TUJUH - LATE DESTROYED -

2.3K 182 17
                                    

Sebenarnya, kehangatan memang selalu menghampiri Haruno Sakura. Namun tidak. Bukan itu yang ia inginkan. Baginya, momen ketika Tsunade, Sasori, beserta Ino berkumpul untuk menjaganya, bukanlah sebuah kehangatan yang ia rindukan. Ini lebih kepada perasaan sayang yang ingin selalu Sakura simpan bahkan ketika dirinya sudah tidak lagi bersama mereka.

Jadi ketika mereka bersenda gurau mengelilingi bangsal yang ia duduki saat ini, Sakura 'hanya' merasa cukup. Ia ingin egois dengan menginginkan momen seperti ini selama umurnya berganti. Tapi tidak bisa. Kehidupan lebih kejam dari apa yang ia harapkan. Sakura sudah mengalaminya, dan ia telah tegar karenanya.

"Jadi saat Sakura jatuh, aku akan selalu ada di belakangnya untuk menangkapnya. Hanya aku!"

"Tolong hentikan! Aku muak mendengar bualan pahlawan kesiangan."

Sasori berdecak mendengar ejekan yang dilemparkan Tsunade padanya. Ia melirik sinis wanita cantik di umurnya yang sudah tak lagi muda itu. "Aduh, Bibi cantik. Bilang saja kau iri kalau aku lebih siaga daripada dirimu dalam menjaga Sakura!"

Tsunade mendelik. "Apa kau bilang? Bocah sepertimu tahu apa soal menjaga anak orang?"

Percakapan kedua orang itu membuat Yamanaka Ino jengah. Ia mendengus kuat-kuat. "Tolong hentikan, para Bocah! Jangan bertengkar di depan orang yang sedang sakit!"

Satu jitakan mampir di kepala Ino setelah dengan lancar mengatai wanita seumuran Tsunade 'bocah'. Ino hanya mendesis dingin dan memalingkan muka. Haruno Sakura dibuat terkekeh melihat pertunjukan yang mereka lakukan sedari tadi.

"Aku penasaran, apa Bibi Tsunade tidak memiliki pasien sehingga betah sekali berada di ruanganku?" Tanya Sakura. Berniat menyudahi acara pertengkaran mereka karena ia melihat Sasori hendak mengompori.

Tsunade berdiri tegak, membenarkan has dokternya sebentar sebelum mengangguk. "Kau benar. Aku hampir lupa jadwal pasienku." Lalu ia pergi mengacir keluar hanya dengan jawaban singkat itu.

Tatapan Sakura jatuh pada dua orang yang masih saling memalingkan wajah. "Dan apa kalian tidak bekerja?"

Ino dan Sasori serempak menggeleng. Keduanya tampak mendengus bersamaan menyadari kekompakan mereka. Sementara Sakura memutar bola mata bosan.

Tadinya ia ingin mengusir dua makhluk itu dari ruangannya seperti yang dilakukannya pada Tsunade. Tapi ketika mengingat sesuatu, ia lantas memasang wajah serius. "Ino." Panggilnya.

Baik Ino maupun Sasori sama-sama sigap dengan menegakkan tubuh mereka. Keduanya saling tatap sejenak ketika menyadari apa yang akan menjadi topik perbincangan selanjutnya.

"Aku penasaran, apa alasanmu membalas perbuatan Hyuga itu?" Tanya Sakura langsung tanpa basa-basi.

Ino menghela napas berat. Ia sudah menduga hal inilah yang akan dibahas oleh Haruno Sakura. "Aku lepas kontrol." Jawabnya acuh tak acuh.

"Dan apa alasannya?"

Ino mendengus, sementara Sasori memilih melipir ke pojok sofa untuk menghindari dua aura yang saling menguar kuat tersebut. "Kau masih bertanya? Ketika aku melihat Si Setan itu main fisik padamu, dan menyakitimu, lalu aku lepas kendali karena melihatnya, kau masih bertanya apa alasanku?"

Kali ini giliran Sakura yang menghela napas. Nampaknya ia paham, ia harus berhati-hati dalam berbicara ketika subjek topik yang dibicarakan adalah Hyuga Hinata. "Maaf, bukan meragukanmu. Aku berterimakasih untuk pembelaanmu. Tapi, Ino. Kau mengerti alasanku diam."

Sasori bungkam, menikmati pembicaraan yang tegang ini. Ia memutar bola matanya malas. Topik Hyuga satu itu memang sumber bencana. Ia bahkan mengerti betul apa yang dikatakan Sakura setiap kali 'Ular Kobra' itu dibicarakan. Yah, seperti yang baru saja Sakura katakan. Jadi Sasori tidak heran lagi mengapa Ino diam setelah Sakura mengatakan senjatanya.

WRONG LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang