DELAPAN - UNTOUCHED -

2.3K 184 9
                                    

Masih ada sisa perasaan kesal di dalam hati Hyuga Hinata. Setelah pembicaraannya dengan Haruno Sakura selesai. Hinata melanjutkan prosesi pemotretan dengan setengah hati. Meski kemarahan menguasainya, tapi ia masih bisa untuk tetap profesional. Karena bagaimanapun juga, terlibat kerjasama begitu lama dengan Haruno Sakura bukanlah sesuatu yang baik.

Jadi dengan perasaan dongkol, ia membuka pintu rumahnya dengan sedikit kasar. Mentari sudah pulang ke peraduan, menyisakan bulan untuk menerangi gelapnya malam. Meski Mentari yang menguasai hari, karena keberadaannya nampak dan diketahui semua makhluk. Bulan tetap memancarkan sinarnya walau bulan tahu, keberadaannya tak terlalu penting karena gelap tetap menyelimuti. Itulah alasan mengapa Hinata suka bulan. Bulan adalah gambaran sosok seorang Hyuga Hinata sendiri.

Langkah Hinata terhenti ketika melihat seseorang berdiri tidak jauh darinya. Lelahnya perlahan hilang, berganti semangat yang selalu ia tunjukan di hadapan orang itu. Senyumnya mengembang. Tapi itu tak lama, ketika matanya menangkap benda besar di genggaman tangan orang itu, senyumnya lenyap.

"Kak Neji?" Ia memanggilnya. Kemudian berjalan pelan mendekati lelaki yang ia panggil dengan sebutan 'kakak'. Ya. Kakak sepupunya.

Hyuga Neji menoleh. Ia meletakkan koper yang tengah ia bawa di samping tubuhnya. Kemudian menatap Hyuga Hinata datar.

"Koper itu...?" Hinata menggantungkan kalimatnya. Ia menunggu Neji menyampaikan tujuannya membawa koper mesikpun Hinata sudah tahu jawabannya.

"Ya. Aku akan pergi."

Pandangan Hinata menyendu. Ada sesak di dadanya ketika mendengar dengan entengnya Neji bilang ingin pergi. "Pergi ke...mana?"

"Kemanapun bukan urusanmu."

Dan bertambah pula sesak itu. Seperti diremas jantung Hinata sehingga dengan susah payah ia menarik napas. Tidak. Bukan masalah. Ia sudah biasa. Tapi mengapa sakitnya masih sama?

"Tidak bisakah lebih lama lagi kau tinggal di sini? Kau baru pulang, Kak." Kata Hinata. Semangatnya hilang sudah. Ia tak lagi menunjukkan ekspresi senang ketika dengan jelas hatinya hancur.

"Memangnya kenapa? Aku pergi juga tidak akan merugikanmu." Jawab Neji acuh.

'Kau salah, Kak.' Dan sulit rasanya mengucapkan itu. Jadi Hinata hanya tersenyum dan kemudian bertanya. "Kau sudah bilang pada Ayah?"

"Ya. Dia mengizinkanku."

"Lalu kau akan tinggal di mana?"

"Di manapun bukan urusanmu."

"Kak, aku hanya ingin tahu." Suara Hinata melemah. Sangat sakit mendengar jawaban ketus seperti itu.

Neji menatapnya sekilas, sebelum kembali membuang pandangannya. "Apartemen ku. Puas?"

"Hanabi bagaimana? Dia mengizinkanmu pergi?"

"Satu-satunya orang yang tidak akan mengizinkanku pergi hanyalah kau, Hinata. Jadi jangan bertanya lagi dan pergilah ke kamarmu!"

Setelah mengatakan itu, Neji segera menyeret kopernya dan menghilang di balik pintu. Menyisakan Hinata yang terdiam kaku di tempatnya. Kedua tangannya mengepal, menahan sesak di dada yang tak kunjung bisa reda. Selamanya akan begini, karena memang ini resiko yang harus is tanggung.

"Tidak bisakah kau melihatku sedikit saja, Kak?" Lirihnya lemah. Tas tangannya sudah jatuh ke lantai yang dingin, sementara salah satu tangannya terangkat untuk memukuli dadanya sendiri.

Kenapa sesakit ini?

***

"Karena sebentar lagi Uchiha's MnC akan menjalin kerjasama dengan Haruno's Inc, aku mau bisnis pembangunan resort di Kanada selesai secepatnya. Rapat selesai."

WRONG LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang