6. •Cafe•

932 97 40
                                    

Pelangi turun dari kendaraan roda empat yang baru saja mengantarnya dari sekolah ke rumahnya, perjalanan yang cukup jauh dan membosankan.  Karena kasus itu, Pelangi terpaksa pindah sekolah dan rumah. Lebih tepatnya, karena isu yang tersebar luas di sekolahnya, membuat kedua orang tua Pelangi merasa sedih karena Pelangi terlihat tertekan dan tak mau pergi ke sekolah.
 
 Pelangi melangkahkan kakinya masuk ke rumah, hingga akhirnya langkahnya membawa dirinya bertemu dengan kedua orang tuanya yang asyik dengan kegiatannya masing-masing.

Pelangi tersenyum kecil, 'Dimana-mana kerja, apa-apa kerja,' batin Pelangi kesal.

Pelangi melewati kedua orang tuanya begitu saja, mencoba untuk tidak peduli. Padahal nyatanya, Pelangi sangat rindu untuk menyapa mereka dengan hangat serta menyambut uluran tangan mereka.

"Talitha sudah pulang?"

'Belum ...' Pelangi menjawabnya dalam hati, tak berani menyuarakannya.

Pelangi menganggukkan kepalanya.

"Hari ini Mama libur," jeda Ibu satu anak itu. "Mau makan di luar?" tanya Sabrina dengan senyuman manisnya.

Pelangi memutar balik tubuhnya sembari menatap Mamanya tidak percaya. "Tumben."

"Ada apa?" tanya Pelangi, heran.

Sabrina tersenyum kemudian terkekeh kecil, "Refreshingnya kamu. Besok kan seleksi olimpiade ya?"

Pelangi mendengus, sudah bisa menebak apa dan maksud Sabrina. Sederhana, menyogok Pelangi dengan mengajak dirinya bersenang-senang. Setelah itu? iya, Pelangi akan disiksa jika tidak menerima atau menyanggupi permintaan kedua orang tuanya.

"Pelangi capek," jawab Pelangi menolak ajakan Sabrina yang terlihat tulus.

Sabrina menghembuskan napasnya, "Sudah lama, loh sayang kita gak makan bareng di luar." Sabrina masih berusaha untuk membujuk anak tunggalnya itu.

"Makan bareng?" tanya Pelangi dan dibalas anggukan oleh Sabrina.

"Memang Papa ikut?" tanya Pelangi lagi, spontan saja tatapan Chiko yang sedari tadi menunduk kearah laptop kini terangkat kemudian menatap kedua mata Pelangi 'sok lelah'

"Gak bisa?" Pelangi dapat menebak apa yang akan Papanya ucapkan.

Chiko tersenyum kecil, "Maafi Papa ya sayang. Next time kita makan bareng."

"Okey?"

Chiko kembali sibuk dengan laptopnya, mengabaikan Pelangi kembali. Setiap hari, Pelangi akan selalu diposisi seperti ini. Tidak ada yang memperhatikannya, tidak ada yang tahu apa kegiatan Pelangi di luar sana. Yang intinya, mereka tidak peduli.

"Jadi kan sayang?" tanya Sabrina, lagi.

Sebenarnya Sabrina dapat merasakan bagaimana jika dirinya diposisi Pelangi. Tapi, entah kenapa rasa obsesi Sabrina lebih besar ketimbang perasaan anaknya sendiri.

Dia ingin jika Pelangi bisa sukses seperti dirinya sekarang, dan tidak menyia-nyiakan apa yang Sabrina dan Chiko berikan kepadanya.

"Iya," jawab Pelangi setengah ikhlas.

Sabrina tersenyum manis.

PELANGI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang