Kala ia hendak menurunkan kaca mobil yang tertutup rapat untuk merasakan angin laut, tangan Athif mencegahnya.
"Jangan!"
"Kenapa?" heran Arsyfa.
"Karena, gue, pengen ini," ucap Athif. Lalu langsung memeluk Arsyfa.
Arsyfa tidak terkejut lagi diperlakukan seperti itu oleh Athif. Pernah, ia tidak menyangka akan menjadi sosok yang dicintai Athif. Dulu, ia hanya bisa memperhatikan Athif dari jauh. Sekarang, ia bisa melihat cowok itu dari dekat. Dulu, ia yang memperhatikan Athif. Sekarang, Athif juga memperhatikannya.
"Gue sayang sama lo, Fa," desis Athif.
"Gue juga, Athif," balas Arsyfa.
Detik itu, Arsyfa mengerti. Jika seseorang itu memang ditakdirkan untuknya, meski pernah dijauhkan, suatu saat Tuhan pasti akan mempersatukannya kembali dengan orang yang menjadi takdirnya.
~END~
Terima kasih bagi yang sudah membaca cerita ini sampai Ending. Saya tahu kok cerita ini masih banyak kekurangannya. Maka dari itu, saya minta maaf atas kesilapan, kesalahan dan kekurangan cerita ini.
Oh ya, jangan lupa tinggalkan vote dan komentar. Karena itu membuat saya merasa diapresiasi dan dihargai. Sekali lagi, terima kasih.
Mari mampir ke cerita saya yang judulnya 'You Are My Remedy'
Sekian, sampai jumpa di work saya yang lain. See you😙
03 Juli 2019
By Warda, seorang amatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Me (END)✔️
Teen FictionArsyfa berusaha bertanggung jawab atas kecerobohannya. Namun, pada akhirnya kecerobohan yang ia coba sembunyikan terkuak hingga melebarkan jarak antara dirinya dan Athif, orang yang dicintainya. Ia ingin memangkas jarak itu. Tapi, jika bentangan jar...