Aku, punya kekurangan. Dan itu, melukaimu. Maaf.
-It's Me -
🍂🍂
Kelas hari ini telah usai. Karena kesal melihat kedekatan antara Athif dan Arsyfa, Cindy jadi cuek pada Arsyfa. Cewek itu cepat-cepat meninggalkan kelas tanpa menunggu Rika dan Arsyfa. Biasanya mereka keluar kelas selalu bersama.Tentu saja Arsyfa dan Rika tahu penyebab temannya yang feminim itu menjadi cuek.
"Saingan lo, temen lo sendiri." Ucap Rika pada Arsyfa.
Arsyfa membenarkannya. "Gue bakalan kalah kayaknya. Secara, Cindy lebih cantik, feminim, dan dia orang kaya." Arsyfa mulai tak percaya diri.
Rika menyamakan langkahnya dengan langkah Arsyfa yang agak pelan. "Lo gak boleh pesimis gitu, Fa." Tegur Rika.
"Dari gue perhatiin, kayaknya Athif juga suka sama lo deh." Lanjut Rika.
"Ha? Masa sih?" hampir saja Arsyfa tertawa mendengar ucapan Rika. Bagaimana mungkin Athif juga menyukainya?
"Iya, gue serius. Dari tatapannya ke lo, kayaknya dia suka sama lo." Rika berusaha meyakinkan Arsyfa. Dan sayangnya Arsyfa tidak mudah percaya.
"Gue cewek yang biasa-biasa aja. Gak ada yang menarik dari gue. Masa Athif suka sama gue?" kalau saja ucapan Rika benar, tentu saja Arsyfa senang.
Emangnya siapa yang tak senang kalo orang yang kita suka ternyata juga menyukai kita?
Hanya saja Arsyfa tidak ingin kegeeran. Bagaimana kalau ternyata Athif sama sekali tidak punya perasaan apapun padanya? Bukankah itu akan menyakiti hatinya?
"Terserah lo deh mau percaya atau gak. Gue mau pulang dulu. See you," Rika berlalu dari dekat Arsyfa.
***
Di atas anak tangga keempat, Arsyfa duduk membaca buku sembari memakan pisang. Ia menunggu Athif yang katanya ada keperluan dengan teman-temannya di kelas. Karena bosan, ia membaca buku.
Pisang dalam genggamannya habis menyisakan kulit. Kulit itu ia taruh di dekatnya, tepatnya di bagian anak tangga di mana ia duduk.
Sekitar lima belas detik kemudian, Arsyfa kebelet pipis. Oleh sebab itu ia bergegas ke toilet untuk menuntaskan sesuatu yang harus dikeluarkan.
Lega rasanya setelah menuntaskan itu. Ia kembali berjalan ke tempat di mana ia duduk tadi. Tiga meter dari anak tangga pertama, ia mendongak karena di atas sana ada Athif yang hendak turun tangga. Athif menyunggingkan senyum ke arah Arsyfa.
"Udah lama nungguin gue?" tanya Athif mulai turun tangga.
"Iya, nih. Lo lama amat." Jawab Arsyfa.
Karena tidak terlalu fokus, di anak tangga yang keempat, Athif merasa kakinya menginjak sesuatu yang licin. Dan,
Braakkk!!!!
Entah bagaimana detailnya, kini Athif terjatuh dari tangga dengan posisi tangan sebagai tumpuan untuk mencoba menopang tubuhnya.
"Aargh!!" Athif mengerang kesakitan. Tangan kanannya terasa nyeri hebat. Jari-jarinya terasa kaku, sulit digerakkan.
Athif melihat kulit pisang di dekatnya yang ikut terjatuh. Ia tahu, sepatunya sempat menginjak kulit pisang itu sebelum ia berakhir di lantai seperti saat ini.
Arsyfa yang melihat itu terkejut. Ia begitu cemas kala melihat Athif merintih kesakitan.
