Hari-hari berlalu dengan cepat. Tidak terasa Nina sudah menghabiskan waktunya seminggu bersama Alex. Setiap hari, Alex selalu menjemputnya dan mengantarnya pulang. Sebelum melanjutkan pekerjaan selanjutnya, Alex juga selalu mengajaknya makan malam ataupun mengunjungi tempat-tempat lainnya.
Nina tentu merasa senang. Sudah lama dia tidak merasa sebebas dan sebahagia ini. Dia bisa melupakan sejenak hari-harinya yang selalu dipenuhi tekanan dan kritikan. Tidak apa jika kebahagian ini tidak berlangsung lama. Setidaknya dia bisa merasakan ketenangan setelah kepergian papanya.
"Kau lebih terlihat seperti paman-paman kaya daripada daddy. Rambutmu kan masih hitam. Jadi paman lebih cocok," ucap Nina sambil tertawa.
"Apa wajahku setua itu? Aku ini masih berumur 25 tahun loh," balas Alex menghentikan mobilnya ketika lampu merah.
"Tapi kau kelihatan seperti umur 30an. Rata-rata tampang orang bule memang boros ya, ha ha ha!" Nina tertawa keras setelahnya.
Tiba-tiba tangan kiri Alex menjulur didepannya dan tangan kanannya menekan sisi kursi. Alex mendekatkan wajahnya pada Nina dan menyudutkannya hingga ke pintu. "Menurutku, kau tidak terlihat gadis sekolahan. Kau terlihat dewasa." Alex membisikkan tiga kata terakhir di telinga Nina dan meninggalkan rasa panas disana. Dia kembali pada posisinya ketika lampu berubah hijau.
Ditempatnya, jantung Nina berdetak tidak karuan. Bisikan Alex masih terngiang-iang ditelinganya. Orang-orang memang selalu mengira umurnya yang sudah dewasa karena postur tubuhnya yang tinggi. Hal itu menjadi nilai lebih karena Nina memanfaatkannya untuk mencari pekerjaan walaupun belum memiliki tanda mengenal. Teman-teman sekolahnya dulu juga mengatakan kalau dia cocok menjadi model karena memiliki postur yang bagus dan wajah yang cantik.
Nina tidak pernah menganggap dirinya menarik ataupun cantik. Dia menganggap dirinya biasa-biasa saja dan tidak memiliki kelebihan apapun. Biasanya perempuan seusianya mulai tertarik dengan make-up dan mulai belajar untuk memakainya. Sayangnya Nina tidak pernah berpikir untuk berdandan. Ada pun sisa uang selalu disisihkan untuk keperluan rumah atau Randy. Pernah sekali Nina menggunakan lipstik milik sesama pegawai dibetamart karena dipaksa. Setelah itu Nina tidak pernah menggunakannya lagi.
"Apa kau marah?" tanya Alex karena Nina sedari tadi tidak berbicara.
Nina menggeleng untuk menjawab dan menatap lurus pada jalanan. Ada satu pertanyaan yang mengganggu Nina dan dia takut untuk bertanya. Tanpa sadar Nina meremas seatbelt nya dengan keras dan membuatnya menjadi kusut.
"Apa yang kau pikirkan?"
Pertanyaan tiba-tiba Alex membuat Nina terperanjat terkejut. Nina menebak-nebak apakah Alex bisa membaca pikiran atau ekpresinya yang mudah terbaca. Apapun itu, Nina tidak menyangka kalau Alex akan menyadarinya. Cepat-cepat dia melepaskan genggamannya dan mengalihkan pernyataan lain.
"Sepertinya mau hujan. Tadi aku melihat kilat," ucap Nina asal. Tidak lama setelahnya kilat benar-benar muncul di iringi dengan petir. Nina merasa lega karena timing yang benar-benar pas.
Alex melirik ke arah langit dan kembali memfokuskan pandangannya. "Biasanya kalau hujan, bagaimana caramu pulang?" tanyanya.
"Aku akan menunggu sampai hujan reda. Kalau hujan seharian, aku akan pulang subuh," jawab Nina cepat.
"Dan setelah itu kau kembali bekerja?" tanya Alex lagi.
Nina mengangguk sebagai jawaban. Dia menyadari jika kepalan tangan Alex pada setir mobil mengerat. Nina menundukkan kepalanya karena sepertinya telah salah berbicara.
"Kau wanita yang tangguh. Aku kagum padamu. Melakukan semuanya sendiri dan tidak pernah mengeluh. Sesulit apapun itu, kau pasti akan bertahan. Sifatmu itu seperti seorang pejuang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Only you
General FictionDingin dan tidak tersentuh, adalah dua kata untuk menggambarkan Alexander Black Testa, seorang pengusaha property yang kaya dan tampan. Banyak wanita yang berlomba-lomba untuk mencuri perhatiannya ataupun melewatkan satu malam dengannya. Tapi tidak...