Part 14

980 36 3
                                    

Malam semakin larut, Jennifer meminta kepada Michael untuk langsung mengantarnya ke tempat kerja. Michael menyanggupi permintaan tersebut, ia berbalik arah kemudian langsung menuju Pedro Moris, klub malam tempat Jennifer bekerja.

Tanpa berdandan, Jennifer langsung memasuki klub malam itu dengan pakaian yang sejak sore melilit pada tubuhnya.
“Aku menunggumu,” bisik Michael pelan di dekat telinganya.

“Jangan ... kau pulang saja!”

“Tidak apa-apa. Anggap saja aku bukan menunggumu, tapi orang lain untuk menikmati segelas bir di sini.”

Jennifer mengangguk, ia mendekatkan bibirnya pada pipi Michael kemudian menciumnya. “Baiklah.”

Jennifer melanjutkan jalannya lagi menuju sofa empuk. Para koleganya telah menunggu sedari tadi. Hamparan botol minuman dan camilan berantakan di meja itu. Sementara Michael menuju meja bar, ia meminta satu gelas sekadar untuk menghangatkan tubuhnya yang kedinginan.

Bar tender menuangkan minuman ke dalam gelas perlahan. Setelah selesai, ia tak melakukan atraksi lagi melainkan memandang Michael dengan tajam. Tangannya bersimpuh rapi di atas meja.

Michael merasakan tak nyaman, ia risi tatkala bar tender itu terus saja menatapnya. “Apa aku salah?”

Bar tender menggelengkan kepala. “Tidak. Aku hanya memandangimu sesaat untuk memastikan —“ ucapannya terhenti, ia memandang lagi.

“Memastikan apa?” Michael tak bisa menyembunyikan kekesalannya. Wajahnya menyeringai seram bak singa yang siap menghantam mangsanya.

“Kau berpacaran dengan Jennifer?” Pria itu sontak memberikan pertanyaan yang tak seharusnya ia tanyakan. Apalagi kepada orang yang ia tidak kenal.

Michael terdiam. Ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Michael berpikir puluhan kali untuk menjawab pertanyaan mudah tersebut. Tangannya memutar pelan gelas yang masih tersisa minuman itu lalu meneguknya.

“Kenapa diam? Apa pertanyaanku terlalu sulit bagimu?” Wajah Jonathan menyeringai. Ia memasang tampang ejekan kepada Michael yang seolah kehilangan pikirannya.

“Aku tidak tahu,” balas Michael singkat.

“Dasar bodoh! Sebagai laki-laki seharusnya kau punya komitmen. Jika suka, beri kepastian. Jangan memainkan gadis itu.” Jari Jonathan menunjuk ke arah kerumunan para gadis yang sedang berkumpul di pojokkan klub. Michael melirik sesaat, memperhatikan tawa ceria mereka, kemudian matanya terfokus pada satu titik, Jennifer.

“Kau kenal dengan mereka?”

“Bukan kenal lagi, tapi kami bagai saudara dengan mereka. Apalagi dengan Jennifer, ia menganggapku sebagai kakak,” jelas Jonathan. Ia meninggalkan Michael sendirian di meja bar. “Dam ... tolong kau gantikan posisiku sebentar. Aku akan pergi dulu ke luar,” teriaknya lagi ke salah satu koleganya di mesin bar.

Jonathan keluar dari meja bar yang sedari tadi mengurungnya. Berjalan menghampiri Michael yang masih duduk manis merasakan penatnya efek alkohol. “Ikut denganku!” perintah Jonathan menarik tangan Michael. Ia menuntunnya hingga keluar dari ruangan klub itu.

Beberapa langkah berikutnya ia telah meninggalkan cukup jauh dari Pedro Moris. Kemudian Jonathan duduk di bangku jalan, tepian trotoar.

“Ada apa mengajakku kemari?” Michael benar-benar tidak mengerti kepada Jonathan.

“Silakan duduk.” Jonathan menoleh ke sampingnya yang masih kosong.

Jalanan hampir sepi, hanya ada beberapa kendaraan saja yang hilir-mudik menerangi aspal hitam. Tetapi cahaya dari lampu jalanan masih terang, ditambah dengan sinar bulan di langit. Michael duduk di sebelah Jonathan, ia tak berucap apa pun.

