⚓12. Misi

7 2 0
                                    

"Gua duluan, nyet." Kata Jaka sebelum bangkit meninggalkan meja.

Dia gak nunggu jawaban gue maupun Satria yang notabennya adalah orang yang dia ajak ngomong.

Dalem hati gue teriak, "bodo amat Jaka, bodo amat. Lu mau tidur disini kek, mau pulang kek. Bodo amattt!!!!"

Tapi itu bukan Samudra kalo begitu.

Jadi gue tetep masang sepiring wajah cool, dicampur 2 sendok senyum manis, dan dibaluri 3 botol aura hangat.

Gue emang seberkharisma itu.

Dan seganteng itu tentunya.

"Lu gak pulang?"

Gue terkekeh, "lu sendiri?"

"Kayaknya enggak."

"Kenapa?"

"Gue lagi gak mood."

"Pulangpun gue gak ada rumah."

"Melowww terus. Bosen gue dengernya."

Gue ketawa renyah, Satria emang kadang ada gunanya. "Kampreto sekali anda."

"Ets bentar," Satria natap gue jail. "Gimana kabar cewek yang bikin lo uring-uringan gak jelas beberapa hari ini?"

Gue mematung, terdiam, membatu, gak tau harus jawab apa.

"Eh, Satria kan?" kata seorang cewek tirus- tinggi kurus- yang entah kapan udah berdiri di deket meja kita.

"Sonya?"

Cewek itu senyum kemudian cipika cipiki sama Satria sok akrab. Gue sih ogah. Pipi gue mahal buat sok akrab begitu. Iuh...

"Ih udah lama banget kita gak ketemu, gimana kabar lo?" cewek itu langsung duduk di kursi bekas Jaka.

Dan tanpa gue sadar, gue dikacangin dari tadi.

"Gue baik dong, anak pak lurah gitu loh."

"Ih lo gak berubah ya."

"Bisa aja lo, So."

Mereka berdua asik ketawa-ketiwi, ngobrol sana sini, dan gue jadi penontonnya.

Gak asik.

Gue maksudnya. Ya lo tau lah.

Tiba-tiba kayak kerasa hening, pas gue tatap Satria sama Sonya, mereka saling adu mata. Gue ngerasa ada yang aneh nih. Perasaan gue jadi gak enak dong.

"Lu berdua pada kenapa?"

Mereka masih ribut perang bola mata.

Kadang gue suka heran, gini amat hidup gue. Kalo gak jomlo ya begini. Gak jelas gitu.

"Gue cabut ah."

"ETS!!" tahan Satria. "Tunggu dulu brader. Gue ada misi ke elo nih."

Tuh kan, bener feeling gue.

Ada udang di balik bakwan beneran.

"Gue sibuk nih, ada perlu." Elak gue.

"No no!" Satria mengeratkan tangannya yang nahan gue, "lo tadi bilang gak pengen pulang juga loh. Udah balik duduk sini."

Gue hela nafas jengah. Gak bener nih.

"Sebenernya, gue mau minta tolong sama lo." Suara gadis itu terdengar ragu. Netranya menatap Satria harap-harap cemas.

"Terus?"

"Terus?" Sonya bingung dong.

"Ah kelamaan lu berdua. Jadi gini Sam, Sonya mau nitip adek temennya ke elo."

"Kok gue?"

"Karena lo lagi free, brader. Plis deh, Sam. Gue ama Sonya mau ke rumah sakit nih, jenguk temen."

"Ya bawa aja tuh adek. Lo pikir gue penitipan anak Sat?" Gue bener-bener gak habis pikir. Emang wajah gue keliatan banget tukang momong ya? Di rumah ada Dipta dan di luar rumah pun ini ada calon adeknya.

Herman gue.

"Ya gak gitu juga keleus. Ini tuh adeknya udah mau pulang abis les. Les nya di depan situ tuh. Nah si Sonya dititipin soalnya kakaknya lagi gak bisa jemput, bokap nyokapnya lagi di luar kota."

"Ya tinggal pesenin ojol kan gampang."

"Gak boleh sama kakaknya. Adeknya ini kebiasa di jemput, gak boleh naik ojol sendiri." Sahut Sonya.

"Ayolah Sam. Berbuat baik tuh dapet pahala tau."

"Terus?"

"Kalo dapet hadiah seratus juta mah itu sms."

Reflek gue tonyor tuh kepala, didengerin beneran malah khotbah.

"Sakit kampret!"

"Bodo amat!"

"Dia pulang jam 10. Tadi gue udah bilang buat ke kafe ini."

Dengan berat hati gue cuma natap Satria penuh dendam. Awas lo Sat!

"Namanya siapa?" tanya gue jengah.

"Namanya Ayu."

Gue tersenyum getir. Habis Dipta terbitlah Ayu.

Mak, tolong anakmu ini mak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mak, tolong anakmu ini mak.

:")
🔜

SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang