Alexander Black Testa. Pria yang lebih dikenal dengan panggilan Alex, berdarah Amerika-Italia yang sukses dalam bidang properti. Karirnya dimulai semenjak usianya 25 tahun dan sukses dalam kurun 3 tahun. Waktu yang singkat untuk seorang pemula. Namanya sering menjadi perbincangan hangat dan berbagai prestasi yang luar biasa membuat wajahnya sering terlihat diberbagai majalah.
Siapapun yang pernah bertemu dengannya akan merasa takjub. Sikapnya yang profesional, berkepala dingin dalam mengambil keputusan, membuat rekan bisnis menghormatinya dan lawan berpikir ulang untuk menjatuhkannya. Pribadi yang tegas dan ekspresi yang serius membuat siapapun takut saat berhadapan dengannya. Mata abu-abunya yang tajam, sanggup membuat nyali siapapun menciut. Sikapnya mencerminkan seorang pemimpin yang sangat dijunjung oleh para bawahan.
Tapi dibalik semua itu, Alex terkenal sebagai pria yang dingin. Banyak wanita yang mendekat, berusaha untuk mendapatkan hatinya, mengincar hartanya atau sekedar menghabiskan satu malam dengannya. Dengan dingin, Alex tidak menghiraukan bahkan mengusir wanita-wanita yang mengganggu kehidupannya. Beberapa rumor tidak benar mulai beredar mengenai orientasi seksualnya. Mereka berasumsi jika Alex adalah seorang gay, karena itu dia sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan terhadap wanita.
Alex mengacuhkan semua rumor tidak benar yang menyangkut tentang dirinya. Baginya, tidak perlu kehidupan pribadinya diketahui banyak orang. Cukup hanya dirinya sendiri yang mengetahui siapa dirinya dan wanita yang dicintainya.
Mobil Maserati Grand Turismo hitam miliknya membelah jalanan kota Manhatan menuju Apartement 432 Park Avenue, tempat yang ditempatinya sekarang ini. Alex bisa saja membeli rumah atau apartement lain yang lebih dekat dengan kantornya, tapi tidak dilakukan. Dia lebih nyaman tinggal disana dan terlebih lagi, ada seseorang yang sangat dinantikannya.
Setelah memakirkan mobil, Alex menekan tombol lift yang merupakan lantai tempat tinggalnya. Setelah tiba di pintu, dia memasukan sandi dan disambut seorang maid yang sekaligus merupakan teman baiknya.
"Welcome back! Bagaimana harimu?"
Alex tidak langsung menjawab. Dia melonggarkan dasinya dan berjalan ke arah dapur untuk mengambil air.
Maid itu mendesah melihat perilaku Alex yang begitu dingin dan menyusulnya. "Kau harus mengubah sifatmu itu. Dia tidak akan suka melihatmu seperti ini."
Alex menatap maid yang berdiri dihadapannya dengan tatapan tajam. Tatapannya lantas tidak membuat maid itu merasa takut. Sebaliknya, maid itu menatapnya sedih. Bukan tanpa sebab, maid itu melihat tidak ada kehangatan atapun kelembutan dalam tatapannya. Semakin lama, dia semakin dingin dan kaku, layaknya seorang robot yang mengenakan kulit manusia.
"Bagaimana kondisinya hari ini, Anna?" tanya Alex seraya melepaskan jasnya dan hanya mengenakan kemeja putih.
"Dia baik-baik saja. Dokter mengatakan kalau kondisinya semakin membaik. Jika kondisinya terus seperti ini, aku yakin cepat atau lambat dia akan segera sadar."
Alex membuang wajahnya dan menggulung lengan kemeja ke atas. "Semua dokter mengatakan hal yang sama. Dan kau juga sudah mengatakannya berkali-kali," sarkasnya.
Anna membisu, tidak bisa membalas kata-kata Alex. Benar, setiap kali dokter yang datang untuk memeriksanya, semua selalu mengatakan kalau kondisinya membaik. Tetapi sampai saat ini, dia belum membuka matanya dan masih tertidur. Anna selalu berharap suatu hari dia akan segera sadar. Tapi hari itu tidak pernah datang.
"Siapkan air hangat. Aku akan mengelapnya." Perintah dengan suara berat itu langsung dituruti Anna.
Ini adalah rutinitas Alex semenjak dia tertidur. Sewaktu dia siuman, dia sangat memperhatikan kebersihan tubuh. Karena itu, setiap hari, Alex selalu membersihkan tubuhnya setiap pulang bekerja. Alex mengelap tubuhnya, mengganti pakaian, dan menyisir rambutnya layaknya orang yang sadar.
Alex tidak mengijinkan Anna untuk membersihkannya. Alex ingin membersihkannya sendiri karena dia adalah wanitanya, wanita yang sangat dicintainya, sampai kapanpun.
Alex berjalan menuju pintu hitam dan menatapnya lama. Setiap kali membuka pintu, Alex selalu berharap kalau wanita itu bangun. Wanita yang telah berhasil merebut hatinya. Wanita yang mampu membuatnya tergila-gila.
Namun harapannya selalu pupus. Kelopak mata wanita itu selalu terpejam seakan-akan tidak ingin melihat dunia. Dunia memang kejam terhadapnya. Merengut kebebasan bahkan kebahagiaannya.
Alex tidak bisa membendung kesedihannya. Matanya berkaca-kaca setiap kali mengingat perjuangan wanita itu dulu. Tetapi Alex tidak boleh bersedih. Karena dia, adalah wanita yang kuat. Alex tidak boleh terlihat lemah, atau wanita itu akan menertawakannya.
Setelah mengatur kembali suasana hatinya, Alex memutar gagang pintu. Dia mengernyit ketika tidak mendengar suara khas mesin EKG. Disamping mesin itu, selang yang seharusnya terhubung terlepas begitu saja. Matanya membulat ketika melihat sosok yang tengah duduk di atas ranjang dan menatapnya dengan pandangan kaget.
"Nina?"
***
Kelopak mata yang selalu terpejam itu bergerak perlahan-lahan sebelum terbuka. Yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit yang berwarna hitam. Rasa kantuk masih menguasinya dan godaan untuk tidur kembali sangat kuat. Wanita itu ingin kembali menutup matanya sebelum telinganya mendengar suara yang mengganggu.
Matanya menoleh ke arah mesin disampingnya yang merupakan sumber suara. Tangannya terulur untuk meraih mesin itu dan berhenti di udara. Dia mengernyit melihat punggung tangannya yang ditusuk oleh jarum dan selang yang terhubung pada sebuah kantong cairan yang terletak tidak jauh.
Rasa penasaran menguasai dirinya. Dengan susah payah wanita itu mencoba untuk bangun dan duduk di atas ranjang. Dia tidak menyangka kalau tubuhnya sangat tidak bertenaga. Beberapa pertanyaan mendadak melintas di benaknya.
Dimana dia? Apa yang terjadi padanya? Dan siapa dirinya?
Kepalanya terasa sakit ketika mencoba untuk mengingat apa yang terjadi padanya. Hasilnya nihil. Seberapa keras mencoba, dia tidak mengingat apapun. Memaksa untuk berpikirpun membuat kepalanya semakin sakit.
Ada perasaan aneh yang menyelemutinya setelah mengamati seluruh kamar. Rasanya begitu asing dan familiar secara bersamaan. Dia hanya menduga, perasaannya seperti ini karena kamar ini adalah kamarnya atau sebaliknya.
Mata wanita itu tertuju ke arah pintu. Hal yang pertama berada dalam pikirannya adalah keluar dari kamar ini dan mencari tahu tentang dirinya, tetapi sebelum itu dia harus melepas jarum yang membuatnya tidak nyaman.
Dengan sedikit paksaan, wanita itu melepas jarum yang menusuk punggung tangannya dan suara dari mesin ikut menghilang. Dia sedikit meringis melihat darah yang menetes keluar dari lubang bekas jarum. Setelah menghapus luka dengan tangan lain, wanita itu bersiap untuk turun.
Bunyi pintu yang terbuka membuat wanita itu kaget dan membeku di tempat. Disana, seorang pria bermata abu-abu menatap dengan pandangan yang sama terkejutnya.
Wanita itu sempat terperangah dengan ketampanan yang dimiliki pria itu. Kulitnya yang putih kecoklatan, hidung mancung, rambut halus yang rapi tumbuh di sekitar rahangnya dan warna matanya yang tidak biasa, cukup membuatnya terpesona.
Perasaan aneh yang tadi dirasakannya kembali datang saat melihat pria itu. Dia merasa takut dan juga senang. Takut karena tidak mengetahui siapa pria itu dan senang karena sepertinya dia mengenalnya dirinya. Sebuah nama yang diucapkan pria itu berhasil membuat alisnya bertaut kebingungan.
"Nina?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Only you
Ficción GeneralDingin dan tidak tersentuh, adalah dua kata untuk menggambarkan Alexander Black Testa, seorang pengusaha property yang kaya dan tampan. Banyak wanita yang berlomba-lomba untuk mencuri perhatiannya ataupun melewatkan satu malam dengannya. Tapi tidak...