“Kamu tahu tentang Jennifer?” tanya Jonathan membuka suaranya.

“Ya, aku tahu. Dia seorang lady escort yang sejak kecil ditinggalkan oleh orang tuanya. Dia juga kuliah di tempat yang sama sepertiku.”

“Terus ...?”

“Itu saja.” Michael kembali terdiam sesaat. Kemudian ia berpikir kembali tentang kehidupan Jennifer yang begitu tabu untuk sebagian orang-orang. “Anak dari seorang petani desa pinggiran kota.”

“Baiklah. Aku harap kau jangan pernah menyakiti Jennifer ... jangan pernah meninggalkan dia sesulit apa pun situasimu kelak.” Jonathan mengangguk pelan. Tangannya menepuk bahu Michael. “Aku percaya padamu.”

“Thanks for believe me, Brother.”

“Aku hanya tidak mau kejadian kelam menimpa Jennifer kembali.”

“Kejadian apa?” Michael antusias. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh Jennifer. Dengan bantuan Jonathan, ia berharap mengetahui semuanya termasuk yang tak pernah Jennifer ceritakan.

“Kau ingin tahu?”

“Tentu!” kata Michael tak bisa menyembunyikan antusiasnya.

Jonathan menghela napas panjang sesaat, kemudian melepaskannya perlahan. “Dulu sekali ... ada seseorang yang sangat ia cintai. Tapi itu harus kandas saat lelaki itu pergi ke Australia. Ia frustrasi, ia tak mau menerima kenyataan. Semenjak saat itu dia memutuskan untuk jadi seorang lady escort dan menyenangkan semua lelaki.”

“Siapa dia?”

Jonathan kembali menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu namanya. Itu sudah lama sekali.”

‘Teka-teki ini seperti permainan puzle, hampir tersusun dengan rapi,’ batinnya. “Semenjak itu dia menjadi lady escort?”

“Ya. Setelah lelaki itu pergi, ia menjadi lady escort,” jelas Jonathan. Ia menurunkan tensi bicaranya setelah tadi menegang. “Aku harap kamu lelaki baik, semoga bisa membantu Jennifer melupakan dunia hitamnya.”

“Terima kasih, Brother. Aku akan membantunya.” Michael pun menepuk pundak Jonathan. “Iam Michael, and you?”

“Jonathan.”

Setelah berbincang-bincang panjang-lebar. Michael dan Jonathan baru saja saling tahu tentang nama masing-masing. Tetapi wajar saja, di negeri yang maju seperti United State atau United Kingdom berbicara kepada orang asing itu sangat lumrah.

Jonathan berdiri, kemudian melangkahkan kakinya kembali menuju gedung Pedro Moris untuk melanjutkan pekerjaannya. Sementara Michael masih duduk terpaku di kursi sisi jalan tadi. Sesekali matanya menatap langit yang cerah dipenuhi dengan bintang-bintang.

Cukup lama Michael terdiam tanpa kata, pikirannya kembali terbang tak karuan. Antara lelah karena seharian bersama Jennifer melulu dan juga memikirkan kepingan masalah Jennifer. Tetapi intinya sama, yaitu tentang gadis berambut pirang, Jennifer.

“Michael ...,” lirih Jennifer mengusap pundak Michael yang tertidur. Tanpa disadarinya, ia pulas tidur di bangku tepi jalan.

Michael terkejut mendapat sentuhan mesra itu dan sontak saja ia terbangun. Tangannya mengusap kelopak mata. “Jennifer, apa aku tertidur di sini? Jam berapa sekarang?” racaunya tak jelas.

Jennifer melemparkan senyum manis melihat kelakuan Michael, ia menunggu sesaat sampai Michael benar-benar tenang. “Maafkan aku membuatmu menunggu. Seharusnya kamu pulang saja ke rumah. Jangan menungguku seperti ini.”

“Tidak apa-apa. Lagi pula di rumah aku tidak ada siapa-siapa. Aku bosan,” jelasnya setengah sadar. “Sudah selesai?”

Jennifer mengangguk. “Yuk, pulang.”

Black  Business: Lady Escort √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang