TWENTY EIGHT

9.8K 459 4
                                    

Suasana cafe cinta selalu ramai setiap harinya. Cafe yang ditargetkan untuk para remaja ini bersebelahan dengan salah satu perguruan tinggi swasta. Lokasinya yang strategis dan desain ruangan yang terang menjadikannya sebagai pilihan bagi para karyawan atau pebisnis untuk berkumpul. 

Menunya yang berbagai ragam pun merupakan salah satu ciri khas yang menjadi daya tarik cafe tersebut. Cafe itu menyediakan sarapan, makan siang hingga makan malam untuk menyesuaikan dengan waktu. Seperti cafe lainnya, cafe cinta juga menyediakan wifi gratis sehingga para mahasiswa sering datang untuk bersantai ataupun mengerjakan tugas. Suasananya yang nyaman pun membuat para pelanggan betah untuk berlama-lama.

Siang ini, cafe cinta semakin ramai dengan karyawan yang datang untuk makan siang. Keadaan cafe semakin ramai bersamaan dengan waktu istirahat mahasiswa. Banyak orang yang rela mengantri berdesak-desakkan untuk membeli kopi take away. Mereka semua berkumpul untuk melihat seseorang. Seseorang yang menjadi alasan cafe itu ramai karena keahliannya membuat kopi dan senyumnya yang ramah.

Satu per satu orderan yang menumpuk, tidak membuat Nina panik. Dengan tenang dia menyelesaikan pesanan dan memberikan ucapan terima kasih pada pelanggan yang telah menunggu. Pekerjaan Nina tidak berhenti sampai disitu. Terkadang dia harus mendengar omelan dari pelanggan yang menunggu lama atau godaan dari para mahasiswa dan pelanggan yang menyukainya.

Ya, kecantikan Nina mengundang banyak pelanggan yang datang, khususnya laki-laki. Mereka rela datang setiap hari dan mengantri hanya agar dapat berbicara dengannya atau sekedar melihat. Nina sendiri bingung dengan daya tariknya. Menurutnya, dia memiliki wajah yang pas pasan. Namun bos tempatnya bekerja tidak menganggap demikian. Bosnya yang merupakan keponakan pak Suryo itu justru beranggapan kalau Nina adalah wanita yang cantik dan memesona.

"Atas nama Adrian," ucap Nina setelah menyelesaikan cappucino. Tidak lama setelahnya seorang mahasiswa datang dan mengambil pesanannya.

"Totalnya 18.000. Apa ada tambahan yang lain?" tanya Nina.

"Minta nomor wa mbak, boleh ngak?" tanyanya sambil nyengir.

"Huuuu, modus lu ya," timpal teman sebelahnya.

Beginilah pekerjaannya. Setiap kali dia berada di kasir, selalu saja ada yang meminta nomor teleponnya. Karena hari ini petugas kasir tidak datang, Nina harus bolak balik membuat kopi dan menyerahkannya kepada pelanggan.

"Nomor wa bukan untuk disebar-sebar." Anggi yang merupakan bos sekaligus keponakan pak Suryo muncul dari balik punggungnya. Postur badannya yang mini membuatnya terlihat lucu dan juga menggemaskan dalam waktu yang bersamaan. Dia sering dikira anak sekolahan karenanya. Jika Anggi marah, suaranya akan menggelegar. Karena itu tidak ada seorang pun yang berani membuatnya marah. Jika ya, maka besoknya orang tersebut perlu ke THT karena mendengar teriakannya.

Anggi mengambil alih kasir dan menyuruh Nina kembali membuat kopi. Jika cafe sedang ramai-ramainya, maka dia akan turun tangan untuk membantu. "Cepat bayar, terus pergi sana! Gak lihat antri pada rame?" usir Anggi.

Mahasiswa itu pun menjadi malu dan segera berlalu bersama temannya. Begitulah Anggi. Dia tidak akan segan-segan sama seperti pak Suryo. Melihat Anggi yang berada di depan kasir pun membuat pelanggan yang berbaris pun tertunduk lesu. Pasalnya mereka sengaja mengantri hanya untuk melihat Nina.

"Kalian yang antri mau modusin Nina silahkan keluar! Ganggu orang yang bener-bener mau beli kopi, tauk!" hardik Anggi.

Beberapa yang merasa rencananya telah terbongkar, mulai meninggalkan barisan. Beberapa masih ada yang bertahan untuk benar-benar membeli kopi ataupun melihat Nina. Mereka berharap kalau ada keajaiban yang membuat Nina kembali ke kasir.

