Aku masih lemas mendengar ucapan Jeno tentang lukisan itu.
"Kenapa itu aku? Aku tidak mengerti." Jeno beranjak dari belakang meja kerja nya dan mendekatiku.
"Kau telah reinkarnasi. Dahulu kau bernama Ren, wanita yang sangat ku cintai." Jeno duduk di sampingku, di sofa ruangan ini.
"Kau terbunuh. Jika kau bertanya siapa yang membunuhmu, itu ayahku sendiri."
"...atas hasutan saudara laki-laki ku, dia Eric." Kini aku hampir tak percaya dengan semua ini.
"Kemudian aku bertanya pada seorang peramal, apakah kau akan reinkarnasi atau tidak. Peramal itu menjawab ya. Aku melakukan perjalanan waktu dengan pintu langit."
"Jadi itu alasan kau selalu marah padaku saat aku bertemu Eric?" Tanyaku.
"Ya, aku takut ia melakukan hal itu lagi. Aku takut kehilanganmu untuk yang kedua kalinya." Jeno memelukku. Wajahnya berada di bahuku. Samar-samar aku mendengarnya terisak.
"Aku sangat mencintaimu jadi jangan tinggalkan aku." Lirih Jeno. Tanganku bergerak untuk mengusap-usap punggungnya.
"Aku disini." Entah kenapa jantungku berdebar saat mendengar Jeno mengatakan bahwa ia mencintaiku. Di tambah lagi sekarang ia memelukku sangat erat.
Aku mendengar dengkuran kecil dari Jeno. Rupanya ia tertidur dan aku tidak mengganggunya hanya untuk menyuruh ia pindah. Aku meraih ponsel di saku celana.
"Jaemin, bisa kau ke ruang kerja Jeno sekarang?" Ucapku.
"Ya, tunggu aku."
Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Jaemin muncul.
"Aku akan membawa Yang Mulia untuk tidur di kamarnya." Beberapa pengawal kemudian masuk dan membawa Jeno yang tertidur menuju kamarnya.
"Terima kasih telah membuat Yang Mulia Jeno tidur pulas." Aku mengerutkan dahi.
"Memang dia belum tidur berapa malam?" Tanyaku.
"Yang Mulia jarang tidur akhir-akhir ini. Banyak sekali yang menganggu pikirannya." Kita sudah sudah berada di kamar Jeno, para pengawal juga sudah keluar dari kamar dan menyisakan kita berdua dengan Jeno yang tengah tertidur.
"Apa karena Eric?" Jaemin terkejut saat aku mengatakan nama ini.
"Kau sudah tahu?" Aku mengangguk.
"Aku bersyukur Yang Mulia telah menceritakan itu jadi kau bisa berjaga-jaga." Aku tersenyum tipis.
"Ternyata hidupku telah menyedihkan dari dulu." Lirihku.
"Aku akan melanjutkan pekerjaan ku lagi, kau boleh pergi ke kamarmu." Jaemin pamit dan keluar.
Sebenarnya tadi aku juga ingin keluar dari sini namun aku mendengar Jeno memanggil namaku dalam tidurnya.
Dia benar-benar mencintaiku sampai rela berkorban banyak tapi aku malah menyusahkannya dan tidak menurut. Maafkan aku.
Aku kembali duduk di kursi yang dekat dengan ranjang Jeno sehingga aku bisa menatapnya. Ia memang sangat tampan, hidungnya yang sempurna, mata yang tidak terlalu kecil maupun tidak besar juga dan memiliki bibir yang indah. Sungguh perpaduan yang pas. Sepertinya Tuhan sedang bahagia saat menciptakan Jeno.
"Apa aku terlihat tampan saat tertidur?" Ucap Jeno dengan mata yang masih tertutup.
Aku membelalak tak percaya. Aku tertangkap basah sedang memandanginya sedari tadi.
"Um, t-tidak tahu." Aku memalingkan wajah. Jari-jari Jeno meraih daguku agar menatapnya lagi.
"Kau memerah dan sangat lucu." Jeno tersenyum sampai matanya menghilang. Senyum yang aku rindukan kini kembali. Hanya dengan melihatnya tersenyum saja, aku otomatis tersenyum juga. Apakah ini sihir?
KAMU SEDANG MEMBACA
KING [✔]
FanficAku tidak perlu mahkota untuk diakui sebagai raja karena yang ku butuhkan hanya kau, disampingku.