“Siapa namamu?” tanya Michael penasaran.
Perempuan itu tersenyum, sama-sama manis seperti Jennifer. Namun perempuan ini mempunyai kulit yang lebih putih layaknya orang-orang Eropa. “Natalia.”
“Ya ... senang kenal denganmu.”
“Kau seorang turis di sini? Sengaja berkunjung dari New York ke Moscow?”
“Tidak. Ayah ibuku sedang bekerja di sini. Kebetulan aku telah lulus belajar di Amerika. Jadi menyempatkan liburan di sini.”
“Wah, selamat.”
Mereka jalan beriringan. Langkah-langkah mereka disertai dengan obrolan hangat. Layaknya orang yang baru kenal, mereka saling bertanya satu sama lain tentang kehidupan yang berbeda benua tersebut. Michael tak keberatan, ia menjelaskan semua tentang New York, begitu pun dengan Natalia yang menjelaskan kehidupan di Moscow.
“Kau sudah makan siang?” tanya Natalia.
“Ah, aku lupa. Sarapan juga belum.”
Natalia menggelengkan kepala. “Bagaimana kau bisa lupa dengan sarapan? Bukankah sarapan itu wajib bagi manusia?”
“Ya ... tadi aku tidak sempat makan di rumah. Orang tuaku masih sibuk membuat sarapan ketika aku keluar. Tapi tadi aku sudah minum kopi, kafein dan nikotin sudah membuatnya kenyang.”
“Tapi tidak bagus kalau kebanyakan kafein.”
“Mau bagaimana lagi, tidak ada pilihan.”
“Baiklah, bagaimana kalau kita mampir dulu ke tempat restoran kesukaanku. Tidak jauh dari sini tempatnya.”
“Kenapa tidak?” Michael begitu antusias menerima ajakkan dari Natalia.
Natalia memang terbuka. Ia menerima orang-orang baru di kehidupannya. Ia juga mudah begaul, ia bisa cepat akrab kepada orang-orang yang berkunjung ke negerinya, termasuk Michael yang notabenenya adalah orang Amerika Serikat.
Beberapa langkah berikutnya mereka telah tiba di restoran. Tempatnya strategis, pertengahan kota Moscow, jalan utama yang dilewati oleh kalangan pengendara yang berlalu lalang.
“Kau pesan apa?” tanya Jennifer memberikan buku menu.
Michael mengernyitkan keningnya saat melihat huruf di dalam buku menu tersebut. Tampak macam-macam makanan menggugah selera tetapi tak bisa membacanya. Maklum, memang tulisan Rusia dan Amerika berbeda. “Terserah kau saja.”
“Kenapa? Aku takut kau tak suka dengan pilihanku.”
“Aku pasti suka, percayalah.”
Natalia menuliskan menu yang ia pesan. Hampir lama, berbeda dengan makanan cepat saji yang berada di Amerika, belasan menit kemudian makanan itu datang dan disajikan ke atas meja.
“Kau suka?” Natalia memastikannya sekali lagi.
Michael bergeming.“Kalau kau tidak suka, aku memilih yang lain.”
Michael mengambil sendok lalu mengambil kuah makanan itu, ia merasakannya sesaat. Wajahnya datar tak ada ekspresi apa pun. Hal itu membuat Natalia semakin tegang.
“Aku suka ini!”
Mendengar jawaban itu Natalia tersenyum. Michael benar-benar mengerjai Natalia, orang yang baru ia kenal. Natalia mengembuskan napasnya kuat-kuat.
“Serius, ini enak sekali.” Michael meracau setelah merasakan beberapa suap dari sendoknya. “Oh, ya. Kau bekerja di mana?”
“Dulu aku bekerja sebagai penulis di media—“
“Lalu sekarang?” potong Michael.
“Sekarang aku bekerja di Central Bank of Rusia.”
Michael menghentikan kunyahannya. Ia menatap wajah gadis itu dengan saksama. Mulutnya menganga, membuat Natalia bingung untuk kedua kalinya.
“Apa hubungannya dari seorang penulis ke bank?”
“Tidak ada memang. Tetapi pekerjaan menulisku dilakukan saat aku masih menjadi mahasiswa di blog pribadi. Isinya sama, tentang keuangan juga.”
