Eps. 8

2K 181 2
                                    

... BUKIT KENANGAN ...

Limario dan Jennie terus mengaitkan jari-jari mereka. Sesekali senyum merekah tercetak di wajah cantik Jennie dengan sorot mata yang berbinar-binar. Jennie tampak bahagia, hal itu terlihat dari caranya menghirup udara, memandangi rerumputan dan menikmati eloknya kupu-kupu.

Limario pun tak kalah bahagia, melihat pujaan hatinya begitu senang, ia pun segera mengajaknya berlari kecil sambil tertawa.

"Tempat ini indah sekali Lim. Bagaimana kalau kita kesini seminggu sekali?" Jennie melontarkan keinginannya pada kekasihnya itu.

Limario hanya menyiritkan matanya
"ehm... Tidak... Tidak. Jangankan seminggu sekali, tiap haripun kamu mengajak kesini, akan ku kabulkan"

"Terima kasih honey"

Limario hanya tersenyum. Jennie seolah terbius melihat senyum pangeran tampan itu. Sampai dirinya mematung memandang wajah Limario, mengamati dengan detail ketampanan pangeran itu.

Melihat Jennie memandangnya, Limariopun mendekatkan wajahnya ke wajah Jennie. Menyadari kekasihnya semakin mendekatkan Wajahnya, Jennie pun mulai kembali ke kesadarannya.

"Apa kau melamun honey?" tanya Limario.

"Tidak, aku hanya mengagumi wajah tampan yang ada di depanku ini" ucapnya sembari menakup wajah Limario dengan penuh kasih sayang.

Limario memegang tangan kanan Jennie lalu menciumnya dengan lembut.

"Ayo kita duduk disana Honey" ajak Limario yang langsung di iya kan oleh Jennie dengan anggukan kepala.

Keduanya duduk disebuah batu besar yang bentuknya tampak seperti sofa. Disekitarnya tumbuh banyak bunga dari berbagai jenis.

Jennie menyandarkan kepalanya di bahu kanan Limario. Tampak raut wajahnya memikirkan sesuatu. Namun ia berusaha untuk menghalau pikiran itu.

"Jen, aku ingin hidup bersamamu. Tapi tidak dalam istana. Aku ingin menikmati hidup di luar istana."

Jennie mendongakkan kepalanya, menatap Limario yang tampak serius bicara padanya.

"Kenapa Lim?"

"Aku ingin merasakan hidup sebagai rakyat biasa. Bisa bersamamu tiap hari. Tidak memikirkan masalah politik. Tidak ada aturan istana yang ketat menjeratku, dan bisa membaur dengan banyak orang tentunya."

"Tapi kamu seorang pangeran Lim. Kamu memiliki tanggungjawab atas rakyatmu. Begitupun aku, akan menggantikan ayahku. Kau tahu sendiri kan oppa ku sudah tiada."

"Sudahku pikir kan, Chaeyoung lah yang akan di nobatkan sebagai pengganti ayahanda raja."

"Kenapa kau berfikir seperti itu?"

"Karena Chaeyoung adalah saudaraku Jen, dia Hyung ku. Jisoo nuna memerintah kerajaan sampai aku dan Chaeyoung berusia 23 tahun. Jika kami sudah 23 tahun, maka salah satu dari kami lah yang akan di nobatkan sebagai raja. Dan ku rasa itu Chaeyoung yang pantas. Bukan aku." Limario tampak tidak bersemangat.

"Kau juga pantas menjadi raja honey. Meski bukan raja di kerajaanmu, tapi bagiku kamu adalah rajaku." ucap Jennie yang kemudian mendaratkan sebuah kecupan di pipi kanan Limario.

Limario tersenyum mendapat perlakuan hangat dari Jennie. Limario pun memberi isyarat agar Jennie duduk menghadap kearahnya.
Setelah mereka berhadapan dan berdekatan, Limario semakin merapatkan badannya ke Jennie. Ia pun menakup wajah cantik Jennie dengan sentuhan yang sangat lembut. Sampai kening merekapun bertemu.

"Aku mencintaimu Jen. Sangat mencintaimu. Berjanjilah untuk tetap bersamaku Honey."

"Iya Lim, aku janji. Kau pun harus janji, bahwa disini (Jennie menunjuk dada Lim) hanya ada aku. Bukan wanita lain."

Sang Penakluk (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang