Part 10

1.6K 45 16
                                    

Jennifer dan Michael sedang meminum bir pagi hari yang merupakan kebiasaan mereka saat musim dingin berganti ke musim panas. Badan mereka hanya dibalut dengan pakaian dalam di bar tersebut.

“Jennifer,” ucap Michael.

“Ya, kenapa Michael?”

“Aku mau mengatakan sesuatu.”

“Tentang?”

“Kamu masih ingat saat kita di New York aku ingin mengatakan sesuatu tetapi tak jadi?”

Jennifer terdiam, ia mengingat beberapa waktu silam yang dilewatinya. Kemudian ia menggelengkan kepalanya ringan. “Tidak. Aku tidak ingat sama sekali. Memang kamu ingin bicara tentang apa?”

“Habiskan dulu minumanmu. Nanti akan aku ceritakan semuanya, tentangku, tentang pekerjaanku, dan tentang keluargaku.”

“Oh, ok. Aku pasti penasaran.” Jennifer tersenyum menggoda.

Beberapa saat kemudian bir bening di dalam gelas mereka sudah kosong. Michael dan Jennifer kembali memasuki losmen untuk berganti pakaian. Situasi di jalan sangat sepi, berbeda dari malam hari yang tampak ramai oleh anak-anak muda yang melakukan pesta pora. Atau mungkin mereka semua sedang tidur untuk menyiapkan malamnya lagi.

Jennifer membuka pintu dan berjalan ke dalam kamar diikuti oleh Michael. Jennifer menutup pintu dengan rapat lalu melucuti semua pakaiannya di hadapan Michael. Tidak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh mulus gadis itu. Namun Michael tampak biasa saja, ia lebih memilih untuk duduk membelakangi Jennifer dan membuka laptop sepuluh inci dari tasnya.

“Michael.”

Michael melirik ke arah Jennifer, ia memandanginya sesaat lalu kembali menatap laptop yang tengah menyala.

“Aku hampir lupa. Tadi kamu mau cerita tentang apa?”

Mendengar kata itu, sontak Michael menutup laptopnya. Ia berdiri menghampiri Jennifer yang sudah berganti pakaian namun tetap memakai celana dalam dan BH saja.

“Kamu harus janji dulu. Apa pun yang akan aku ceritakan, kamu tidak boleh berubah.” Michael menatap tajam mata Jennifer, ia khawatir Jennifer akan meninggalkannya saat tahu tentang dirinya.

“Ya, aku berjanji!” tegas Jennifer tersenyum.

“Pekerjaanku adalah seorang jurnalis dari majalah mingguan Amerika Serikat.”

“Terus ...,” lirih Jennifer kebingungan.

“Aku punya misi rahasia. Jika saja ini bocor, nyawaku tidak akan selamat di negeri Paman Sam ini.”

“Bodoh! Apa yang kamu bicarakan? Aku benar-benar tidak mengerti. Sungguh.”

“Intinya aku adalah orang rahasia yang akan membongkat kedok prostitusi kalangan atas. Aku takut kamu terlibat dalam prostitusi tersebut.”

Jennifer duduk di tepian ranjang. Ia memahami maksud Michael, ia pula salah satu tokoh yang terlibat dalam prostitusi kalangan atas. Wajahnya mendadak pucat pasi, raut wajahnya penuh dengan kebimbangan.

“Suatu saat, aku akan membocorkan tentang bisnis gelap itu, Sayang.” Jennifer mengusap lembut wajah Michael dari ujunh rambut hingga ke ujung dagu.

Kali ini Michael yang tidak mengerti tentang ucapan dari Jennifer. Wajah melongo penuh dengan tanda tanya. Tangannya kirinya menyentuh jemari Jennifer, menurunkam tangannya ke bawah dengan halus. Bagaimana awalnya, kini mereka saling bercumbu mesra.

***

Malam harinya Michael hanya duduk-duduk santai di sebuah klub dekat pantai. Malam ini perasaannya begitu kacau sehingga tak ada rasa sedikit pun untuk menikmati sisa malam di Panama Beach City. Sedangkan Jennifer yang mengikuti dansa dan berbaur dengan orang asing, tampak bahagia melupakan semua beban di kepalanya.

“Mau tambah lagi?” kata seorang lady escort yang menemaninya meneguk alkohol.

“Tidak. Terima kasih.” Michael sebenarnya tidak terlalu suka dengan alkohol, hanya saja ia meminumnya sekadar menghangatkan badan. Jauh berbeda dengan Jennifer yang kecanduan alkohol bahkan sampai tak sadarkan diri.

“Ada apa, Tampan? Tampaknya kau tidak punya rasa semangat hari ini. Seharusnya orang-orang yang berada di pesta ini punya semangat yang menggebu.”

“Ada perasaan yang mengganjal diriku. Apa salah jika aku jujur kepada orang yang aku cintai?”

“Tentu tidak. Jujur dan keterbukaan dalam sebuah ikatan itu perlu agar tidak ada kesalahpahaman yang berujung perpisahan,” jelas perempuan itu dengan bijak.

“Ya ... kau terlalu pintar. Namaku Michael.”
“Aku Sabrina.”

“Senang bertemu denganmu.” Michael tersenyum kecut seolah memaksakan.

Beberapa saat kemudian, dari balik pintu kaca terlihat seorang perempuan memakai bikini sangat mini berjalan menuju mereka berdua. Wajahnya ceria berseri-seri dihiasi gemerlap lampu berwarna-warnu menyorot matanya.

“Hay, Michael,” sapanya kemudian duduk di samping Michael.

“Oh, ini pacarmu yang baru saja diceritakan? Pantas saja kamu gelisah ... lumayan cantik.”

“Terima kasih,” ucap Jennifer mengulurkan tangannya. “Jennifer.”

“Sabrina.”

“Jadi Michael tadi menceritanku padamu?” Jennifer menatap pada Sabrina, kemudian ia mengalihkan pandangannya kepada Michael yang tertunduk. “Cerita apa, Michael?”

Lagi-lagi Michael hanya tersenyum kecut melihat Jennifer yang ingin tahu. Dengan singkat ia menjawab, “Tidak.” Michael menatap Sabrina. “Aku hanya ingin menceritakan kalau aku menyayangimu. Bukan begitu, Sabrina?”

“Mungkin ... e-eh, ya ... benar.”

“Kamu sudah berpestanya?” tanya Michael pada Jennifer.

“Aku tidak semangat kalau kamu tidak ikut. Jadi aku berpikir untuk menyudahi saja pesta ini. Mau tambah lagi minumnya?” tawar Jennifer.

“Sudah, cukup. Terima kasih.”

Sabrina berdiri, percuma juga ia duduk bertiga dengan orang yang sudah berpasangan. Ia memutuskan untuk meninggalkan Michael yang sudah ditemani oleh pacarnya.

“Sayang, padahal aku ingin minum sekarang. Please, temani sebentar saja, aku tidak akan lama.” Jennifer merengek, mimiknya memelas iba di hadapan Michael.

“Baiklah, aku temani. Tapi hanya melihatmu saja, bukan untuk meminum. Aku sudah cukup banyak malam hari ini.”

“Terima kasih.”

Jennifer bangkit lalu mencium pipi kanan Michael kemudian berjalan menuju bar tender memesan satu gelas minuman untuk menghangatkan cuaca malam ini yang sedang dingin.

Black  Business: Lady Escort √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang