DUA
Kedua mata Pelangi mengerjap dengan pelan, cahaya matahari yang masuk melewati celah jendela kini menusuk telak di kedua bola mata gadis itu. Ditengoknya ke arah kanan dia tidak menemukan satu orang pun, gadis itu beralih ke sebelah kiri, di sana Pelangi menangkap sosok lelaki dengan peluh yang membanjiri wajahnya; yang saat ini pun menatapnya dengan pandangan menusuk.‘Namanya Biru.’
Dua kata itu spontan muncul di benak Pelangi, bahkan nada sang pengucap masih sangat fasih terdengar di kedua telinganya.
Pelangi tersenyum kecil. “Ada apa, Kak?” tanya Pelangi, heran.
Biru -- iya nama lelaki itu-- dia mengendikan bahunya, tidak peduli.
Pelangi terdiam sejenak, mencoba mengingat kejadian sebelumnya, mengapa dan bagaimana bisa dia berada di UKS bersama es batu berjalan ini.
Gadis itu memejamkan matanya, mengingat setiap detik lalu yang dia alami. Hingga kemudian ingatannya kembali, di mana dirinya jatuh pingsan karena ... tunggu, Pelangi tidak ingat.
“Gue yang lempar.”
Pelangi membuka kedua matanya dengan cepat. Bahkan tidak hanya terbuka, mata Pelangi kian membulat dengan sempurna saat mendengar suara Biru yang membuat jantung Pelangi loncat-loncat dalam dadanya. Bukan, bukan karena jawaban si Biru, melainkan suaranya yang mengalun merdu.
‘Suaranya laki banget,’ puji Pelangi dalam hati.
Pelangi menoleh kearah Biru, menunjukkan deretan giginya yang rapih –tersenyum-- canggung. “Lempar apa?” tanya Pelangi heran.
“Bola.”
“Iya, bola apa?”
“Basket.”
Pelangi menghembuskan napasnya, tiba-tiba saja Pelangi seperti terlempar di kejadian 10 menit lalu, saat dia bersama tiga teman barunya berjalan menuju kantin melewati lapangan basket. Namun, seingat Pelangi, dia hanya berjalan mundur setelah itu dia tidak tahu apa yang terjadi; selain pingsan tentunya.
“Maksudnya gimana sih?” tanya Pelangi bingung.
Biru menghembuskan napasnya, mengikuti gerakan Pelangi sebelumnya. “Gue lempar bola ke kepala lo!” ketus Biru, lelaki itu menjelaskan dengan nada yang sangat kasar, dingin, namun cukup jelas.
Pelangi membulatkan matanya kaget, bukan dengan penjelasan Biru melainkan intonasi Biru yang sangat menyeramkan. Nadanya terdengar marah kepada seseorang yang telah menyalahinya. Padahal, di sini yang salah Biru. Sepatutnya Biru yang minta maaf kepada Pelangi, bukan malah memarahi Pelangi seperti ini.
“Gak sopan!” Pelangi memasang wajah kesal. “Coba tanya sama guru kamu, sopan gak kaya gitu?” cibir Pelangi.
Biru membulatkan kedua matanya saat mendengar cibiran Pelangi. Sepertinya, kalimat itu tidak asing di telinganya.
“Sorry.”
“Ha?”
“Sorry,” ulang Biru.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI
Fiksi Remajakisah klasik yang akan kalian nikmati dari awal hingga akhir✨ "Jika awalnya kamu hanya sandiwara, tapi kenapa kamu tidak ingin mengakhiri?" -🌈