Jantung?
Apa maksudnya?
Ayah membunuh seseorang?
"Sebenarnya ini jantung siapa?" tanya Jeno.
Raja Dongyoung tertawa mengejek, "Kau tidak tau?"
Jeno mengernyitkan keningnya tidak mengerti. Sepintas bayangan seseorang lewat di kepalanya.
Tidak!
'Aku mohon, jangan seperti yang aku bayangkan.'
Jeno keluar dari aula istana di ikuti oleh Jaemin. Hanya satu tujuan mereka yaitu rumah Ren untuk memastikan keadaan perempuan itu.
Semua telah berakhir.
Jeno melihat rumah Ren sudah tak berbentuk lagi. Pintunya sudah rusak bahkan atap rumah itu rubuh begitu juga dengan dindingnya. Rumah itu telah berbeda dengan yang terakhir kemarin Jeno dan Jaemin lihat.
Mereka mendekati puing-puing itu.
"Ren...Ren...." lirih Jeno. Matanya memerah dan mengeluarkan kristal-kristal bening.
"Ren..." Jaemin menepuk-nepuk pundak Jeno, "Saya turut berduka pangeran."
Sepertinya alam juga ikut merasakan kesedihan Jeno. Mereka berdua tidak peduli walaupun hujan membasahi. Jeno tetap di tempatnya, terduduk di atas tanah yang basah dan Jaemin ada di sebelahnya.
Orang-orang yang melewati Jeno dan Jaemin merasa aneh karena melihat dua orang berbaju khas anggota kerajaan yang sangat kontras dengan mereka.
Sampai hujan reda pun Jeno tak kunjung bangkit. Hanya ada tatapan kosong di matanya.
"Pangeran, kita harus pulang karena hari sudah malam." Jeno menggeleng. Jaemin yang ada disampingnya hanya mendesah pelan.
"Saya takut jika pangeran sakit bahkan aku juga bisa sakit, lihatlah baju kita yang tadinya basah sekarang sudah menjadi kering lagi." Jaemin menatap Jeno. Yang di tatap kini bangkit.
"Ayo."
***
Kini sudah satu bulan Jeno menjadi pendiam, ia bahkan tidak keluar kamarnya selama itu hingga kulitnya terlihat pucat sekarang.
"Pangeran aku mohon makanlah walaupun sedikit." Jaemin sebenarnya sudah putus asa membujuk Jeno untuk makan. Bagaimana tidak, Jeno tidak pernah menyentuh makanan dan minuman yang dibawa Jaemin.
"Nanti aku makan."
"Tapi kau tidak pernah memakannya selama ini!"
Jeno mengehela napasnya pelan, "Aku mau sendiri." Jaemin menyerah membujuk Jeno, ia lalu keluar kamar itu tanpa sepatah kata.
"Ren, maafkan aku yang tidak bisa melindungimu." lirih Jeno. Selama ini pula Jeno merasa bersalah dan menyesal pada Ren. Seandainya waktu itu Jeno tidak bertemu Ren pasti tidak ada akhir seperti ini. Ren akan baik-baik saja, ia harusnya masih hidup jika tidak bertemu Jeno.
Seseorang masuk ke kamar.
"Jaemin sudah ku bilang aku ingin sen-""Halo saudaraku." Ini merupakan salah satu suara yang di benci Jeno selain suara ayahnya.
"Mau apa kau kesini?" tanya Jeno ketus."Ingin mengunjungi saudaraku yang menyedihkan ini hahahaha."
"Eric, belum puas kau menghancurkan ku? Kau juga kan yang memberitahu ayah tentang aku dan Ren? Iya kan!"
prang
Jeno membanting makanan yang di bawakan Jaemin tadi.
"Benar sekali, aku belum puas menghancurkan mu."

KAMU SEDANG MEMBACA
KING [✔]
Fiksi PenggemarAku tidak perlu mahkota untuk diakui sebagai raja karena yang ku butuhkan hanya kau, disampingku.