“Biar kutebak, kau kuliah mengambil bisnis?”
“Tepatnya ekonomi.”
“Ya, itu!”
“Bicara Amerika. Di kantor pusat yang juga kebetulan tempatku bekerja, ada salah satu orang dari Amerika Serikat yang mempunyai rekening gendut. Total nilainya tidak tahu pasti, yang jelas lebih dari lima juta USD,” jelas Natalia mengingat kembali nama seseorang itu, tetapi semakin mengingat, semakin lupa. “Lalu pekerjaanmu apa di sana?”
“Kau bisa kupercaya?”
“Terserah. Aku tidak akan memaksamu.”
Michael terdiam sesaat. Matanya memandang gadis mancung dengan teliti, melihat akan ada titik-titik kebohongan. Semakin lama memandangnya, ia percaya dengan Natalia. “Aku seorang jurnalis majalah mingguan.”
“Wow, hebat. Itu cita-citaku sejak kecil.”
“Lalu kenapa menjadi seorang karyawan bank?”
“Sudah jadi garis takdirku,” singkat Natalia. “Ceritakanlah apa suka dukanya menjadi seorang jurnalis? Aku ingin menjadi seorang jurnalis, mungkin terlihat keren.”
“Tidak ada sukanya. Menjadi jurnalis di majalah mingguan membuatku takut. Kau masih merasa aman menjadi manusia biasa, sedangkan aku bisa setiap saat mati. Aku bisa mati di udara, aku bisa tenggelam di lautan, atau hilang di tepi jalan.”
“Kenapa bisa seperti itu?” Natalia semakin penasaran dengan cerita dari orang-orang pemuat kabar berita.
“Ya. Sebab menjadi seorang jurnalis memuat berita tentang korupsi, pembunuhan, atau mafia narkoba dan menyebarluaskan kepada masyarakat tidak serta merta selamat, bisa jadi temannya menculik yang memuat berita itu. Makanya menjadi jurnalis itu harus siap mati.” Michael mulai serius berbincang-bincang dengan Natalia. Menurutnya, obrolan dengan orang asing dari luar negaranya lebih baik dari pada harus membongkar pekerjaan dirinya kepada orang senegara.
“Bukankah sudah ada peraturan yang melindungi jurnalis, wartawan, dan pers lainnya?” Natalia tidak tahu jauh tentang kehidupan jurnalis, ia lebih banyak tanya untuk mencari pengalaman.
Michael berhenti sejenak. Ia mengambil napas dalam-dalam lalu mengeluarkan perlahan. Ia tak mau berbicara dengan orang lain sambil napas yang memburu. Setelah dirasa cukup tenang ia mulai berkata lagi, “Iya, ada undang-undang yang melindungi kami, pun semua yang bekerja di ranah informasi. Tetapi, kau tahu?”
Natalia menggelengkan kepala. Tangannya masih memegang sendok dan garpu.
“Nyawa tidak bisa diganti. Orang yang membunuh bisa saja dipenjara, tetapi korban yang mati tidak bisa dihidupkan”
Natalia kali ini mengangguk, seolah ia paham dari penjelasan yang Michael berikan. Banyak pesan-pesan berharga dari cerita orang yang bekerja sebagai jurnalis. “Terima kasih, Michael, telah bercerita banyak padaku.”
“Sama-sama. Kau juga telah mengajakku makan siang.”
“Tak usah sungkan. Aku bisa saja mengajakmu untuk keliling kota ini. Tapi bukan sekarang waktunya.”
“Kapan kau bisa?”
“Nanti aku kabari lagi. Atau mungkin jika nanti kau datang lagi ke Moscow, aku akan mengajakmu keliling Rusia.”
“Baiklah, Nata.”
![](https://img.wattpad.com/cover/191983164-288-k499327.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Business: Lady Escort √
Romance26 Juni 2019 - 14 Juli 2019 ❤ #1 - Kritiksosial 7 Juli 2019 #6 - Jurnalis 7 Juli 2019 ●●Cerita ini mengandung unsur dewasa, mature, serta konflik yang berat. Jangan dulu menjudge sebelum benar-benar tuntas membacanya. Selain menjadi Lady Escort, Jen...