Nina yang melihat hal itu pun menghampiri Anggi dan menasehatinya. "Gi, gak boleh gitu sama pelanggan. Nanti kamu dibilang sombong loh."

"Biar! Mereka tu cuma mau modusin kamu. Kalau mereka mau ngomong jelek ya silakan!" jawab Anggi dengan ketus.

"Jangan gitu. Nanti pelanggan kamu berkurang loh. Ingat janjimu sama om Suryo. Kamu gak mau kan aku dipanggil balik buat kerja sama beliau karena tingkah kamu?" 

Anggi langsung membantu ditempat, mengingat janjinya dengan pak Suryo. Saat pertama kali bertemu Nina, Anggi langsung menyukainya. Pelajaran yang diberikan Nina pun mudah dimengerti dan membuatnya cepat menguasai bahasa inggris. Kurang dari setengah tahun, Anggi telah lancar berbahasa inggris dan melaksanakan niatnya.

Tujuan Anggi belajar adalah untuk mengelilingi Australia dan meriset cafe-cafe yang berada disana. Dia ingin sekali mencoba berinteraksi dengan bule dan mengandalkan kemampuannya sendiri untuk berkomunikasi. Karena itu, Anggi giat mengikuti kursus namun tidak ada satupun yang mampu memuaskannya. Beruntunglah karena dia bertemu dengan Nina dan sabar dengan segudang pertanyaan dan tingkah lakunya. Jika bukan karena Nina, Anggi pasti tidak akan bisa mewujudkan keinginannya.

Setelah kembali, Anggi memamerkan kemampuannya membuat kopi kepada Nina dan pak Suryo. Dia ingin mengetahui bagaimana komentar mereka saat meminum kopinya. Nina yang tertarik dengan proses pembuatan memintanya untuk mengajarinya. Dalam sekali coba, Nina berhasil membuatnya bahkan hasilnya lebih baik darinya.

Dari situ, Anggi merengek kepada pak Suryo untuk meminta Nina menjadi karyawannya. Membuka cafe adalah cita-cita Anggi dan dia ingin agar Nina bisa bekerja dengannya. Dia sangat menyukai Nina dan berharap mereka bisa bersama-sama mengembangkan cafe miliknya. Pak Suryo yang tidak tahan dengan rengekkan Anggi, terpaksa memindahkan tugaskannya. Tetapi pak Suryo memberikan syarat. Jika kelakuan Anggi tidak baik, maka Nina akan kembali bekerja padanya. 

"Ayo, yang ramah sama pelanggan. Kalau kedengaran sama om Suryo, aku gak bisa kerja lagi sama kamu loh," tegur Nina.

Anggi mengambil nafas beberapa kali sebelum mengubah raut wajahnya. Setelahnya, Anggi menunjukkan wajah tersenyumnya, dia mulai melayani pelanggan dengan baik.

Nina senang karena Anggi mau menurutinya. Meskipun usia Anggi lebih tua darinya, Nina lebih menganggapnya sebagai adik. Terlebih dengan tubuhnya yang mungil, Nina tidak bisa menganggapnya sebagai kakak.

Setelah suasana cafe lebih tenang, Nina mengambil istirahat dengan duduk dan memakan makan siangnya. Pekerjaan lain seperti mencuci piring dan mengelap meja dilakukan oleh pegawai lain. Tidak ada yang berani memprotes. Mereka semua tahu kalau Ninalah yang paling bekerja keras. Berkat Nina juga cafe menjadi laku dan mereka sering mendapat bonus.

Sewaktu makan, Nina merasa seperti sedang diperhatikan. Dia memandang sekeliling cafe dan tidak menemukan siapapun yang mencurigakan. Pandangannya lalu beralih kepada jendela, dimana dia melihat seseorang tengah melihat ke arahnya. 

Sejenak, Nina merasa penglihatannya salah dan menguceknya. Namun saat orang tersebut berjalan memasuki cafe, pandangannya membulat. Sosok pria bermata abu-abu yang selalu dirindukannya tengah berdiri dihadapannya. Senyum lembut dari pria itu, tatapannya yang hangat dan ciri khasnya yang selalu mengenakan setelan hitam, Nina seolah-olah bermimpi melihatnya.

Ketika pria itu mengelus pipinya, barulah Nina sadar kalau ini bukan mimpi dan berhambur kepelukan pria itu.

"I miss you, my love."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Only youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang