Di luar lagi hujan.
Dan disaat-saat kayak gini, hati gue kembali rapuh. Ea... Dan anehnya, disituasi begini nih, gue mendadak jadi pujangga yang puitisnya ngalahin ayah Pidi Baiq.
Ada banyak hal yang gak gue suka dan gue suka di dunia ini.
Mendung, contoh hal yang gak gue suka. Dan hujan, contoh hal yang gue suka.
Gue gak suka sesuatu hal yang gak pasti kayak mendung. Seolah ia di atas sana memberikan harapan yang besar bagi gue, tapi nyatanya sebaliknya.
Dan naasnya, kehidupan gue di selimuti mendung sepanjang hari hingga detik ini.
Gue punya harapan yang sederhana, namun masih diambang antara kepastian dan sebaliknya.
Gue cuma pengen dimarahi.
Karena nama gue Samudra, semua orang mandang gue dengan tatapan segan. Gue bahkan gak pernah ditegor. Hal itu yang bikin gue....
ngerasa gak nyaman.
Aneh gak sih? Haha...
Udah lama banget gue hidup sebagai Samudra si bisnis analis, bukan sebagai Samudra si anak nakal.
"Liat-liat dong ah... Jalan yang bener!"
"Ya maaf, kan gak sengaja."
Gue menoleh ke belakang dimana Ayu kini sedang tertunduk sembari memunguti perintilan entah apa dan memasukkannya ke dalam tas yang tergeletak di sebelahnya. Dia tadi izin ke toilet sebentar.
"Lain kali kalo minta maaf yang bener. Anak SMA jaman sekarang gak ada yang bener."
"Orang ibu juga salah. Jalan liatin handphone mulu."
Ayu terlihat sangat santai, gak keliatan marah ataupun kesal. Gue jadi bertanya-tanya, Ayu ini manusia spesies apa?
"Kamu diajarin sopan santun gak sih sama orangtua?"
Bukannya menjawab, Ayu malah senyum ke ibu itu. "Nih tasnya. Makasih."
"Kamu itu bener-bener ya-"
"Ibu gak usah nunjuk-nunjuk, bisa?" potong gue reflek. Seumur-umur gue paling gak suka orang yang marah-marah di tempat umum dan ngotot kayak begitu tadi.
"Kamu lagi, mau ikut-ikut? Hah! Iya? Orang dia salah kok, dibelain. Satu keluarga gak ada yang bener. Ajarin tuh adiknya sopan santun. Dasar..."
"Ya gak gitu Ib-"
"Udahlah. Buang waktu ngomong sama orang gak berpendidikan. Sekolah yang bener sana, belajar tata krama sama orangtua!"
Gue kena juga dong.
Ayu malah nahan senyum sambil liatin gue yang kayak pasrah. Ibu itu udah pergi bak ditelan bumi, mungkin kayak gitulah peran figuran dalam film-film. Sekilas doang munculnya.
"Lo tau gak?"
"Apaan, bang?"
"Bener kata orang, kalo salah satu waktu mustajab buat do'a itu saat turun hujan."
"Iyakah?" Ayu menatap gue semi serius.
"Barusan gue punya harapan kalo gue pengen dimarahi. Eh beneran dong langsung express Tuhan ngasihnya. Gak pake someday..."
Ayu malah ngakak. "Bang Sam mau ngelawak ya... ada-ada aja deh. Dari pada dimarahi, gak sekalian aja minta di pukulin?"
Gue senyum. "Eh itu mulut... Baru aja diomelin bu-ibu gegara kurang sopan, sekarang mulai lagi."
"Ya gimana, udah dari sononya begini."
"Masih ujan, nunggu reda ya. Sini lo duduk dulu."
Awalnya hening, gue emang tipe orang yang gak bisa buka pembicaraan. Tapi Ayu ini kayaknya kebalikan dari gue deh.
"Kita naik apa, bang?"
"Motor. Kenapa?"
Ayu kayak menimbang-nimbang sebelum membuka lebar mulutnya. "Motor yang gede Bang?"
"Kenapa emang?"
"Mending gue nunggu Kak Sonya aja kalo-"
Gue reflek terkekeh, "lo takut? apa kecewa nih? apa jangan-jangan malu?"
"Gue takut naik motor gede Bang, beuh... liat nih bulu tangan gue langsung berdiri semua."
"Tenang, motor gue matic yang murah. Gakpapa kan?"
Ayu menghembuskan nafas lega begitu kentara, "syukur deh. Lega bener."
Ayu cuma diem sepanjang waktu diantara melodi yang diciptakan tetesan air yang jatuh itu. Gue noleh ke arah dia, karena gue takut dia kenapa-napa, kali aja kemasukan. Anak orang soalnya.
"Lo oke?"
"Jangan perhatian gitu Bang, ntar gue jadi sayang."
Eh anjir... gue malah digombalin bocah SMA. "Mulut lu lempeng amat yak."
🔜
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDRA
Fanfiction"Gue tuh ganteng," Samudra said.😎 Udah. Gitu doang sih :v T-T 🚣 -It's about Samudra's daily life- ⏳Publish on 2019/06/20 Meet me in random day..... -S