"Athif, lo gak apa-apa?" bodoh, sudah tahu Athif kesakitan. Arsyfa malah bertanya apakah cowok itu tidak apa-apa.
"Athif lo kenapa?" dari atas sana, Billy tiba-tiba datang dan dengan cepat turun dan membantu Athif.
Dilihat dari keadaan Athif sekarang, Billy memutuskan untuk membawa Athif ke rumah sakit.
***
Athif tersenyum getir. Menatap gips yang terpasang di tangan kanannya. Unexpected, pergelangan tangannya patah.
Ia menginjak kulit pisang, lalu ia terjatuh, lalu pergelangan tangannya patah. Jika saja kulit pisang itu tidak ada di sana, bukankah sangat kecil kemungkinan ia terjatuh?
Di satu sisi ia tahu ini takdir Tuhan. Namun, bukankah orang yang menaruh kulit pisang di sana harus bertanggung jawab? Ceroboh sekali orang itu.
"Pada orang dewasa, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk sembuh adalah sekitar satu setengah hingga dua bulan sejak pengobatan." Ucapan dokter beberapa menit yang lalu seolah mimpi buruk baginya.
"Athif, lo harus kuat." Ucap Arsyfa sembari menatap Athif sedih.
"Keluar!" Athif butuh waktu sendiri.
"Tapi-"
"Keluar!" kali ini suara Athif bergitu keras.
Arsyfa tersentak. Baru kali ini ia melihat Athif begitu marah.
"Sudah, ayo keluar! Dia butuh waktu sendiri." Billy menggiring Arsyfa keluar dari ruangan Athif.
Hening. Setelah dua temannya keluar dari ruangannya. Tapi, hatinya tak hening. Ia berteriak begitu keras dalam hatinya.
Ia melirik pergelangan tangannya yang patah itu. Bukankah itu berarti bahwa latihan basketnya selama ini sia-sia? Bagaimana bisa ia ikut turnamen dalam keadaan tangan yang seperti itu? Digerakkan saja susah, apalagi memasukkan bola ke dalam ring. Itu, adalah mimpi buruk baginya.
Athif hampir menangis, namun ia mencoba untuk menahannya. Ia tidak ingin terlihat lemah. Apalagi ia tahu kalau Arsyfa dan Billy belum pulang.
Arsyfa sengaja membiarkan pintu ruangan di mana ada Athif sedikit terbuka. Dari luar Arsyfa mengintip apa yang dilakukan Athif di dalam.
Dari raut wajah, kentara sekali kekecewaan tercetak di wajah Athif. Melihat itu, rasanya sesak sekali dadanya. Bagaimana tidak? Karena sifatnya yang ceroboh dan pelupa, ia lupa membuang kulit pisang dan akhirnya diinjak oleh Athif, lalu kalian tahu sendiri apa yang terjadi.
Apa ia harus jujur pada Athif? Kalau kulit pisang itu miliknya. Tapi, ia takut Athif akan marah padanya. Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan?
Arsyfa menitikkan air matanya sembari menatap wajah sedih Athif dari pintu yang sedikit terbuka.
"Athif, maaf, gue udah ngerusak mimpi lo. Maaf, kekurangan gue malah melukai lo." Batin Arsyfa.
Sudah ia putuskan. Walau belum bisa berkata jujur, ia akan bertanggung jawab.
***
See you next part.Maaf, atas segala kekurangannya. Saya tau cerita ini masih banyak sekali kekurangannya. Dan serius, part ini paling susah ditulis.
Thanks for reading.
28 Maret 2019By,
-Warda-
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Me (END)✔️
Novela JuvenilArsyfa berusaha bertanggung jawab atas kecerobohannya. Namun, pada akhirnya kecerobohan yang ia coba sembunyikan terkuak hingga melebarkan jarak antara dirinya dan Athif, orang yang dicintainya. Ia ingin memangkas jarak itu. Tapi, jika bentangan jar...