Lily

34 1 2
                                    


"Di, kita mending balik dulu, deh." Wahyu tampak mulai kelelahan.

Sudah hampir tiga jam Dian dan Wahyu menelusuri hutan ke arah utara, bahkan melebihi kesepakatan durasi dua jam yang mereka bilang.

"Di, ayolah.. sampe kapan ini?"

Dian masih acuh meski nafasnya sudah terdengar terengah-engah cepat, jalannya pun melambat.

"Saya telpon nomor darurat ya," gertak Wahyu supaya berbalik arah.

"Yaudah terserah kamu. Saya tetep di sini." Dian terus berjalan tanpa menengok.

"Kalau ada apa-apa saya bisa telpon kok."

Wahyu yang tadinya hendak merogoh handphonenya malah jadi terus mengikuti langkah Dian lalu ia samakan posisinya.

Wahyu melirik Dian sebentar kemudian kembali menatap ke depan lagi.

"Apa sih yg bikin kamu mau bgt tau semuanya di hari yg sama?"

Kening Dian mengernyit sinis. Setelah pertemuan yang disengaja, kejadian hampir tertembak, pertanyaan tentang gaun, kabin yang meledak, dan Wahyu masih berpikir untuk menunda mencari maksud surat-surat dari Kinar.

Apa dia gak penasaran sama pikiran istrinya?

"Kamu cuma mikirin uang yg udah kamu habisin buat bangun kabin itu?"

"Hah?"

"Iya kan? Kamu malah mikirin kerugian waktu kabinnya meledak"

Wahyu diam. Dian benar, sangat benar.


Kemudian, ia menyadari sesuatu di depan.

"Eh itu ada surat!" Tunjuknya pada amplop abu-abu yg dibungkus pada plastik sample dan terikat pada batang pohon.

Dian segera mengambilnya dengan antusias. Kemudian, ia buru-buru menbuka amplop tersebut.

—-

Untuk Dian.


Di hari ketiga ini, aku mau berterimakasih dulu karena kau sudah hancurkan kabin itu.

Aku tidak pernah mau menginginkannya. Itu sebabnya aku tidak pernah cerita.

Yang buatku kembali lagi hanya lily dan belasan lukisan-lukisan yang kubuat di depanmu.

Masih ingat apa yang saya mau pada Februari 2018?


-Kinar

——-

Wahyu tidak berkutik. Tatapannya kosong, gersang, dan lama-kelamaan tergenang. Tangannya seperti mati rasa.

Bangsat. Terus-menerus hatinya bilang itu. Bertanya-tanya apa mau pujaannya. Campur aduk ia rasa. 

Dian juga melamun. Hatinya sedikit tenang. Lukisan-lukisan yang Kinar buat di apartemennya menjadikan alasan kembali pada tempat yang ia tak pernah suka, tak pernah ia mau.

Namun, ketika membaca Februari 2018, hatinya tak layak diangkat tinggi-tinggi. Mungkin iya.

Wahyu masih melamun. Titik air diujung matanya berusaha ia tahan-tahan.


"Ini semua rencana kamu, ya?" suaranya meredam.

"Hm?"

5 Hari Setelah KinarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang