NINETEEN

11K 451 5
                                    

Melihat mobil sedan hitam yang terparkir diseberang betamart membuat semangat Nina merosot. Untungnya pak Suryo menerima izinnya via telepon dan tidak keberatan dengan dengan permintaannya yang tiba-tiba. Tidak ada niat untuk Nina untuk pulang. Jika Helen melihatnya tidak bekerja, pasti dia akan dianggap malas dan menimbulkan gosip tidak penting.

Sudah biasa menghabiskan waktu dengan bekerja, Nina bingung harus kemana dengan waktunya yang kosong ini. Ingin ke sekekolah tapi Nina takut ada yang melihatnya dan melaporkannya pada Helen. Dia juga tidak bisa mengunjungi saudara-saudara lainnya karena tidak mempunyai uang yang cukup menuju kesana.

Rasa kantuk yang tiba-tiba menyerang membuat Nina teringat dengan papanya. Biasanya papa suka memainkan rambutnya ketika sedang duduk bersama. Nina sampai mengomel karena takut sebelah rambutnya menjadi ikal karena sering dipelintir. Papa hanya membalas tertawa dan terus memainkan rambutnya.

Sambil mengenang masa lalu, Nina melangkah menuju tempat peristirahan terakhir ayahnya. Dia mengusap batu nisan dan duduk bersila didepannya. Rumah yang dulunya terasa hangat, kini menjadi dingin tanpa kehadiran papa. Terkadang, ada pikiran Nina untuk menyusul papanya. Nina sudah lelah dengan semua yang terjadi padanya.

Sikap Dian yang selalu menomor satukan Randy selalu membuatnya kesepian, Randy pun bersikap tidak peduli setiap kali melihatnya, cibiran dari para tetangga dan teman-teman yang selalu mengolok-ngoloknya. Meskipun memikirnya, Nina tidak pernah melakukannya. Disaat-saat tersulit yang sedang dihadapi, selalu ada orang yang membantunya. Hal itulah yang membuatnya bertahan dan menjadi pegangan hidupnya.

"Pa, aku kangen," ucap Nina sambil mengelus nisan didepannya. "Kami semua baik-baik saja. Papa jangan khawatir."

Langit yang berawan dan angin yang bertiup semilir membuat mata Nina terasa berat. Dia bersandar pada bahu nisan milik papanya dan tersenyum kecil. "Pa, aku ngantuk. Aku boleh tidur disini sebentar kan?" tanya Nina dengan mata berkaca-kaca. Setelahnya Nina memejamkan matanya dan membiarkan kegelapan menguasainya.

***

Pukul 3 siang, semua proses kegiatan mengajar telah berakhir. Murid-murid bersorak gembira karena akhirnya bisa bebas dari kurungan sekolah. Mereka semua telah memiliki tujuan masing-masing. Ada yang berkumpul dengan teman lainnya, ada yang berjalan-jalan melepas penat, ada yang pergi kursus dan ada juga yang langsung pulang untuk tidur atau bermain.

Seperti biasa, Tommy begitu bersemangat jika sudah pulang sekolah. Masa bodoh dengan peringatan dari wali kelas yang selalu mengingatkan tentang ujian akhir. Kepalanya sudah terasa mau pecah jika harus belajar lagi. Terlebih lagi dengan orang tuanya yang selalu mengomel dan memintanya untuk rajin belajar.

Work hard play hard. Itulah moto Tommy. Untuk meredakan kejenuhan, dia akan melampiaskannya dengan bermain. Ayahnya memanfaatkan ruko bawah tempat tinggalnya dengan membuka warnet. Tommy yang sejatinya suka bermain, tentu tidak dapat menahan godaan game online dan membuatnya menjadi kecanduan. Hal itu tentu saja membuat nilainya merosot tetapi dia tidak peduli. Toh, sebenarnya dia tidak bodoh, hanya malas belajar.

"Tom, ganti baju dan makan dulu! Kamu ini bener-bener!" Ibu Tommy mulai mengomel ketika melihatnya langsung membuka komputer lengkap dengan seragam dan tas dipunggung.

"Ya mak! Buka komputer dulu sebentar!" sahutnya tidak kalah keras.

"Kamu ini main mulu! Ya sudah, mamak pergi arisan dulu. Bapak sedang rapat sama pak RT. Makan ada didalam. Jaga rumah ya!"

"Siap mak!" Tommy langsung bergegas mengganti pakaiannya dan mengambil nasi dan lauk lalu menuju meja komputer. Semua itu dilakukannya kurang dari dua menit. "Sip, saatnya mulai war! Hahaha!" Ketika Tommy ingin menyuapkan nasi, bahunya ditepuk dari belakang.

Only youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang