DUKA

365 12 1
                                    

Setibanya di Instalasi Gawat Darurat RSUP Fatmawati, mereka langsung mencari Ayah. Bia melihat di salah satu blangkar di pojok kanan ruangan itu Ayahnya sedang di tangani oleh beberapa dokter. Ia bersama Ibu dan Kakaknya sangat sedih, terkulai lemah melihat kondisi Ayahnya yang sedang kritis. Bia terus menangis sembari memeluk Ibunya yang sangat khawatir melihat kondisi Ayah. Tetapi dua Kakak Bia mencoba untuk menenangkan Bia dan Ibunya.

Memang, diantara Fahri dan Arini, Bia anak yang paling dekat dengan Ayahnya. Maklumlah Bia kan anak bungsu perempuan lagi, jadi pantas saja jika Bia sangat dekat dengan Ayahnya itu.

Perasaan Bia terhadap Ayahnya itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata sekalipun itu setebal buku-buku kedokteran miliknya. Karena rasa sayang yang diberikan oleh sosok sang ayah kepada anaknya lebih dari apapun tidak bisa di nilai dengan angka atau pun di bayar dengan harta. Rasa sayang dan cinta itu murni, suci, hanya bisa di rasakan dengan hati, serta sulit untuk dijabarkan dengan kata atau kalimat apapun.

Bia beserta anggota keluarganya diminta oleh salah satu perawat untuk keluar dari ruang tindakan tersebut agar dokter lebih leluasa untuk menangani pasien.

"Maaf Mas, Mbak sebaiknya anda semua bisa meninggalkan ruangan ini agar dokter lebih leluasa menangani pasien dan menunggu di luar saja, nanti kami akan infokan lagi bagaimana kondisi dan perkembangan pasien."

Bia menolak.

"Ngga Sus, biarkan saya disini melihat keadaan Ayah saya."
Sahut Bia sambil terisak-isak karena terus menangis.

Tetapi perawat menolaknya, karena itu sudah merupakan konsekuensinya.

•••

Beberapa lama mereka menunggu tindakan dari dokter. Tiba-tiba dokter menghampiri Bia dan keluarganya. Mereka langsung menanyakan bagaimana kondisi Ayahnya itu. Sesaat, dokter menghela nafas panjang, ia mengatakan,

"Maaf sebelumnya, apakah ini dengan keluarga Bapak Ferri?".

"Iya dok saya istrinya, bagaimana keadaan suami saya dok?"
Jawab Ibu sambil menanyakan bagaimana kondisi suaminya.

"Sebelumnya saya dan tim dokter Rumah Sakit memohon maaf Bu, Mas, Mbak." Sahut dokter dengan nada seperti sedih.

"Memang apa yang terjadi dengan Ayah kami dok?"
Tanya Fahri sambil harap-harap cemas dengan kondisi Ayahnya tersebut.

"Terpaksa kami harus mengatakan kepada anda semua, kalau Pa Ferri sudah beristirahat tenang di alam sana. Kami turut berbela sungkawa Bu, Mas, Mbak." Jawab dokter yang mengatakan kabar duka tersebut kepada keluarga.

"Apa dok? Apa maksud dokter berbicara seperti itu?"
Tanya Bia sambil terus menangis tersedua-sedu.

"Ayah anda sudah meninggal karena tidak bisa melewati masa kritisnya, kami sudah berusaha sebaik dan semampu kami selaku tim dokter. Tapi Tuhan berkehendak lain." Ucap sang dokter yang berdiri tepat di depan mereka.

"Dok, dokter pasti bercanda kan?"
Sahut Arini yang terus tidak percaya.

"Maaf Mbak, mana mungkin saya bisa bercanda di situasi seperti ini, silahkan jika anda semua ingin melihat jenazah Pa Ferry."

Sungguh, pada saat itu perasaan mereka semua hancur lebur berkeping-keping. Mereka tidak percaya dengan kabar tersebut. Tapi takdir berkata lain. Allah lebih sayang kepada Ferri, Ayah mereka.

Pada saat itu juga jenazah Ferri langsung di bawa ke kediamannya di Bandung, disana sudah banyak sanak saudara yang menyiapkan semuanya, termasuk Aleesya yang pada saat itu tidak ikut ke Jakarta dikarenakan kondisi tubuhnya yang sedang tidak fit, maklum saja istri Fahri itu sedang mengandung dengan usia kehamilan yang masih 5 minggu.

•••

Tibalah jenazah Ayah Bia beserta keluarganya, tangis sedih langsung pecah saat itu juga, suasana yang kalut sangat terasa pada saat itu. Mereka harus menerima dan mengikhlaskan dengan lapang dada atas kepergian salah satu orang yang sangat berpengaruh di keluarga itu.

Saat itu Bia lah yang terlihat sangat down atas kepergian Ayahnya. Sesekali ia menangis tapi sesekali juga ia melamun. Aleesya selaku kakak iparnya terus menenangkan Bia dan menasehati Bia agar bangkit dari keterpurukan, ia tahu Bia sedih tapi Bia harus mencoba untuk mengikhlaskan yang telah Allah takdirkan untuk hambanya.

Saat jenazah akan dibawa ke pemakaman, Azam dan Rizza datang. Mereka berdua langsung menghampiri keluarga Bia dan mengucapkan turut berbela sungkawa atas kabar duka tersebut, merekpun tidak menyangka bahwa Ayah Bia akan pergi secepat ini.

Tiba-tiba Bia,
"Kak, Za.. Ayah..."
Sambil kembali meringis.

"Iya Bi kamu yang sabar ya, ini ujian dari Allah buat kamu dan keluarga aku sama Bang Azam turut berbela sungkawa atas musibah ini."
Ucap Rizza pada Bia.

"Iya Bi kamu yang sabar ya, semoga semua amal, ibadah Ayah kamu diterima oleh Allah SWT dan ditempatkan di tempat paling baik di sisi-Nya."
Ucap Azam sambil berusaha untuk menengkan Bia.

"Iya Za, Kak, makasih ya."
Ucap Bia sambil berusaha untuk tersenyum kepada kakak beradik itu.

Mereka semua pun pergi ke pemakaman dengan suasana yang amat sangat berduka. Sepanjang perjalanan ke pemakaman kalimat tahlil "Lailahaillah" terus terdengar dengan nyaring.

Kita do'akan ya semoga Ayahnya Bia  Khusnul khatimah, aamiin

Find me on Instagram: @alyaansss

Mengapa Cinta Harus Memilih? (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang